Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
Cerita Gunung Pararawen
- 27 Desember 2018

Dahulu kala di puncak gunung Pararawen ada sebuah kota yang indah sekali. Kota itu lengkap dengan gedung-gedung balai pertemuan, kolam permandian, dan banyak hal-hal lainnya.

Pada zaman kekuasaan raja Tiong Gomba, negeri itu makmur sekali. Rakyatnya hidup senang, tak ada kesukaran, aman dan tenteram serta berbahagia.

Raja itu mempunyai seorang putri, putri Ayang namanya. Putri itu makin lama makin besar dan pada waktu itu sudah meningkat dewasa. Karena raja hanya mempunyai seorang putri saja, maka putri itu sangat dimanjakan. Apa saja kemauannya semuanya diturutkan. Atas permintaannya, dibuatkanlah sebuah kolam khusus tempat sang putri mandi. Tiap hari ia mandi di kolam itu. Ia boleh mandi sepuas hatinya di kolam itu.

Pada suatu hari raja Tiong Gomba bermaksud hendak mengadakan perjalanan ke hilir ke kota Kayu Tangi. Sebelum ia berangkat, diceritakannya kepada istrinya akan rencananya itu dan mengharapkan supaya mereka tinggal baik-baik, dalam suasana yang aman dan tenteram.

Pada hari yang sudah ditentukan, raja Tiong Gomba menyuruh anak buahnya menyediakan perlengkapan secukupnya dan kemudian berangkatlah mereka.

Alkisah, raja Tiong Gomba dan pengiringnya naik ke dalam perahu, berangkat langsung ke hilir. Setelah kira-kira enam jam perjalanan, sampailah mereka pada sebuah gosong pasir dan melihat seekor buaya besar yang sedang berjemur di panas matahari.

Lalu raja Tiong Gomba menyuruh anak buahnya mendekati buaya itu untuk mengetahui apakah benar-benar masih hidup atau sudah mati. Setelah didekati, ternyata buaya itu masih hidup. Lalu kata Tiong Gomba, "Hai buaya" "Kalau kamu buaya sejati, bukan buaya jadi-jadian, aku ingin menyaksikan kehebatanmu. Coba tangkaplah anakku di atas gunug Pararawe sana!" Setelah berkata demikian, mereka lalu meneruskan perjalanannya ke hilir menuju Kayu Tangi.

Setelah mendengar ucapan Tiong Gomba yang dianggapnya sebagai suatu penghinaan, buaya itu lalu mencari daya upaya, bagaimanakah caranya ia bisa sampai ke puncak gunung Pararawen itu. Sebab menurut  kata raja, putrinya mandi setiap hari dikolam yang khusus dibuatkan untuknya di puncak gunung Pararawen.

Demikianlah buaya itu lalu pergi menuju sungai Pararawen, meneruskan perjalananya dan akhirnya sampai di  daerah terdekat di kaki gunung itu. Ia berdaya upaya mencari akal untuk sampai ke puncaknya. Setiap hari digalinya lubang sedikit demi sedikit. Begitulah dilakukannya, membuat lubang naik menuju bukit Pararawen. Lama kelamaan akhirnya lubang yang digalinya itu, yang merupakan terowongan, tembus juga ke puncak, dan kebetulan persis ditengah-tengah kolam tempat permandian sang putri. Disitulah buaya itu menunggu saatnya putri Tiong Gomba yang bernama Ayang turun mandi.

Pada suatu pagi, ketika putri Ayang sedang asyik mandi, buaya itu tiba-tiba menyambarnya dan langsung membawa putri itu ke hilir menuju sebuah gosong tempatnya berjemur dahulu.

Setelah beberapa lama raja Tiong Gomba berada di Kayu Tangi, mereka pun kembalilah ke negerinya di puncak gunung Pararawen.

Menurut ceritanya, dalam perjalanan pulang tersebut, sampailah mereka di gosong tempat buaya berjemur dan ketika hendak melewatinya, buaya itu sudah ada lagi. Tetapi di situ mereka melihat sepotong batang kayu dan di atasnya kelihatan terletak sepotong tangan.

Melihat hal itu, Tiong Gomba menyuruh anak buahnya mendekati tempat tersebut, memeriksa hal apakah yang telah terjadi disitu.

Rupa-rupanya buaya itu setelah menyambar dan membunuh sang putri, mayatnya lalu dibawa dan diletakkannya di atas gosong tempatnya berjemur dahulu sementara raja Tiong Gomba, masih berada di hilir dan gelang itu dikenalnya mirip seperti gelang putrinya, Tiong Gomba pergi mendekatinya dan memeriksa hal itu lebih lanjut.

Kenyataannya memang benarlah bahwa tangan yang terlihat itu adalah tangan putrinya sendiri. Hal itu lebih jelas lagi setelah dilihatnya badan putri itu masih utuh, tidak ada yang kurang, cuma saja ia ternyata sudah tak bernyawa lagi. Mayat anaknya dibawanya kembali ke negerinya dipuncak gunung Pararawen. Menurut ceritanya kolam itu masih ada sampai sekarang.

 

 

sumber:

  1. Alkisah Rakyat (http://alkisahrakyat.blogspot.com/2015/11/cerita-gunung-pararawen.html)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline