|
|
|
|
Cerita Asal Munculnya Bukit Tai Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Pada suatu hari, Sangumang pergi memancing ikan. Lalu ia berkata pada ibunya, "Oh ibu, sediakanlah untukku beras kira-kira satu karung, akan mau pergi memancing."
"Untuk apa Ngumang? Lauk kita masih banyak. Daging rusa, daging babi hasil buruanmu masih banyak. Mau pakasem, mau wadi, mau pundang semuanya ada. Apa yang kau cari lagi?”
"Tapi, bu, aku hendak mencoba pancing kepunyaan ayah. Mana dia pancing itu?"
"Ada sa." kata ibunya
"Dimana ?" kata Sangumang mengulangi pertanyaannya.
"Di tempat padi itu, ada saja pancing bapakmu beserta talinya. Hanya saja tangkainya tidak ada."
"Biar saja, bu, nanti bisa saya mencari di tengah jalan." Lalu Sangumamg segera menyediakan bekal untuk anaknya diambilnya sebuah kuali kecil, sendok kecil, kendi kecil, lalu beras yang ditaruh di dalam karung besar.
Sesudah makan, minum Sangumang mengambil mata pancing ayahnya, lalu dimasukkan juga ke dalam keranjang. Segera Sangumang berangkat sambil mengangkat satu karung beras. Heranlah orang melihatnya, karena karung beras itu hanya dijinjing dengan sebelah tangannya.
Setelah berjalan beberapa lamanya, sampailah ia pada suatu tempat yang baik untuk memancing.
Dekat tempat itu, ada sebatang ulin yang panjangnya kira-kira dua puluh depa.
"Ini dia, cocok buat tangkai pancingku," kata Sangumang dalam hatinya. Lalu ditebangnya batang ulin itu. Menurut ceritanya, tunggul pada kayu itu sampai sekarang masih ada diantara sungai Katingan dan Mentaya.
Setelah cabang dan daun kayu itu dibuang, lalu Sangumang mengikat tali pancingnya di ujung kayu itu. Entah apa umpannya tidak disebutkan dalam cerita.
Tidak berapa lama, pancing itu disambar oleh ikan jelawat yang besar. Setelah ditariknya, ternyata pancing itu tersangkut dimulut ikan jelawat. Tetapi tidak lama kemudian didagingnya ikan tambiring. Begitulah sebentar-sebentar pancingnya disambar oleh ikan yang lain.
Ada ikan tapah, ada ikan balida, ikan bauang ada ikan kalawan, berjenis-jenis ikan yang didapatnya itu.
Tidak jauh dari tempat itu ada Darung Bawan. Darung Bawan ialah seorang yang sangat besar badannya, lebar dadanya tujuh jengakal, dan tingginya setinggi pohon kelapa. Ketika itu ia baru pulang, sesudah selesai memindahkan Anduang Bagalah. Ia merasa lelah karena perjalanan yang jauh itu, dan tidak makan sesuatu apapun.
Tiba-tiba dilihatnya ada orang duduk memancing, dan didekatnya ada tumpukan ikan besar-besar. Lalu timbullah hasrat Darung Bawan melihat tumpukan ikan itu perutnya keroncongan dan ingin segera makan.
Tidak jauh dari tumpukan ikan itu ada sebuah karung beras tergeletak.
"Hai saudara, betapa enak nampaknya ikanmu itu. Maukah engkau memberi padaku, ingin sekali saya memakannya."
"Tidak ada yang melarangmu. Ambil saja sendiri kalau mau makan, masaklah sendiri.
"Jangan, tidak baik kalau saya makan sendiri. Nanti saya masak untuk kita berdua."
"Nah, kalau kau bersedia, siapa melarangmu," kata Sangumang. "Mana belanganya?" kata Darung Bawan, bertanya kepada Sangumang.
"Hidupkan apinya dulu untuk memasak."
Lalu Darung Bawan menarik beberapa buah tungguh yang sudah kering, lalu dipatah-patahkannya supaya bisa untuk memasak makanan mereka berdua.
Setelah api menyala-nyala, kata Darung Bawan, "Ayo keluarkan belanga dan panci, supaya aku bisa memasak nasi dan sayur untuk kita."
Sangumang mengambil bakulnya, lalu mengeluarkan sebuah kuali kecil, yang disiapkan ibunya tadi. Melihat hal itu Darung Bawan sangat heran, apa arti semua itu, tetapi ia tidak bertanya apa-apa. Didudukkannya kuali diatas api.Diisinya air yang dicedok dengan kulit labu yang sudah dikeringkan . Dituangkannya kedalam kuali itu, sampai air habis, tetapi kuali itu belum penuh-penuh. Dicedoknya lagi sekali, dimakanannya ke dalam kuali itu, kuali itu belum juga penuh. Begitulah berulang-ulang dikerjakannya, barulah kuali itu hampir penuh.
Kemudian Darung Bawan mengambil bakul, dibukanya karung dan diisinya beras ke dalam bakul penuh-penuh lalu mencucinya ke sungai. Dimasukkannya beras ke dalam kuali yang kelihatannya kecil sekali, api beras itu hanya mengisi sebagian dasar kuali itu. Diambilnya lagi satu bakul beras, dicucinya lalu diisikan ke dalam kuali itu, tetapi belum juga penuh-penuh. Setelah beberapa bakul beras diisikannya ke dalam kuali itu, barulah beras itu cukup rasanya.
Sambil menunggu nasi masak. Darung Bawan membuat lagi api yang lain, untuk membakar ikan, entah berapa ekor banyaknya tidak diketahui. Tetapi kalau dipikir maka jelaslah berpuluh-puluh ekor banyaknya, karena Darung Bawan adalah manusia yang sangat besar badannya.
"Ayo, saudara mari makan," kata Darung Bawan kepada Sangumang.
"Makanlah kamu duluan, tidak dapat aku melepaskan pancing ini, karena banyak ikan yang menyambar", jawab Sangumang.
"Mana sendok untuk menyendok nasi?"
"Ambillah di bakul itu", jawab Sangumang.
Darung Bawan menyendok nasi dari dalam kuali yang diatas dengan daun, dan tidak berapa lamanya, bertumpuklah nasi didekatnya.
Darung Bawan pun makanlah, sambil makan ia tidak henti-hentinya memakan ikan yang dibakarnya tadi. Kalau yang disendoknya habis, lalu ditambahnya lagi. Begitulah dilakukannya berulang-ulang.
"Ah, saudara habis semua nasi ini nanti olehku" kata Darung Bawan.
"Makanlah saja olehmu dulu, nanti saya makan sisa-sisanya. Entah berapa banyak nasi yang disendok Darung Bawan, masuk ke dalam perutnya, tetapi masih terus menyendok dari kuali. Namun begitu nasi yang dikuali itu, belum juga habis-habis. Dan tulang ikan yang dimakan Darung Bawan bertumpuk-tumpuk.
Sangumang diam saja tidak ambil pusing. Tiba-tiba Darung Bawan merasa ada sesuatu yang mau keluar dari duburnya. Rupanya sambil makan, juga sambil berak, akan tetapi Darung Bawan juga belum mau berhenti makan, kalau belum kenyang sekali. Sambil berak ia terus saja makan, sampai akhirnya ia merasa sangat kenyang.
Menurut ceritanya, tumpukan tai Darung Bawan sangat tinggi dan akhirnya menjadi bukit. Bukit itu bernama Bukit Tai. Sampai sekarang, tangkai pancing Sangumang masih bisa dilihat tertancap di tengah jalan antara Katingan dan Campaga.
sumber:
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |