Zaman dahulu kala, di tepian Sungai Tami di Irian Jaya, ada sepasang suami istri yang menantikan kehadiran seorang anak. Sang suami bernama Towjatuwa, ia sangat gelisah karena istrinya yang sedang hamil tua mengalami kesulitan ketika mau melahirkan.
Hanya ada satu cara untuk membantu istrinya melahirkan, yaitu dengan mengoperasinya. Menggunakan batu tajam dari Sungai Tami. Ketika ia sedang sibuk mencari batu tajam, tiba-tiba muncul seekor buaya besar di depannya. Towjatuwa kaget bukan kepalang. Ia sangat ketakutan dan hampir pingsan.
Buaya itu semakin mendekati Towjatuwa dengan tubuh yang terlihat aneh tidak seperti buaya lainnya. Di punggung buaya itu tumbuh bulu – bulu burung kaswari. Hal ini membuat buaya itu tampak menyeramkan ketika bergerak.
Ketika jarak buaya semakin dekat, Towjatuwa mulai bersiap-siap melarikan diri. Tiba -tiba sang buaya menyapa Towjatuwa dengan ramah.
“Jangan takut ! Maafkan aku jika aku mengagetkanmu. Namaku Wituwe. Siapa namamu dan apa yang kamu cari di sungai ini ?” tanya buaya.
“Oh, a….ku…aku.. namaku Towjatuwa. Aku di sini sedang mencari batu tajam untuk membantu istriku melahirkan, jawab Towjatuwa ketakutan.
Rasa takut Towjatuwa semakin lama semakin hilang karena buaya tersebut tidak seseram penampilannya. Pembicaraan mereka semakin akrab dan santai. ” Kamu tidak usah khawatir Towjatuwa. Aku akan menolong istrimu melahirkan,” kata buaya ajaib itu.
Towjatuwa merasa senang mendengar hal itu. Ia kembali ke rumah dan menceritakan pertemuannya dengan buaya ajaib kepada istrinya. Esok harinya perut istri Towjatuwa mulai terasa sakit. Towjatuwa mulai panik, ia menunggu-nunggu kedatangan si buaya ajaib. Tapi lama ditunggu tak kunjung datang tiba. Namun di saat-saat terakhir, ketika istrinya sudah tak kuat menahan rasa sakit, Buaya ajaib itu datang ke rumahnya.
Wituwe si Buaya ajaib menepati janjinya. Ia menolong persalinan istri Towjatuwa. Akhirnya istri Towjatuwa bisa melahirkan anaknya dengan selamat. Tak lama kemudian terdengar tangis bayi laki-laki memecahkan keheningan malam. Towjatuwa merasa lega dan bahagia. Bayinya lahir dengan sehat dan selamat, anak itu diberi nama Narrowra.
Towjatuwa sangat berterima kasih kepada si Buaya ajaib. Si Buaya ajaib hanya berpesan, ” Towjatuwa, kau dan keturunanmu jangan ada yang membunuh atau memakan daging buaya. Jika kau langgar pantangan ini kau dan keturunanmu akan mati !”.
” Ya aku akan ingat pesanmu ini hai Buaya ajaib…!” kata Towjatuwa.
Towjatuwa dan anak keturunannya memnuhi janjinya. Mereka bukan hanya melestarikan buaya di sungai Tami, hewan-hewan di sekitar sungai juga tidak mereka ganggu demi menghormati buaya ajaib.
Sumber : http://blog.unnes.ac.id/achikfina/2016/10/27/cerita-rakyat-irian-jaya-dongeng-buaya-ajaib/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja