|
|
|
|
Cerita Anak Saudagar Telu Muakhi Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Zaman dulu ada seorang saudagar yang kaya raya, dia mempunyai tiga orang anak laki-laki. Ketiga anak tersebut sejak kecil sudah biasa dimanjakan, semua kemauannya dituruti karena uangnya banyak.
Sampai mereka besar kelakuannya tidak berubah menjadi anak manja yang hanya tahu senangnya saja. Mereka tidak pernah mau bekerja apalagi mau belajar bersaha seperti ayahnya.
Ketika mereka masih pemuda tanggung, dengan takdir Yang Kuasa, ayah mereka meninggal dunia. Mereka sangat sedih karena tidak mempunyai ayah lagi, dan kebingungan bagaimana caranya menyelamatkan harta mereka. Mereka tidak mempunyai ilmu pengetahuan dan tidak pernah diberi bimbingan semasa ayahnya masih hidup, maka mereka tetap tidak bisa melanjutkan usaha ayah mereka. Kerja mereka hanya makan, tidur berpoya-poya menghabiskan harta benda yang ada.
Lama kelamaan harta yang ada habis semua, mereka jatuh melarat tidak ada lagi yang hendak dimakan dan dipakai. Uang dan harta benda yang banyak dulu habis tidak berbekas. Terpaksa karena perut mereka lapar, mereka bertiga membuat lesung dan alu dari kayu yang diambil dari dalam hutan.
Pada suatu hari selagi mereka berisirahat, mereka bertiga mengkhayal. Kakaknya yang tertua berkata, "Kapankah kita ini akan merasa senang seperti dulu?" Jawab adiknya yang bungsu, "Kalau aku sudah besar, cita-citaku, ku akan duduk di kursi emas, mahkota intan dan menghadap hamparan permadani yang indah." Mendengar khayalan adiknya itu, kakaknya yang tertua marah, sebab cita-cita adiknya terlalu tinggi. Rasanya hal itu tidak mungkin dapat tercapai. Begitu bencinya kakak-kakaknya itu kepada adiknya, maka adiknya itu mereka buang ke hutan.
Tinggallah si bungsu itu di dalam hutan, tidak ada yang dimakannya, kecuali daun-daunan. Dia tidur di pohon kayu, sedangkan dibawah pohon itu biasa tempat babi berkubang. Ketika kawanan babi hutan itu akan berkubang, si anak tadi cepat-cepat memanjat pohon dan bersembunyi di balik daun-daun agar tidak dilihat babi-babi tersebut.
Suatu hari seperti biasa, kalau babi-babi itu datang dari jauh sesudah kedengaran suaranya ribut, si anak segera bersembunyi di tempat biasa. Hari itu dilihatnya salah seekor di antara babi itu rupanya yang menjadi rajanya menanggalkan kalung yang ada dilehernya, dan dikaitkan di ranting kayu tempat anak itu tadi bersembunyi. Anak itu sangat tertarik melihat kalung yang terkait diranting kayu tempatnya bersembunyi, dan dapatlah kalung itu diraihnya, segera disembunyikannya ke dalam saku bajunya. Setelah puas berkubang, babi-babi itu segera meninggalkan tempat itu dan raja babi lupa akan kalung yang dilepaskannya tadi.
Senanglah hati anak itu karena dia sudah mempunyai kalung yang amat bagus menurut penilaiannya. Rupanya kalung itu kalung ajaib, sebab barang siapa yang memakainya dia dapat terapung di atas air. Hal ini diketahui anak itu, ketika pada suatu hari ia pergi mandi-mandi ke pinggir laut, mula-mula ia hanya berani di pinggir tetapi lama-lama dia berani ke tengah, karena dirasanya badannya ringan, bahkan seolah-olah ia dapat berjalan diatas permukaan air laut itu.
Keesokan harinya dia bertekad akan menyeberangi lautan itu, pergi ke negeri seberang. Pergilah dia pagi-pagi meninggalkan tempat persembunyiannya menyeberangi lautan. Sampai di seberang, ia berjalan-jalan dipinggir kota, melihat-lihat keindahan kota itu. Sampai sore hari ia berjalan tidak tentu tujuan, akhirnya ia singgah di rumah salah seorang penduduk, minta izin untuk melepaskan lelahnya.
Orang kampung itu merasa tertarik kepada anak yang datang itu dan menanyakan hal ikhwalnya keadaannya, dari mula sampai ia terlunta-lunta demikian. Dengan sedih diceritakannyalah keadaannya, dari mula sampai ia datang kesitu. Orang kampung itu merasa kasihan kepadanya dan menerimanya tinggal bersama-sama dengan dia. Anak itu tinggal di rumah orang kampung yang menanggung makan dan minumnya, dia bekerja dengan rajin. Pagi-pagi dia sudah bangun masak air, menanak nasi dan menyapu rumah serta halaman. Melihat kelakukannya yang baik, orang kampung itu melaporkan kepada raja negerinya bahwa ada seorang pemuda yang menumpang di rumahnya.
Kelakuannya sangat baik, rajin dan dapat dipercaya. Mendengar laporan itu raja memerintahkan membawa anak itu menghadap. Begitu raja melihatnya, raja yakin bahwa memang benar anak ini baik dan rajin serta dapat dipercaya. Maka dia disuruh raja tinggal di istana untuk menolong pekerjan-pekerja di istana. Pemuda itu sangat gembira dan sejak hari itu tinggallah dia di istana. Dari hari ke hari, raja makin senang kepada pemuda itu dan makin lama dia pun menjadi makin dewasa, menjadi pemuda yang tampan dan cakap melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Raja mempunyai seorang anak putri yang sudah besar pula dan raja ingin segera melihat anaknya punya suami. Raja berkenan menjodohkan anaknya dengan pemuda itu, putri raja dan pemuda rupanya saling setuju pula.
Maka dilangsungkanlah perkawinan putri raja dengan pemuda pendatang itu, dengan memotong kerbau tujuh ekor dan dirayakan dalam waktu tujuh hari tujuh malam. Setelah tua, raja menyerahkan kerajaannya kepada menantunya ini. Rupanya tercapai juga cita-cita pemuda itu dulu, yaitu duduk dikursi emas, bertatahkan intan yang dialasi dengan permadani yang tebal dan indah. Jadilah dia raja yang kaya raya dan disegani rakyatnya, karena dia memerintah dengan adil dan bijkasana.
Beberapa tahun kemudian, didengarnya berita ada dua orang laki-laki masuk ke negerinya menjual lesung dengan alunya. Raja lalu teringat kepada kedua orang kakaknya yang telah lama berpisah, walaupun perpisahan itu dengan sengaja karena maksud jahat kedua orang kakaknya itu. Maka raja lalu menyuruh hamba istana memanggil kedua pedagang itu, dalam hatinya, mudah-mudahan benarlah kedua orang kakaknya yang datang itu.
Kedua orang yang dipanggil raja itu terkejut dan takut, kalau-kalau raja akan memberi hukuman kepada mereka karena sudah berani masuk ke negeri raja. Terpaksa mereka menghadap juga, walaupun hati mereka masih bertanya-tanya apa gerangan yang akan terjadi.
Sesampainya mereka di hadapan raja, raja langsung dapat mengenali kembali kedua kakaknya itu, sedangkan kakaknya tidak mengenali adiknya karena mereka tidak berani menentang mata raja. Raja lalu bertanya, "Hai bapak, dapatkah bapak mengenali saya?" Barulah kedua orang itu berani menatap mata raja, tetapi karena raja semakin tampan, ditambah pakaian kebesarannya, maka kedua orang itu tidak dapat mengenali adiknya. Jawab mereka," Ampun raja, kami tidak dapat mengenali siapa raja sebenarnya.
Maafkan kami raja." Ingatkah kakak kepada seorang anak yang bercita-cita duduk dikursi emas bertatahkan intan dengan alas permadani yang tebal dan indah."
Jawab raja kembali. Terkejutlah kedua kakaknya, karena teringat peristiwa bertahun-tahun yang lalu. Mereka membuang adiknya ke hutan dan menyangka adiknya telah meninggal di makan binatang buas. Mereka lalu menyembah, memohon ampun atas segala kesalahan mereka. Raja datang memeluk kedua kakaknya, maka berpelukanlah mereka dengan rasa terharu karena senang telah kumpul kembali.
Raja memaaafkan segala kesalahan kakaknya berdua, bahkan kakaknya disuruh tinggal di istana menjadi pembantu raja. Demikianlah ceritanya anak saudagar tiga bersaudara itu.
Sumber : Cerita Rakyat (Mite dan Legende) Daerah Lampung, Depdikbud
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |