Alkisah ada sebuah cerita tentang orang-orang berani dan kuat di Sumbawa zaman dulu. Orang yang pertama bernama Ne Cantal Beta sedang orang yang kedua bernama Ne Bua' Lentuk. Ne Bua' Lentuk kalau tidak khilap berasal dari bagian timur, sedang Ne Cantal Beta berasal dari bagian barat. Konon Ne Cantal Beta ini setiap harinya tidak ada kerjanya selain berkelana ke sana kemari, sambil membawa peralatan/ perkakas untuk berkelahi, seperti parang, tombak, keris, sampai kepahatdan apa yang disebut di dalam bahasa Sumbawa "perku."
Dia ke sana kemari mencari lawan, keluar desa masuk desa, mendaki gunung dan menuruni lembah dan ngarai, pergi mencari lawan untuk berkelahi. Di beberapa tempat memang ia bertemu dengan orang-orang yang berani mencoba melawan dia, tapi semua orang itu kalah. Karena beraninya, dia dijuluki dengan kata-kata "kebal gancang" artinya "kebal dan cekatan."
Kalau ia bertemu dengan orang yang berani melawannya, ia malah menyuruh lawannya itu memilih sendiri senjata yang mau digunakan. Akhirnya tibalah saatnya dimana tak ada daerah yang tak didatangi olehnya di bagian barat itu. Dan ia pun mengambil keputusan untuk menunju bagian timur Sumbawa. Akhirnya, di bagian timur pulau Sumbawa ada seorang yang bernama Ne Bua' Lentuk. Ne Bua' Lentuk ini seperti juga dia sendiri, kesana - kemari membawa senjata mencari lawan berkelahi. Ia lawan dan ia songsong musuhnya. Tegasnya, ia ingin melihat sampai dimanakah batas kekuatannya, batas ilmu yang dimilikinya itu. Habis sudah daerah bagian timur didatanginya dan ia mengambil keputusan untuk berangkat ke bagian barat dengan satu tujuan, mencari lawan yang mau bdrkelahi dengan dia, mencari otrang yang berani bertikam-tikaman dengan dia.
Kedua orang ini rupanya sudah ditakdirkan untuk bertemu satu sama lain. Mereka bertemu di sebuah sungai. Rupanya sungai itu menjadibatas antara daerah timur dan daerah bagian barat.Dan sungai ini terkenal sebagai sungai yang banyak ikannya. Disitu orang-orang saban hari mencari ikan, orang-orang dari bagian timur mencari ikan di bagian timur sungai dan orang-orang dari bagian barat mencari ikan dibagian barat sungai itu. Demikian pula dengan kedua orang itu, Ne Cantal Beta mencari ikan di bagian barat, sedang Ne Bua' Lentuk menangkap ikan dibagian timur. Sin gkatnya di sungai itu mereka bertemu dan saling berpandangan.
"pa makssud adik?" tanya Ne Cantal Beta karena dipandang terus oleh Ne Bua' Lentuk. Ne Cantal Beta merasa dirinya agak besar dan tua dibandingkan dengan Ne Bua' Lentuk.
"Ah, memang aku mencari teman untuk berkelahi," tantang Ne Bua' Lentuk karena melihat gerak-gerik Ne Cantal Beta.
"Lho, aku juga demikian, "kata Ne Cantal Beta, "baik benar tempat kita bertemu ini, tapi sebaiknya kita ngobrol-ngobrol dulu di tempat yang teduh, kita bersenang-senanglah dulu."
Mereka berdua menuju ke tempat yang teduh, konon dibawah, sebuah pohon yang rindang. Pohon itu disebut, "pohon tempok."
"Ah, kalau begitu betul juga kau, coba lihat senjata-senjatamu."
"Ini semua senjata yang ku bawa, dan terserah yang mana yang kau pilih. Kau dulu atau aku, terserahlah."
"Begini saja, kita makan minum dulu, kita senangkan hati kita dulu."
"Kalau begitu kita tidur di sini juga. Siapa yang terbangun dari tidurnya dialah yang lebih dulu, dia yang menghantam."
"Bagus," kata Ne Bua' Lentuk.
Mereka tidur di situ, di bawah rindangnya pohon, setelah selesai makan siang. Kira-kira menjelang ashar, Ne Cantal Beta terbangun dari tidurnya, dialah yang datang mencari lawan dari baratitu. Seketika ia menyambar beberapa senjata yang ada di depannya dan digasaknyalah Ne Bua'Lentuk yang masih tidur dengan nyenyaknya. Tapi dengan senjata apa pun yang dipakai menggasak Ne Bua' Lentuk, senjata itu menjadi tumpul semuanya. Belum juga ia terbangun. Digasak lagi, maklumlah yang dari timur ini terkenal kebal dan berani. Kemudian ia menyambar pereku. Tumpul dan majal pereku itu. Dia menyambar pahat sebagai senjata terakhir yang diharapkan bisa membunuh Ne Bua'Lentuk. Dengan pahat itu ia menghantam matanya tapi pahat itu bengkok.
Tiba-tiba Ne Bua' Lentuk bersin. Dan ia terbangun.
"Hi, apa yang kau kerjakan?" tanyanya.
"Aduh, habis semua senjata kupakai dan tinggal perkakas dan senjata ini saja. Sentaku tinggal pahat ini saja, lalu kau terbangun. Jadi tinggal giliranmu nanti. Dan marilah kita pergi mencari ikan dulu ke sungai untuk makan malam. Dan kalau kau terbangun besok pagi, ya mulailah menghantam aku," kata Ne Cantal Beta. Mereka berdua turun ke sungai mencari ikan dan setelah itu mereka pun makan malamlah.Kemudian mereka ngobrol-ngobrol sampaijauh malam. Karena mengantuk, kemudian mereka tertidur. Subuh Ne Bua' Lentuk terbangun.Seketika itu juga tanpa menunggu ia menyambar parang., menyambar senjata yang lain-lain lagi dan menggasak Ne Cantal Beta yang masih tertidur. Sama saja hasilnya, tumpul semua senjata yang dipakainya. Ada yang bengkok seperti sebuah sebuah semdok.
Ia menyambar pereku, pereku ini juga menjadi tumpul dan akhirnya ia menyambar pehatnya. Ia memahat telinga Ne Cantal Beta. Ne Cantal Beta karena merasa geli, ia bersin. Bersinnya keras sekali hingga pahat yang dipegang oleh Ne Bua' Lentuk mempersilakan Ne Cantal Beta untuk bangun.
"Kalau begitu, kita ini sama saja rupanya, sudah tidak ada senjata yang sisa yang tidak kita pakai."
Ia bertanya, "Ilmu apa sebenarnya yang ada padamu?"
Diperlihatkanlah. Apa? Hanya sebatang rotan yang tidak begitu panjang. Dan yang seorang lagi memperlihatakan dimana letak kekauatannya. Sama saja, hanya sepotong rotan yang tidak begitu panjang. Bentuk dan rupanya sama. Jadi siapakah guru mareka ini?
Diberitahulah siapa gurunya, dan rupanya mereka berguru pada seorang gur yang sama pula. Guru mereka konon datang dari daerah seberang, seorang sekh. Dari sekh itulah asal sepotong ritan yang ada pada mereka itu. Tapi di samping itu sekh itu juga menyuruh mereka berbuat ibadat, dan itulah berkat yang mereka terima.
Jadi katanya, kita harus percaya pada Tuhan. Tuhan yang paling berkuasa, kita-kita ini akhirnya akan mati juga.
"Kalau begitu marilah kita bersalaman," kata yang seorang.
Mereka pun bersahabatlah setelah mengalami percobaan-percobaan yang mengerikan itu.
Maka tamatlah cerita ini.
sumber:
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja