Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Maluku
Cerita Batu Hitam dari Pulau Yamdena
- 27 Desember 2018

Sekali peristiwa datanglah dari arah Barat pulau Yamdena tiga orang masing-masing bernama Ratulolun, Famela dan Iru. Mereka tinggal diatas sebuah gunung yang bernama LASYERI. Karena mereka berdiam di gunung maka tentu saja mereka tidak pernah melihat laut. Pada suatu ketika mereka berkeinginan untuk turun ke laut mencari ikan melalui sungai LOKLAKISI, yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka dan sungai itu mengalir dan bermuara di tepi laut. Mereka lalu pergi mengambil kulit kayu untuk dijadikan semacam perahu yang akan dipergunakan mengikuti aliran sungai itu sampai ke laut. Setelah segala sesuatu disiapkan maka berangkatlah mereka mengikuti aliran sungai itu menuju tepi pantai untuk menangkap ikan. Namun sebelum mereka berangkat mereka janjikan istri-istri mereka agar bilamana bulan akan terbit para istri tersebut harus menyusul mereka ke laut.

Demikianlah pekerjaan mereka setiap hari. Beberapa hari kemudian ketika mereka lagi menyusuri sungai Loklakisi untuk melaksanakan tugas mereka sebagaimana biasa tiba-tiba terlihat oleh mereka seorang Tua yang bernama AU yang sementara bertugas memangkur sagu di sana sedang memotong rotan untuk membuat tumang sagu tempat mengisi tepung sagu. Au lalu bertanya kepada orang-orang dari Lasyeri itu. "Dari mana kalian dan mengapa kalian datang ke tempat ini?" Orang-orang Lasyeri itu segera menjawab bahwa mereka sudah lama berdiam di sekitar hulu sungai ini. Orang tua Au itulah lalu mengajak orang Lasyeri agar sebaiknya mereka turun dan berdiam di sekitar muara sungai itu supaya dapat melihat laut.`

Tawaran Au ini diterima dengan segala senang hati oleh orang-orang Lasyeri, sehingga pada keesokan harinya turunlah mereka semua dan berdiam di sekitar muara sungai itu dan tempat itu lalu diberi nama Loklakisi sesuai dengan nama sungai itu. Beberapa hari kemudian AU orang tua yang berasal dari Lumasebu itu mengajak orang-orang Lasyeri yang sudah turun menempati daerah Loklakisi, agar mereka sudi hidup bersama-sama dengan Au di kampungnya. Ajakkan Au kali ini ditolak oleh penghuni Loklakisi. Penolakan ini menimbulkan benih perpecahan antara penghuni Loklakisi dan penghuni Lumasebu. Perpecahan ini lama kelamaan menimbulkan peperangan antara penduduk kedua kampung itu, akibatnya banyak sekali orang-orang Lumasebu yang mati terbunuh dalam peperangan itu. Memang dalam peperangan itu banyak pula di antara orang-orang Loklakisi asal kampung gunung Lasyeri yang mati terbunuh dalam peperangan itu. Namun orang-orang Loklakisi memiliki semacam daun yang dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Bilamana daun itu diletakkan pada tubuh orang mati itu, maka ia akan segera hidup kembali.

Dengan demikian tentu saja penduduk Lumasebu akan berkurang sebaliknya penduduk Loklakisi bertambah kerena tentu ada yang lahir di samping yang sudah mati dihidupkan kembali dengan daun tadi. Hal ini belum diketahui oleh pihak musuh mereka. Pada suatu ketika ada seorang tua dari Loklakisi bernama Amppet lehernya dipancung putus oleh seorang Lumasebu, ia segera dihidupkan kembali oleh rekan-rekannya dengan menggunakan obat  sebu, sehinga mereka mengatakan bahwa orang-orang Loklakisi yang berasal dari gunung Lasyeri itu tidak baik, mereka semua adalah Suanggi yaitu orang-orang yang memiliki kekuatan-kekuatan magis dan mulai saat itu orang Lumasebu tak ingin lagi bergaul dengan orang-orang Loklakisi. Beberapa bulan kemudian terjadi peristiwa orang-orang Loklakisi pergi mencari ikan di satu tempat. Ketika ikan sudah mereka peroleh lalu turunlah mereka ke pantai di tepi sungai itu untuk memanggang ikan hasil perolehan mereka tadi. Mereka menyuruh tiga orang anak mereka menunggui ikan yang dipanggang di tepi sungai itu sedang sisanya masuk ke hutan untuk berburu babi.

Sepeninggal mereka masuk ke hutan maka bergolaklah air tadi lalu keluarlah dari  dalam sungai tadi seekor ikan yang sangat besar lalu naik ke tepi sungai itu seraya tiba, tiba-tiba berubah menjadi seorang perempuan tua. Perempuan tua itu mengambil semacam daun lalu disentuhkan pada ikan-ikan yang sedang dipanggang itu lalu melompatlah ikan-ikan itu ke dalam sungai semuanya yang telah hidup kembali. Ketika sungai tadi bergelora dan sebelum ikan besar yang berubah menjadi perempuan tua tadi keluar dari sungai itu, ketiga anak yang menunggui ikan yang dipangang itu sudah melarikan diri. Yang seorang bersembunyi disela-sela akar sebuah pohon besar dan yang dua lagi memanjat pohon pinang. Dari sana mereka menyaksikan peristiwa yang ajaib itu. Setelah perempuan tua itu menghidupkan kembali ikan-ikan yang sedang dipanggang itu ia lalu berjalan keliling sambil berkata di dalam hatinya; siapakah  gerangan yang mempunyai ikan-ikan  panggang yang telah dihidupkan kembali itu.

Tiba-tiba nampaklah oleh perempuan itu kedua anak yang sedang bersembunyi di atas pohon pinang tadi. Kedua anak itu lalu diajak turun oleh nenek tua itu, namun karena kedua mereka takut, maka mereka tidak mau turun. Nenek tua itu terus memaksa kedua anak itu agar mereka turun dari atas pohon pinang, dan akhirnya mereka turun dari pohon tersebut. Sementara kedua anak itu turun di mana mereka baru sampai pada pertengahan pohon itu, perempuan tua itu lalu mengambil tongkatnya dan disentuhkan pada ujung cawat (semacam celana) kedua anak tadi langsung keduanya berubah menjadi dua ekor Kusu (Kus-Kus). Kemudian nenek (perempuan tua) itu menghilang tak tahu kemana perginya. Tak lama kemudian datanglah orang-orang yang berburu babi ke hutan. Di sana tak kelihatan seorang pun dari ketiga anak yang ditugaskan untuk menunggu ikan mereka yang sementara dipanggang itu. Jangankan anak-anak itu, ikan panggang itu pun tidak kelihatan bekasnya lagi. Ketika mereka sedang sibuk mencari ikan panggang tiba-tiba terdengar suara berkata:

"Mulai dari saat ini sampai seterusnya turunan kita tidak boleh makan kusu (kus-kus) sebab kami berdua telah dijadikan kusu (kus-kus) oleh seorang perempuan tua yang keluar dari dalam sungai ini." Sementara mereka sedang terpesona mendengar suara itu, tiba-tiba keluarlah anak yang bersembunyi di balik akar pohon besar itu, lalu berlari dengan kencang menuju ayahnya sambil memeluk ayahnya itu seraya menangis tersedu-sedu. Ia lalu menceriterakan semua peristiwa yang telah menimpa kedua saudaranya. Selesai beritera itu, maka mereka pun pulanglah kembali  ke kampung mereka LOKLAKISI. Beberapa hari kemudian anak kecil tadi mengajak ayahnya pergi untuk mencoba kebenaran daun yang dipakai oleh perempuan tua yang mincul dari sungai tadi. Permintaan anak itu dikabulkan oleh ayahnya. Maka pada keesokan harinya berangkatlah anak itu bersama-sama ayahnya menuju tempat di mana dahulu ikan-ikan itu dipanggang.

Mereka pergi dengan membawa dua ekor anjing, yang satu berwarna merah dan yang satu berwarna hitam. Setibanya mereka di tempat itu, keluar ekor anjing itu dibelah oleh ayahnya, kemudian belahan anjing hitam ditempelkan pada belahan anjing merah, kemudian daun itu diambil lalu diperas pada belahan-belahan anjing tadi. Tiba-tiba kedua anjing itu hidup kembali di mana masing-masing anjing itu sebelah berwarna hitam dan sebelah berwarna merah. Sesudah itu anak kecil tadi bersama ayahnya pulang kembali ke rumah mereka di Loklakisi. Sesampai di rumah ibu sang anak tadi menjadi heran melihat kedua anjing mereka itu, lalu sang ayah pun menceriterakan hal ini kepada istrinya.

Mulai saat itu bilamana ada orang kampung yang meninggal, maka mereka segera dihidupkan kembali dengan menggunakan daun tadi, sehingga penduduk di sana bertambah banyak dan tidak pernah berkurang. Perkembangan kampung itu berjalan terus, sehingga pada suatu ketika timbullah satu perundingan antara penduduk Loklakisi dengan penduduk Waturn agar mereka dapat hidup berdampingan. Dalam perundingan itu kedua belah pihak setuju lalu berpindahlah mereka ke suatu tempat yang baru bernama "ANGAMPUIN." Ketika mereka sudah hidup di tempat yang baru itu, pada satu hari seorang perempuan bernama "REMSORI", pergi mencuci pakaian di tepi pantai. Ketika ia tiba di tempat itu dilihatnya seekor ikan besar terdampar di tepi pantai. Peristiwa ini segera diberitahukan kepada penduduk kampungnya. Mereka segera datang berbondong-bondong dengan membawa panah, parang dan sebagainya. Setibanya di tempat itu ikan hendak dibunuh, tiba-tiba ikan tersebut berkata: "Jangan bunuh saya, bawa saya ke kampung."

Orang lalu berkemas mencari tali yang kuat-kuat sekaligus dengan kayu pemikulnya agar ikan itu diikat serta dipikul ke kampung. Ketika ikan itu sudah diikat dan akan dipikul maka putuslah tali-tali pengikat itu serta patahlah kayu pemikul itu semuanya. Keadaan ini menimbulkan kemarahan yang luar biasa dari orang-orang kampung itu. Sebahagian diantara orang-orang itu lalu berteriak "Potong saja ikan itu di sini." Kemudian keluarlah suara dari ikan itu berkata: "Saya jangan dipotong, ambil tali dari semacam rumput yang melata dan pemikul dari pelepah rumbilah atau gaba-gaba."

Oang-orang itu lalu mengikuti petunjuk yang diberikan oleh ikan itu. Mereka lalu mencari tali dari semacam rumput melata lalu ikan itu diikat. Kemudian mereka mencari pemikul dari gaba gaba atau pelepah rumbia, lalu ikan itu dipikul pulang ke kampung, dan diletakkan pada satu halaman. Keesokan harinya ketika penduduk kampung itu bangun pada pagi hari ditemukan ikan itu telah berubah menjadi sebuah "batu hitam" besar dan penuh keramat. Hingga saat ini batu itu tetap ada dan tetap keramat. Menurut ceritera untuk menghilang pemikiran magis dari penduduk di sana oleh Pendeta maupun Pastor pernah berusaha untuk mengangkat batu itu melalui satu upacara agama, namun usaha ini sia-sia belaka. Dan hingga saat ini sifat keramat dari batu hitam itu masih diakui oleh penduduk setempat.

 

 

Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Maluku oleh Depdikbud

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline