Semua orang bersembunyi karena takut jangan-jangan berjumpa dengan Tulap lalu ditangkapnya. Itulah yang menyebabkan sehingga manusia di dalam dunia waktu itu tidak berkembang biak.
Setelah Tulap ini keluar dari rumahnya untuk bepergian bertemulah ia dengan seorang laki-laki yang sedang pergi mencari kayu api. Setelah orang ini melihat si Tulap hilanglah semangatnya karena takutnya. Sambil mendatangi orang itu berkatalah Tulap kepadanya: "Hai manusia, jangan kamu takut karena aku tidak memakanmu. Marilah kita bersama-sama pergi mencari makanan. Tiap hari makananku adalah manusia, tapi kali ini aku sudah jemu makan daging manusia. Hari ini kita bersama-sama pergi mencari burung sebagai pengganti manusia sebagai teman pemakan nasi. Gemetar juga seluruh tubuh orang itu sewaktu bercakap-cakap dengan Tulap. Sementara itu Tulap mengajak supaya berjalan.Keduanya berjalan bersama-sama, Tulap berjalan dibelakang, sebab jangan-jangan manusia itu lari. Menggigil seakan-akan kedinginan orang itu sementara diikuti oleh Tulap dari belakang.
Sementara mereka berjalan, bertemulah dengan jarum dan peniti. Tulap menyuruh temannya ini mengambil jarum dan peniti untuk dibawa ke rumah. Dari situ mereka meneruskan perjalanan, masuk ke luar hutan, mendaki menuruni jurang, lembah dan pegunungan, menyeberangi sungai yang besar dan yang kecil. Kemudian tibalah mereka pada onggokan cirit manusia. Melihat onggokan cirit manusia ini, di suruh bungkuslah oleh Tulap karena akan dibawa ke rumah sebagai makanan ternak.Kemudian mereka meneruskan perjalanan masuk hutan ke luar hutan mendaki-menuruni pegunungan. Kian hari, kian jauhlah perjalanan mereka. Makin hari makin penatlah si Tulap, sampai-sampai sudah timpang jalannya. Tibalah mereka pada sebuah kayu besar yang dibuat orang sebagai palu pemecah batang sagu yang dipukul sagunya, kayu pemukul ini disuruh juga oleh Tulap untuk dipikul dan dibawa masuk ke luar hutan. Sementara berjalan itu bertemulah keduanya dengan seekor tikus jantan yang besar.
Bertanyalah Tulap kepada tikus, katanya, "Hai pergi kemana engkau tikus."Tikus menjawab" Aku ini disuruh oleh istriku pergi mencari makanan."Kemudian berkatalah Tulap mengajak kepada tikus, "Marilah tikus, engkau ikut dengan kami, supaya kita bertiga pergi bersama-sama mencari makanan." Selesai bercakap-cakap demikian, berjajanlah ketiganya masuk ke luar hutan. Walaupun berjalan tinggal dipaksa karena sudah letih, tetapi belum juga diajak oleh Tulap kembali ke rumahnya, karena belum memperoleh makanan. Si tikus jantan sampai kini masih belum lelah karena sewaktu-waktu ia dapat melompat. Kemudian setelah jauh sekali mereka bertiga bertemu dengan seekor lipan yang besar.
Sesudah itu mereka pun berjalan bersama-sama. Tulap berjalan di depan disusul oleh seorang laki-laki, lalu tikus dan kemudian si lipan. Tiada berapa lama mereka meneruskan perjalanan, berjumpalah mereka dengan seekor burung "Mutuol" yang sedang mengeram hendak bertelur.
Tulap berkata lagi, "Apa yang kau lakukan di situ hai burung mutuol?". Burung mutuol menjawab, "Aku ini sedang mengeram karena masih/akan bertelur." Tulap berkata lagi, "Alangkah baiknya jika sekiranya kami bawa engkau pulang ke rumahku. Nanti di sana baru bertelur lagi."Kini mereka bersama-sama berjalan kembali ke rumah. Bersama-samakah ke limanya, Tulap di depan sekali diiringi oleh orang, bantal, tikar dan dinding dekat tempat tidur si Tulap, supaya bila mana ia bangun dan terkejut akan tertusuk pada jarum dan peniti. Bungkusan cirit manusia ini sebenarnya untuk makanan ternak, tetapi tiada aku berikan karena akan ku letakkan di luar pintu dengan maksud supaya si Tulap tergelincir dan jatuh tersungkur ke lantai bila menginjakkan kakinya. Sudah itu dipanggilnya si tikus lalu berkata, "Pekerjaanmu tikus, yakni bilamana si Tulap tidur, engkau secara diam-diam bersembunyi. Jika sudah agak lama si Tulap tertidur, engkau mendekatinya dan engkau gigit telinganya, hingga ia terbangun." Selanjutnya dipanggilnya si lipan lalu diberitahukan, "Pekerjaanmu, lipan, yakni bilamana si Tulap bangun, pergi diam-diam bersembunyi di dekat perian. Bilamana ia sedang mengambil atau menuangkan air dalam perian untuk digunakan membasuh muka, segera engkau sepit."
Sesudah itu dipanggillah si burung mutuol dan berkata, "Pekerjaanmu burung mutuol, yakni bilamana si Tulap bangun, engaku terus memadamkan lampu supaya tidak terang baginya untuk berjalan kian kemari dalam rumah. Selesai engkau padamkan lampu, segera engkau lari ke dapur. Jika si Tulap pergi menghidupkan api di dapur, mengepak-ngepakkan sayapmu agar abu dapur dapat masuk ke matanya."Selesai memperbincangkan rencana itu, sejurus kemudian, datanglah si Tulap. Karena didorong dengan rasa lelah dalam perjananan yang jauh, lagi pula terlalu kenyang setelah makan seorang manusia, maka ia tertidur, tanpa bertanya kalau ia dimana istrinya.
Tidak berapa lama kemudian setelah ia tertidur, kedengaran napasnya mendengkur. Mendengar dengkuran napasnya seperti geram seekor kerbau yang sedang mengganas, si tikus bangun perlahan-lahan lalu mendekati si Tulap. Tampak olehnya si Tulap ini tidur terlentang sambil mendengkur sangat kerasnya. Bertepatan itu pula si tikus menggigit telinga si Tulap dan saat itu pula si burung mutuol memadamkan lampu sehingga gelap gulitalah di dalam rumah si Tulap itu.Begitu gigitan tikus ke telinga, menggelaparlah badan si Tulap sehingga tertusuklah ia pada jarum dan peniti yang ditusukkan ke bantal, tikar dan di dinding dekat tempat tidurnya. Setelah tangannya tertampar ke dinding, tertusuklah peniti, jarum ke tangannya. Ia bangkit dari tempat tidur, menuju ke dapur untuk menghidupkan lampu yang sudah dipadamkan tadi, sementara ia membungkuk untuk menghidupkan api,mengepak-ngepaklah sayap burung mutuol dan beterbanganlah abu dapur sehingga terpencar ke mata si Tulap dan masuk ke matanya. Dari dapur ia menggosok-gosok matanya menuju ke tempat perian untuk menuangkan air pembasuh muka, namun sebelum sempat airnya tertuang, ia telah disepit oleh lipan pada lengannya. Pegangan tangannya pada perian terlepas, lalu ia menuju ke pintu untuk keluar rumah. Setelah ia keluar dari rumah, tiba-tiba ia menginjak onggokan cirit manusia di di depan pintu, ia tergelincir dan jatuh tersungkur ke tanah. Jatuhnya kedengaran seperti dentuman batu besar yang jatuh dari atas gunung. Hampir-hampir ia tidak sanggup lagi bangkit dari tempat itu. Tapi ia berusaha sekuat tenaga sambil berdiri masuk kembali ke rumah. Sementara ia masuk ke dalam rumahnya tiba-tiba secepat kilat orang yang sembunyi di balik pintu mengayunkan palu kayunya (pemukul yang terbuat dari kayu) kearah kepala si Tulap, terus jatuh tersungkurlah ia dan tamatlah riwayat hidup si Tulap.
Begitulah jadinya cerita itu sehingga dewasa ini kita tidak pernah lagi melihat si Tulap.
sumber:
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja