×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Lampung

Cerita Pendekar Sebay Ngembela Mengian (Cerita Zubaidah)

Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya .

Sultan Abidin adalah seorang putra Raja yang disuruh ayahnya mencari jodohnya ke seberang lautan. Dalam perjalanannya Sultan Abidin singgah di sebuah pulau. Di pulau ini Sultan Abidin mendengar suara seorang putri yang sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an di atas sebuah mahligai. Suaranya sangat merdu dan menawan hati, sehingga Sultan Abidin terpikat dan jatuh cinta pada putri itu. Sultan Abidin langsung menghadap Raja (ayah anda sang putri), dan mengatakan bahwa ia ingin melihat Batu permata raja yang elok dan besar. Sang Raja yang bernama Kurbi Pandita menjawab, "Ada memang saya simpan sendiri di tempat yang khusus, terpisah dari yang lainnya."

Sesungguhnya Kurbi Pandita telah mengerti apa yang dimaksud oleh Sultan Abidin, Sultan Abidin langsung melamar putri Kurbi Pandita dan diterima oleh Kurbi Pandita tapi tanpa sepengetahuan putranya yang tertua, kakak putri tadi. Perkawinan segera dilaksanakan. Selesai perkawinan Sultan Abidin kembali ke negerinya membawa sang putri yang bernama Siti Zubaidah, sedangkan kakaknya yang tidak mengetahui perkawinannya, bernama Abdul Thohir.

Tiba di kerajaannya, ayahanda tidak menerima kehadiran Siti Zubaidah sebagai istri Sultan Abidin, karena menurut beliau Siti Zubaidah sebagai istri Sultan Abidin bukan putri seorang raja. Sedangkan putra raja harus kawin dengan putri raja pula. Kemudian ayahanda menyuruh Sultan Abidin mencari istri lagi yang berasal dari keturunan Sultan juga.

Kali ini Sultan Abidin melamar seorang putri Sultan lainnya yang telah ditunangkan dengan putra raja Menggala. Putra Menggala ini ternayata masih Kafu (belum Islam). Putri ini tidak sudi dikawinkan dengan putra raja Menggala, kecuali kalau pihak Sultan Abidin bersedia perang dengan Kerajaan Menggala.

Salah seorang rombogan Sultan Abidin yang bernama Abdullah Sani, memberi saran pada Sultan Abidin yaitu agar Sultan Abidin menyembelih seekor Anjing. Sementara itu raja Menggala telah bersiap-siap akan mengambil sang putri tunangan putranya, walaupun dengan jalan perang.

Rombongan raja Menggala, telah berkumpul di Kuala Way Tulang Bawang dan hanya mengirimkan mata-mata ke tempat tunangannya. Sultan Abidin menurut saran Abdullah Sani. Seekor anjing disembelih, tetapi tidak diketahui oleh seorang pun kecuali hanya mereka berdua. Kemudian bangkai anjing itu diiringkan beramai-ramai kekuburan dengan ucapan besar-besaran sebagai mana layaknya mengantar jenazah manusia biasa, sambil menyebarkan berita bahwa tuan putri mati bunuh diri dengan jalan menikam tubuhnya sendiri. Timbullah pendapat rakyat bahwa putri raja benar-benar mati bunuh diri sehingga rakyat menjadi gempar dan sedih. Utusan raja Menggala, karena melihat kenyataan, rakyat negeri itu sedang berkabung, lalu berkata, "Bagaimana kita bisa mengambil tuan putri kalau ia telah meninggal?"

Utusan ini kembali dan melapor kepada Raja Menggala yang menunggu di Kuala. "Putri raja telah meninggal bunuh diri karena tidak sudi dikawinkan dengan putra raja Menggala. Kami berempat ini turut mengantar jenazah tuan putri ke pemakamannya." Kemudian, Raja Menggala kembali ke negerinya.

Sebaliknya Zubaidah merasa tersinggung oleh tindakan pihak mertuanya, tetapi Sultan Abidin sangat sayang dan cinta kepada istrinya Zubaidah. Beberapa lama kemudian, datanglah ke negeri Sultan Abidin seorang saudagar, pedagang dari negeri cina, menjual barang-barangnya kepada Sultan Abidin berupa berblok-blok kain.

Barang-barang yang telah dibeli ini disimpan dalam gudang di istana Sultan Abidin. Suatu ketika barang-barang ini dimakan tikus. Karena rusak dikembalikan oleh Sultan Abidin  kepada saudagar Cina itu, tetapi sang saudagar menolaknya, karena rusaknya barang-barang itu, setelah ditangan Sultan Abidin. Kemudian terjadilah perkara yang diselesaikan lewat pengadilan. Yang menjadi hakim adalah paman Sultan Abidin dan mengambil keputusan, "Saudagar Cina yang bersalah itu dikenakan hukuman mati." Karena itu si saudagar tadi, tidak kembali lagi ke negerinya untuk selamanya.

Begitu kematian saudagar ini tersiar sampai ke negeri Cina dan terdengar oleh putri-putri raja Cina. Raja Cina ini mempunyai putri 7 (tujuh) orang. Yang sulung bernama Kilan Cahya, yang nomor dua bernama Kilan Jalik, yang ketiga bernama Kilan Suri, dan seterusnya yang ketujuh bernama Kilan Bungsu. Putri sulung yaitu Kilan Cahya mempunyai cita-cita yaitu ingin kawin dengan seorang raja yang paling kuat dan gagah berani, yang dimaksudkannya adalah Sultan Abidin. Mendengar kehendak kakaknya, Kilan Bungsu berkata, "Untuk apa kakak bercita-cita  yang demikian itu. Apakah kakak lupa, bahwa paman kita yang saudagar itu dihukum mati oleh Sultan Abidin. Sedangkan rasa malu kita ini belum terbalas, jadi kita harus membalas kematian paman kita dulu." Berkata Kilan Cahya, "Kalau begitu Dik! kita serang saja negeri Sultan Abidin. Kita habiskan mereka semua."

Mereka pun segera berangkat memerangi Sultan Abidin. Lama berperang tiga hari tiga malam, Sultan Abidin tertangkap hidup-hidup bersama empat orang pengawalnya. Kilan bungsu mempunyai kesaktian dengan rantai panahnya yang dapat mengikat sendiri jika dilemparkan. Dengan lemparan rantai Kilan Bungsu inilah, Sultan Abididn tertangkap. Siti Zubaidah membunuh dayang-dayang dari negeri Cina.

Setelah itu dia melarikan diri ke hutan. Pada waktu itu Siti Zubaidah sedang hamil 9 (sembilan) bulan. Kilan Cahya mencari Zubaidah akan dibunuhnya, tidak ketemu lagi dan dikiranya telah mati terbunuh waktu peperangan berlangsung. Sultan Abidin dan 44 orang pengawalnya yang tertangkap menjadi tawanan dan di bawa ke negeri Cina.

Setelah tiba di negeri Cina, Kilan Cahya berkata kepada Sultan Abidin. "Sekarang Sultan Abidin telah menjadi tawanan saya, karena itu apa kemauanmu sekarang?" Sultan Abidin menjawab, "Itu terserah tuan putri" Berkata Kilan Cahya, "Saya ingin memberikan kehidupan yang lebih baik kepadamu. Bagaimana kalau kamu kawin dengan saya? Di samping menjadi suami saya, juga menjadi raja di negeri Cina ini." 

Sultan Abidin menjawab, "Saya tidak bisa menjadi raja di negeri Cina ini, karena saya adalah seorang Islam, dan saya sendiri mempunyai kerajaan yang besar juga." Kilan Cahya berkata lagi "Kalau demikian terimalah siksaan dari saya". Sultan Abidin beserta tiga orang tawanan lainnya, diracun oleh Kilan Cahya tapi tidak mati.

Kembali ke Siti Zubaidah, yang melarikan diri, naik turun gunung dalam hutan belantara, tak lama kemudian melahirkan bayi laki-laki dilereng sebuah gunung dalam wilayah kerajaan Sultan Abdul Thohir kakaknya. Putranya ini diberi nama Ahmad Siti Zubaidah memberikan cincin ayahnya dulu (Kurbi Pandita) kepada bayi tersebut seraya berkata, "Anakku, jika kau punya nasib baik kelak kemudian hari, kita pasti bertemu, dan berkumpul kembali. Kau akan kutinggal di sini, aku akan mencari dan membela ayahmu. Dimana saja ia berada." Siti Zubaidah pergi meninggalkan anaknya di dalam hutan, untuk mencari suaminya Sultan Abidin.

Dua hari setelah kelahiran bayi Ahmad, Sultan Abdul Thohir pergi berburu ke dalam hutan, bersama beberapa orang pengawal dan beberapa ekor anjing. Di lereng sebuah gunung, anjing-anjing itu menggonggong beramai-ramai, dan mereka berkumpul di suatu tempat. Kiranya anjing-anjing itu sedang menyalaki seorang bayi yang tak lain adalah Ahmad anak Zubaidah. Sultan Abdul Thohir mendekat dan memperhatikan bayi itu, lalu mengambilnya. Diperhatikannya dengan cermat, ternyata di tangan bayi tersebut ada sebuah cincin yang diketahuinya adalah cincin ayahnya dahulu, yaitu Kurbi Pandita. Bayi Ahmad dibawanya pulang dan dipeliharanya baik-baik, sambil berkata, "Bayi ini tentu anak adikku Zubaidah, karena cincin ini adalah cincin yang diberikan ayahanda kepada Siti Zubaidah.

Setelah lama Siti Zubaidah meninggalkan bayinya, berjalan kaki naik turun gunung, bertemu dengan sebuah rumah di puncak sebuah gunung yang didiami oleh seorang nenek dan kakek yang sangat tua. Kiranya kakek dan nenek ini adalah penjelmaan dari dewa. Zubaidah mohon pertolongan kakek dan nenek ini sambil menceritakan keadaannya, bahwa negerinya kalah dalam perang melawan Cina, dan suaminya kini ditawan di negeri Cina. Zubaidah menyatakan tekadnya, "Selama hayat dikandung badan, saya pasti akan membalas dendam dan menyelamatkan suami saya". Kemudian Zubaidah diangkat oleh kakek dan nenek itu menjadi muridnya. Selama tujuh tahun Zubaidah berguru, bermacam-macam ilmu termasuk ilmu bela diri. Terakhir Zubaidah diberi oleh kakek dan nenek itu sebuah panah pusaka, kemudian baru diizinkan untuk meneruskan tekadnya.

Tiba di suatu negeri, Zubaidah bertemu dengan seorang putri yang sedang bersembunyi di dalam gua batu. Sang putri terkejut dan malu karena dilihatnya seorang laki-laki datang kepadanya. Sesungguhnya laki-laki itu adalah Zubaidah. Zubaidah membuka topinya dan seraya berkata, "Kau jangan malu-malu, saya juga adalah seorang wanita. Ada masalah apa kamu sampai bersembunyi di dalam gua batu ini?". Putri ini tidak percaya bahwa yang berhadapan dengannya adalah juga seorang wanita juga. Dia tetap percaya Zubaidah adalah seorang laki-laki. Putri ini menjawab, "Saya tidak tenang di rumah karena saya akan diganggu oleh kakak saya". "Kalau begitu kita serang kakakmu!". Kata Siti Zubaidah". "Sanggupkah kau?". Sang putri menjawab, "Sanggup". Mereka berangkat menyerang kakak putri ini. Sehari semalam kakaknya bertarung, dan kakaknya kalah, sehingga sang putri diangkat menjadi Raja Muda. Siti Zubaidah berpamitan akan meneruskan perjalanannya tetapi putri (Raja Muda) ingin turut serta. Zubaidah menanyakan masalah ini kepada Sultan (kakak dari Raja Muda) yang mendapat persetujuan dari Sultan.

Berangkatlah Zubaidah bersama dengan Raja Muda dan akhirnya, tiba di negeri Sultan Yunan. Sultan Yunan pun diperangi oleh Zubaidah yang tetap menyamar sebagai laki-laki bersama-sama dengan Raja Muda. Sultan Yunan kalah. Karena kekalahannya Sultan Yunan mengawinkan adiknya yang perempuan dengan Zubaidah (yang dikiranya laki-laki). Sultan Yunan berkata, "Setelah kau kawin dengan adikku, kau diangkat menjadi Sultan Yunan menggantikan saya". Zubaidah menjawab, "Boleh kami kawin, tetapi setelah nikah, kami belum bisa campur, karena saya pantang kawin sebelum niat saya tercapai". Perkawinan dilaksanakan dan Zubaidah menjadi Sultan. Kemudian Zubaidah dan Raja Muda meneruskan perjalanan menuju negeri Cina dengan beberapa orang pengiring dari negeri Yunan. Sampai di negeri Cina mereka lalu menyerang. Dari pihak Cina yang keluar adalah empat orang putri, tetapi Kilan Cahya dan Kilan Bungsu hanya menonton saja. Selama tujuh hari tujuh malam mereka bertempur tetapi tidak ada yang menang atau kalah. Zubaidah mengatur siasat baru, dan kembali ke Yunan. Kali ini yang berangkat hanyalah Zubaidah dengan Raja Muda temannya tadi. Mereka berdua menyamar sebagai penari bayaran untuk menyelidiki dimana Tuan Abidin ditawan.

Setelah tiga hari mereka menari, telah mendapat bayaran uang yang lumayan ditambah masing-masing seekor kuda. Kemudian Zubaidah bertemu dengan seorang laki-laki asal dari Indonesia. Orang ini berkata kepada mereka berdua, "Saya heran, dalam jeruji beracun itu ada seorang yang selalu menyebutkan nama Zubaidah. Barang kali ini istrinya, atau ibunya, atau adiknya, tetapi suaranya sangat pelan hampir tak terdengar (karena pernah diracun) dan telah delapan tahun dalam kurungan besi itu." "Dimana dia sekarang?" kata Zubaidah menyelidiki. Orang itu menunjukkan tempat jeruji besi itu. Zubaidah berkata, "Cukup, kamu diam-diam saja, jangan lagi dekat pada saya nanti diketahui orang lain."

Tengah malam Zubaidah mengeluarkan tawanannya dari jeruji besi. Jeruji besi beracun itu, ternyata tujuh lapis dan gembok pintunya sangat besar. Sekali tarik oleh Zubaidah gembok pintu pertama, hancur, dan seterusnya sampai pintu ke tujuh. Ketika Raja Muda mengangkat seorang di antara empat tawanan itu, kuku mereka cabut dengan mudah karena termakan racun dulu. Zubaidah membaca mentera dan sembuhlah para tawanan itu, Zubaidah dan Raja Muda membawa tawanan empat orang itu masing-masing dua orang dengan menunggangi kuda hadiah dari Raja Cina tadi kepada mereka sebagai penari. Sampai di negeri Yunan mereka dirawat dengan baik hingga segar semuanya.

Siti Zubaidah berkirim surat ke negeri Cina atas nama Sultan Abidin Thohir, bukan atas nama negeri Yunan, yang isinya menantang negeri Cina untuk berperang besar-besaran. Putri-putri cina membalas tantangan ini menyatakan akan membumi hanguskan kerajaan Sultan Thohir. Zubaidah kembali ke kerajaan Abdul Thohir dan mempersiapkan bala tentaranya, kemudian berangkat menyerbu kerajaan Cina lewat  Yunan. Tidak ketinggalan Sultan Abidin pun ikut berperang. Komandan tertinggi angkatan perang Cina adalah Kilan Cahya dan adik-adiknya sebagai komandan-komandan pasukan. Bala tentara Cina sangat banyak sekali, mereka ke luar dan menyerbu pasukan Zubaidah dan pasukan Abdul Thohir, dengan ganas dan suara gemuruh. Di pihak Zubaidah terdapat Sultan Thohir, Sultan Abidin dan pengawalnya tiga orang, serta tentara yang banyak pula. Tidak ketinggalan pula anak Zubaidah yang baru berumur delapan tahun turut serta untuk membela dan menyelamatkan ayahnya Sultan Abidin, tetapi dicegah oleh Raja Muda yang turut membela Zubaidah. Peperangan terjadi dengan dahsyat. Sultan Abidin turun kegelanggang lebih dahulu dari Zubaidah. Tetapi setelah tujuh hari berperang, kekuatan dan kemampuan Sultan Abidin makin lemah, yang kemudian diganti oleh Siti Zubaidah dan Raja Muda. Raja Muda berkata kepada Siti Zubaidah, "Sultan minggir saja dan beristirahatlah dahulu sambil jaga Ahmad, karena kalau tidak dijaga, dia akan turut berperang."

Melihat Siti Zubaidah yang diketahuinya sebagai Sultan Yunan, putri Cina (Kilan Cahya) berkata, "Sultan Yunan! mengapa anda melanggar kehormatan kami sedemikian parahnya?, apa salah kami?" Jawab Siti Zubaidah, "Kesalahan kamu terlalu besar, Sultan Abidin kamu kurung dalam jeruji besi beracun selama delapan tahun dan pernah kamu suruh minum raun. Dia adalah kakak saya. Karena itu, kamu akan saya hancurkan." Mendengar itu Kilan Jalik dan Kilan Suri langsung menyerang Zubaidah. Keduanya terlompat ke angkasa dan setelah jatuh ke tanah, segera diikat keduanya oleh Siti Zubaidah. Kemudian kedua orang adik Kilan Cahya menyerang Zubaidah, tetapi dapat diikat oleh Zubaidah juga.

Melihat kenyataan ini, Kilan Cahya dan seorang adiknya (bukan Kilan Bungsu) maju dan melompat menyerang, tetapi mereka mengalami nasib yang sama dengan saudara-saudaranya terdahulu. Kemudian baru Kilan Bungsu menyerang dengan rantai pasukannya membela enam orang kakak-kakaknya. Rantainya dilemparkan dan berhasillah Kilan Bungsu mengikat Zubaidah. Tetapi Zubaidah memberontak. Sekali serentak rantai Kilan Bungsu meleleh menjadi air. Zubaidah mengeluarkan panah pasukannya langsung dibidikkannya kepada Kilan Bungsu dan panah pusaka mengenai telinganya sebelah kanan, sehingga lepas dari kepalanya. Bidikkan kedua mengenai hidung Kilan Bungsu. Itulah sebabnya kalau Cina berbicara suaranya jadi sengau. Kilan Bungsu kemudian melarikan diri berikut anak buah dan bala tentaranya. 

Setelah Zubaidah berhasil mengalahkan putri-putri Cina menguasai kerajaan Cina, mereka kembali ke Yunan. Enam orang tawanan (Kilan Cahya dan adik-adiknya) dibawa ke Yunan. Lima orang adik-adik Kilan Cahya, dibagi-bagikan Zubaidah kepada saudara-saudara yang laki-laki. Tinggal kini hanya Kilan Cahya. Siti Zubaidah kemudian berkata kepada Sultan Abidin yang sesungguhnya adalah suaminya, tetapi Sultan Abidin sendiri tidak mengenal lagi kalau pembelanya adalah istrinya sendiri, yang menyamar sebagai laki-laki. Kata Siti Zubaidah. "Sultan Abidin, peperangan sudah selesai. Anda telah selamat dan sehat kembali. Apakah anda akan kembali ke negeri anda semula atau tidak? Kalau saya tetap tinggal di sini karena saya adalah Sultan Yunan'. Sampai saat ini Zubaidah tetap menyamar sebagai laki-laki tak seorangpun yang tahu siapa dia sesungguhnya. Zubaidah melanjutkan, "Perlu engkau ketahui yang menjadi sebab mengapa engkau ditawan oleh Kilan Cahya, karena dia punya maksud tertentu kepada engkau, tetapi engkau tolak. Karena itu engkau diracuni, tetapi tidak dibunuhnya. Karena itu sesuai dengan keinginan Kilan Cahya, saya mohon engkau mau kawin dengan Kilan Cahya dia adalah putri tertua kerajaan Cina." Sultan Abidin menolak dan berkata, "Saya tidak bersedia. Sebelum saya bertemu dengan istri saya Zubaidah, saya tidak punya rencana apa-apa, kecuali kalau istri saya mengizinkan." Mereka pun berbantah dan Sultan Abidin tetap pada pendiriannya. Akhirnya mereka berdua sepakat akan mencari istri Sultan Abidin lebih dulu.

Dua hari kemudian telah ditetapkan mereka berdua, mereka akan berangkat mencari istri Sultan Abidin. Sultan Abidin telah siap dengan pengiring-pengiringnya. Pada keesokan harinya, Sultan Yunan (yang sesungguhnya adalah Zubaidah) belum bangun dari tidurnya. Sultan Abidin berkata pada pengiringnya lebih baik Sultan Yunan didatangi ke kamarnya dan dibangunkan. Setelah kamar dibuka, ternyata Sultan Yunan adalah seorang wanita yang dikenal sebagai Zubaidah, istri Sultan Abidin. Sultan Abidin terkejut bukan alang kepalang. Siti Zubaidah bersujud pada suaminya. Setelah bercerita cukup lama, karena Zubaidah meminta agar Sultan Abidin kawin dengan Kilan Cahya, maka kawinlah mereka. Sedangkan Putri Yunan yang tadi ia mengira sebagai istri Zubaidah, kawin dengan Sultan Thohir, kakak Zubaidah.

Dengan demikian Zubaidah sendiri yang memenuhi kehendak mertuanya yaitu Sultan Abidin suaminya kawin dengan putri raja.

 

 

Sumber : Cerita Rakyat (Mite dan Legende) Daerah Lampung. Depdikbud

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...