|
|
|
|
Cerita Asal Usul Mattok (Asal Usul Menenun Kain Lampung) Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang pertapa yang bergelar Pangeran Wironegoro. Salah satu kekuatan yang dimiliki hasil dari pertapaannya itu ialah kekebalan.
Pada suatu ketika, Pangeran Wironegoro berunding dengan bajak laut diatas sesaat (rumah adat). Karena kekebalannya, Pangeran Wironegoro mengamuk, menyerang orang-orang Bugis yang ada disaat itu, sehingga orang-orang yang ada saat itu menjadi bingung dan kucar-kacir. Salah seorang temannya yang bernama Pangeran Becahyo telah terbunuh. Salah seorang dari bajau orang Bugis bersembunyi diatas sesaat. Ia tidak mengikuti teman-temannya yang lain.
Kemudian bajau Bugis yang bersembunyi tadi, melihat sebilah tombak dan tanpa pikir panjang diambilnya tombak itu dan dilemparkannya ke arah Pangeran Wironegoro. Pangeran Wironegoro tidak menyangka akan mendapat serangan yang tiba-tiba, hingga ia terluka oleh tombak itu. Sambil memegangi lukanya Pangeran Wironegoro bersumpah, bahwa seluruh keturunannya yang mempunyai ilmu kebal, selama hidupnya tidak akan mendapat berkah.
Karena merasa badannya telah terluka. Pangeran Wironegoro berbalik mencari dari mana datangnya arah tombak yang telah melukainya itu. Ternyata si pelempar tombak telah tidak ada lagi disekitar tempat itu. Ia telah melarikan diri degan membawa seorang perempuan. Perempuan itu adalah istri Pangeran Wironegoro. Mengetahui hal itu, Pangeran Wironegoro mengejar para bajau tetapi tidak berhasil.
Setiba di pinggir laut, Pangeran Wironegoro melihat sebuah kapal. Setelah diteliti dengan seksama, ternyata kapal bajau yang ada ditengah laut itu hanya mempunyai layar lebarnya setapak tangan. Sebelum bertemu dengan para bajau laut, Pangeran Wironegoro bertemu dengan orang-orang Bugis lainnya diatas sebuah perahu. Pangeran Wironegoro minta tolong untuk diantarkan ke tempat bajak laut. Tetapi permintaan ini ditolak. Maka terjadilah peperangan. Setelah dapat mengalahkan orang-orang Bugis itu, Pangeran Wironegoro diantar ke perkampungan bajak laut oleh orang-orang Bugis yang kalah tadi.
Setiba di perkampungan bajak laut, Pangeran Wironegoro melihat para bajak laut sedang ramai dan sibuk membuat sesuatu persiapan untuk menyambut upacara perkawinan, yaitu antara pimpinan bajak laut dengan perempuan yang dilarikan tadi. Pangeran Wironegoro bukan main terkejutnya dan dengan tenang ia berpikir kalau sampai upacara perkawinan ini dibiarkan berlangsung berarti ini akan merusak namanya, keluarganya, sukunya dan juga keturunannya. Karena itu dia harus mencari jalan untuk mendapatkan perempuan itu kembali.
Dalam perkampungan bajak laut itu terdapat suatu perguruan yang sangat terkenal dengan nama Syarikat Abang. Perguruan Syarikat Abang adalah perguruannya orang-orang bajak laut. Kedatangan Pangeran Wironegoro, kebetulan diketahui oleh beberapa orang bajak laut. Kemudian mereka memberitahukan kedatangan ini kepada pemimpin mereka yang bernama Pengeran Jakkep.
Kiranya perempuan yang dilarikan tadi adalah kekasih Pangeran Jakkep yang menjadi pimpinan bajak laut yang telah dilarikan oleh Pengeran Wironegroro untuk dijadikan istrinya. Kemudian Pangeran Wironegoro dipanggil oleh Pangeran Jakkep untuk menghadap. Dalam pertemuan itu, Pangeran Jakkep menasehati agar dalam menghadapi segala macam urusan, Pangeran Wironegoro harus dapat bersabar.
Setelah tiga hari lamanya Pangeran Wironeggoro menunggu, maka tibalah saatnya perkawinan itu. Di alun-alaun terdapat sebuah kurungan dari besi. Tak berapa jauh dari kurungan itu terdapat beberapa batang pohon ambon yang besar. Semua orang-orang hadir dan ingin menyaksikan upacara itu, banyak yang memanjat pohon ambon yang besar itu.
Mereka ingin menyaksikan tontonan yang akan dipertunjukkan. Sementara para petugas sibuk mempersiapkan kandang itu. Pangeran Wironegoro dipersilakan oleh Pangeran Jakkep untuk memilih salah satu senjata dari delapan senjata yang telah dipsersiapkan. Pengeran Wironegoro memilih dua di antara senjata-senjata yang lain, yang menurutnya paling baik. Senjata itu yang satu bernama Bebalung Tunggal dan yang satunya Badik Lebai. Setelah semuanya siap, maka Pangeran Wironegoro dipersilakan untuk memasuki kandang besi tersebut untuk mengadu kekuatan dengan salah seorang algojo bajak laut.
Pada saat-saat awal pertarungan Pangeran Wironegoro mempergunakan senjata yang bernama Badik Lebai. Senjata itu dipergunakan untuk menikam algojo bajak laut tetapi ternyata senjata yang bernama Badik Lebai itu, walaupun mengenai sasarannya, tetapi tidak mampu melukai tubuh algojo bajak laut itu. Dengan cepat senjata Badik Lebai dilemparkan oleh Pangeran Wironegoro keluar kandang besi tadi dan pada saat yang bersamaan sang algojo bajak laut melompat ke atas, menyerang Pangeran Wironegoro. Tetapi dengan tangkas dan siapnya Pangeran Wironegoro mencabut senjata yang sebuah lagi yaitu senjata yang bernama Bebalung Tunggal. Kemudian senjata itu ditikamkannya ke tubuh algojo bajak laut itu. Algojo mereka ini kalah, maka para bajak laut lari kucar-kacir meninggalkan arena pertandingan itu.
Diantara para penonton yang menyaksikan pertandingan itu, banyak terdapat orang-orang Cina. Mereka banyak yang menyaksikan dari atas pohon ambon bersama dengan anak-anak mereka, teman-teman dan keluarganya baik laki-laki maupun perempuan. Menyaksikan hal yang demikian, maka para penonton dari keluarga bajak laut maupun penonton lainnya bubar seketika karena takut kalau-kalau Pangeran Wironegoro akan ngamuk habis-habisan dan mereka akan menjadi sasaran.
Untuk menyelamatkan diri mereka, orang-orang Cina yang menyaksikan dari atas pohon ambon terlambat turun. Mereka berebut ingin mendahului yang lainnya. Tetapi karena rambut mereka yang dikucir atau diikat, maka cara mereka ini hanya menambah susah saja, Rambut mereka tersangkut diranting pohon.
Pangeran Wironegoro yang telah tiba di bawah pohon ambon itu melihat tingkah orang-orang Cina tadi, maka timbullah perasaan jengkel dan kesalnya yang hukan alang kepalang. Orang-orang Cina yang melihat Pangeran Wironegoro telah berada d bawah pohon tempat mereka menonton pertunjukan tadi, tambah tidak karuan. Mereka banyak berusaha mati-matian untuk melepaskan rambutnya yang tersangkut itu.
Tetapi apa daya usaha mereka tidak berhasil. Dengan menahan geram dan hati kesal Pangeran Wironegoro menendang mereka dengan mata terbuka lebar. Ini menandakan Pangeran Wironegoro sangat murka sekali. Dengan senjata di tangan Pangeran Wironegoro naik keatas pohon ambon itu dan dengan cepat dan tangkas, ditebasnyalah rambut-rambut orang-orang Cina yang tersangkut di ranting kayu itu. Menerima perlakuan yang demikian ini, orang-orang Cina tambah takutnya saja. Dengan memegangi rambut mereka yang telah terpotong, orang-orang Cina tersebut dengan sangat hati-hati sekali turun secara bergantian dari atas pohon ambon itu.
Pengeran Wironegoro menyuruh orang-orang Cina untuk segera meninggalkan tempat semula. Mereka berlarian dahulu mendahului. Ada yang tidak ingat anak, istrinya lagi karena mereka ingin menyelamatkan dirinya masing-masing dan kalau-kalau kena amukan dan amarah Pangeran Wironegoro. Pulanglah orang-orang Cina tersebut dengan rambut yang telah terpotong dan ada yang tertinggal di ranting pohon ambon tempat mereka menonton upacara pertandingan tadi. Karena peristiwa inilah akhirnya terkenal adanya Cina-Cina gundul. Ini semua kerena perlakuan Pangeran Wironegoro.
Karena kekalahan si algojo bajak laut tadi, maka diantara kedua belah pihak Pangeran Wironegroro dan pihak Pangeran Jakkep terjadilah suatu sumpah dan perjanjian. Perjanjian ini ialah jika keturunan Pangeran Jakkep ada yang merompak keturunan Pangeran Wironegoro, maka bagi keturunan Pangeran Jakkep akan mendapat bahaya besar.
Dengan adanya peristiwa ini, maka timbullah suatu pikiran baru bagi Pangeran Jakkep bahwa ia tidak akan beristri lagi. Tetapi untuk megatasi masalah ini, orang-orang Pangeran Jakkep berpendapat lain, bahwa siapa saja perempuan yang memanggil, menegur untuk pertama kalinya pada Pangeran Jakkep atau menoleh dan membalas teguran itu, maka berarti perempuan itulah yang menjadi jodohnya.
Pada suatu sore, Pangeran Jakkep diajak berjalan-jalan mengitari satu perkampungan. Dengan gagahnya Pangeran Jakkep jalan diantara para pengantarnya. Rupanya tujuan ini bukan hanya sekedar untuk mengajak Pangeran Jakkep jalan-jalan saja tetapi ini adalah suatu perangkap. Pangeran Jakkep sama sekali tidak mengetahui hal ini, dengan tenang-tenang saja ia berjalan tanpa ada perasaan curiga.
Ternyata perangkap ini berhasil. Pangeran Jakkep menoleh pada seorang gadis yang sedang bertanya banyak tentang dirinya. Oleh banyaknya pertanyaan-pertanyaan inilah maka tanpa disadari Pangeran Jakkep menoleh. Pangeran Jakkep telah menemukan jodohnya sesuai dengan pendapat orang-orang dari pihaknya. Gadis yang telah banyak bertanya tentang diri Pangeran Jakkep, langsung di panggil dan langsung dikawinkan dengan pangeran jakkep.
Karena telah berjanji dan bersumpah bersaudara dengan Pengeran Wironegoro, maka Pangeran Wironegoro mengajak Pangeran Jakkep untuk ikut serta ke Lampung yaitu kampung halamannya sendiri. Maka Pengeran Jakkep berunding dengan istrinya untuk pulang ke kampung halamannya di Lampung. Istrinya menyetujui hal ini, maka berangkatlah mereka bersama dengan Pangeran Wironegro yang telah menjadi saudara angkatnya itu. Sang gadis yang telah menjadi istri Pangeran Jakkep, kiranya seorang gadis yang sangat pandai sekali menenun kain. Tenunannya sangat indah dan rapi serta halus sekali.
Setelah mereka sampai di kampung halamannya yaitu Lampung maka mulailah istri Pangeran Jakkep menenun kain. Kebanyakan gadis-gadis dan perempuan-perempuan di Lampung, belajar menenun kain pada istri Pangeran Jakkep. Mereka benar-benar mengagumi hasil tenunan istri Pangeran Jakkep. Hal ini berjalan sampai sekarang, seolah-olah telah menjadi milik kebudayaan di daerah Lampung. Sepanjang cerita, di Bugis pun sampai sekarang, masih terdapat keturunan dari Pangeran Jakkep.
Sumber : Cerita Rakyat (Mite dan Legende) Daerah Lampung, Depdikbud
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |