Syahdan di sebuah desa terpencil di Jawa Timur, ada seorang kakek tua yang telah lama mengabdi pada suatu keluarga Belanda. Setelah lama mengabdi dan usianya semakin tua, sang kakek yang dikenal soleh dan jujur tersebut memutuskan untuk meninggalkan masalah keduniawian. Sang kakek ingin bertapa dan meninggalkan keluarga Belanda yang telah lama menerima dirinya.
Tempat tujuan bertapa sang kakek adalah sebuah curug, di curug tersebut kakek Bodo mendapat kesaktian, dan digunakan untuk membantu warga desa setempat yang membutuhkan pertolongan. Di curug itu pula sang kakek mengakhiri masa hidupnya dalam pertapaan. Atas sikapnya yang memutuskan untuk meninggalkan masalah keduniawian, keluarga Belanda yang ditinggalkan menyebut sang kakek dengan sebutan “kakek yang bodoh”. Nama inilah yang dipakai sebagai sebutan bagi curug tempat sang kakek bertapa.
Secara administrasi, Curug Kakek Bodo masuk dalam wilayah Tretes, Kelurahan Pecalukan, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Dari pusat Kota Surabaya menuju lokasi curug hanya berjarak sekitar 60 km atau menghabiskan waktu sekitar 1 jam perjalanan darat. Mengingat lokasi curug yang berada di Lereng Gunung Arjuno, sepanjang perjalanan, mata pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan hijau yang sangat indah.
Setelah sampai di pintu masuk lokasi curug Kakek Bodo, pengunjung tidak bisa langsung menikmati keindahan curug, melainkan harus melanjutkan perjalanan tracking sejauh sekitar 2 km atau setara dengan 1 jam perjalanan. Pengunjung curug tidak perlu khawatir dengan trackyang akan dilalui, pasalnya jalan menuju lokasi curug sudah bagus dan tertata rapi. Apalagi di bagian awal perjalanan tracking masih ditemukan beberapa kios yang menjajakan makanan dan minuman.
Sekitar 100 meter menjelang lokasi curug, terlihat suatu bangunan berbentuk persegi dan bagian atapnya berbentuk limas. Bangunan tersebut merupakan makam yang diperuntukan bagi jasad sang kakek. Meski demikian, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam makam.
Curug Kakek Bodo sendiri memiliki ketinggian pancur mencapai 40 meter dan airnya bersumber dari aliran Sungai Kaligetik. Tepat di bawah pancuran air curug, terdapat kolam alami yang luas dengan kedalaman 1 hingga 5 meter. Kolam alami tersebut menjadi tempat favorit pengunjung untuk bermain air atau duduk-duduk di bebatuan cadas sekadar menikmati kesejukan suasana di Curug Kakek Bodo.
Untuk mendukung keberlangsungan kegiatan wisata di lokasi Curug Kakek Bodo, pihak pengelola yang bekerja di bawah komando Perhutani mendirikan berbagai fasilitas pendukung. Fasilitas pendukung pariwisata tersebut antara lain, jalan setapak yang bagus, shelter di sepanjang track, mushola, toilet, kolam renang, taman bermain anak, hingga kios penjual minuman dan makanan.
Dibuka untuk umum setiap hari, Curug Kakek Bodo menjadi salah satu pilihan destinasi liburan favorit bagi keluarga yang mendambakan keindahan alam di kawasan sejuk. Dengan harga tiket yang terjangkau dan dilengkapi berbagai fasiltas penunjang wisata, tidak salah jika objek wisata Curug Kakek Bodo kerap dipenuhi pengunjung saat akhir pekan tiba
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja