Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sumatera Selatan Sungai Musi, Palembang
Cerita Rakyat Pulau Kemaro
- 25 Januari 2017 - direvisi ke 5 oleh Bangindsoft pada 29 September 2024
Suatu ketika, rombongan saudagar dari Cina yang dipimpin oleh Tam Bun An, datang ke kerajaan Sriwijaya (Sumatera Selatan). Tam Bun An mendengar kabar dari masyarakat sekitar mengenai kecantikan Siti Fatimah, seorang putri raja Sriwijaya. Atas nasihat nahkoda kapal, Tam Bun An kemudian pergi menuju istana untuk menemui Siti Fatimah. Mereka kemudian datang ke istana membawa arak-arakan alat musik berikut barongsai.
Melihat kehebohan di depan istana, putri raja segera keluar untuk melihat. Siti Fatimah sangat terkesan dengan pertunjukan barongsai. Tam Bun An akhirnya bisa bertemu dengan Siti Fatimah. Mereka kemudian saling berkenalan. Semenjak saat itu mereka berdua sering mengadakan pertemuan. Lama-kelamaan timbul benih cinta di antara keduanya.

Raja Sriwijaya mengetahui hubungan anaknya dengan Tam Bun An, lalu memanggil Tam Bun An. Di depan Raja, Tam Bun An mengutarakan niatnya untuk melamar Siti Fatimah. Namun Raja berkeberatan karena perbedaan adat istiadat.

“Baginda Raja. Saya berniat melamar putri paduka, Siti Fatimah untuk menjadi istri hamba. Hamba sangat mencintainya.” kata Tam Bun An.
 
“Anak muda, kita berbeda adat istiadat. Aku juga tak ingin anakku dibawa ke Negeri Cina.” kata Raja.
“Kalau memang begitu keinginan Paduka Raja, maka saya bersedia tinggal di negeri Sriwijaya.” kata Tam Bun An yang sudah terlanjur jatuh hati pada Siti Fatimah.
 
“Baiklah kalau begitu aku setuju menikahkan anakku denganmu. Tapi untuk membuktikan keseriusanmu, engkau harus menyerahkan sembilan guci besar emas murni.” kata Raja.
 
Tam Bun An merasa senang mendengar penjelasan raja. Ia menyanggupi untuk menyerahkan sembilan guci besar berisi emas murni. Tam Bun An segera mengirim surat kepada kedua orang tuanya di daratan Cina melalui seekor burung merpati, untuk mengirimkan sembilan guci besar emas, agar ia bisa melamar gadis yang ia cintai. Tak lama kemudian muncul surat balasan dari kedua orang tua Tam Bun An yang menyatakan akan segera mengirim kesembilan guci emas permintaannya.
 
Orangtua Tam Bun An segera menyiapkan permintaan anaknya. Karena perjalanan sangat jauh, merasa kuatir dengan ulah para perompak di tengah laut, orangtuanya memasukkan sayuran busuk di bagian atas guci emas tersebut untuk mengelabui para perompak.
 
Beberapa bulan kemudian, tibalah kapal pengangkut sembilan guci emas dari orangtua Tam Bun An di dermaga Kerajaan. Tam Bun An mengajak Raja dan Siti Fatimah untuk menaiki kapal. Tam Bun An segera membuka guci emas. Betapa terkejutnya ia mendapati isinya hanyalah sayuran busuk. Ia kemudian membuka guci lainnya dan ternyata isinya sama, sayuran busuk. Karena merasa marah, Tam Bun An lantas membuang guci-guci tersebut ke dalam Sungai Musi. Satu persatu guci ia lemparkan ke sungai. Ketika hendak melemparkan guci yang kesembilan, guci tersebut jatuh di lantai dan pecah berhamburan mengeluarkan batangan emas murni. Mengetahui hal tersebut, Tam Bun An menyesal telah membuang kedelapan guci emas.
Siti Fatimah berusaha menenangkan kekasihnya. Begitu pula dengan Raja Sriwijaya berusaha menenangkan Tam Bun An. Raja mengatakan bahwa Tam Bun An boleh menikahi putrinya karena syarat-syarat telah dipenuhi.
 
“Tuan Raja. Saya sangat menyesal telah membuang guci-guci emas. Biarlah hamba terjun ke sungai untuk mengambil emas-emas itu kembali.” Tam Bun An segera melompat ke dalam sungai walaupun telah dicegah oleh semua orang.

Orang-orang di dermaga menunggu dengan cemas, karena setelah sekian lama, Tam Bun An belum juga muncul ke permukaan. Siti Fatimah terlihat sangat panik. Ia terlihat hendak melompat ke sungai menyusul kekasihnya. Orang-orang berusaha mencegah Siti Fatimah agar tidak melompat, namun terlambat. Siti Fatimah menceburkan diri ke sungai untuk mencari kekasihnya. Raja Sriwijaya segera berteriak menyuruh orang-orang untuk melompat ke sungai, mencari Siti Fatimah dan Tam Bun An. Setelah berjam-jam lamanya, orang-orang tidak juga berhasil menemukan keduanya. Mengetahui hal tersebut Raja Sriwijaya menjadi sangat sedih.

Bertahun-tahun setelah kejadian tersebut, di tempat Tam Bun An dan Siti Fatimah menceburkan diri, munculah sebuah endapan atau delta yang terus meluas menjadi sebuah pulau. Orang-orang memberinya nama Pulau Kemaro. Lalu penduduk sekitar membangun sebuah masjid dan kelenteng untuk menghormati sepasang Putri Fatimah & Tam Bun An.
 

Sumber: Legenda Pulau Kemaro

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline