Sekarang tidak banyak candi yang namanya masih asli, umumnya sudah berubah menururt tempat atau berdasarkan keadaan atau menurut selera yang memberi nama saja. Misalnya Candi Prambanan, Candi Bubrah, Candi Bima, dan lain-lain. Candi Jawi termasuk di antara yang sedikit, tapi beruntung namanya boleh dikata tak berubah walaupun ada pula perubahan ucapan. Dalam lontar Negarakertagama disebut Jawa-Jawa atau Jajawi.
Nama taman Candra Wilatikta mungkin lebih dikenal, walaupun dibangunnya berkat adanya Candi Jawi (Seperti Panggung Ramayana dekat Candi Prambanan). Letaknya strategis mudah dicapai. Bila ditempuh dari Surabaya ke jurusan Malang, pada kilometer ke 45 di kota kecamatan Pandaan belok kanan (jurusan Tretes), setelah melewati taman Candra Wilwatikta yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari Pandaan, sampailah di Candi Jawi yang termasuk wilayah administrasi desa candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Arsitektur Candi Jawi
Candi Jawi dibangun di atas batur atau dasar yang tinggi. Dikelilingi halaman dengan kolam, seakan bunga teratai yang tersembul di atas air. Di luar kolam masih terdapat sisa-sisa halaman yang dihubungkan dengan pintu gerbang. Sayang bentuk halaman dengan gerbang dan bangunan lain termasuk pagal keliling tidak jelas lagi karena runtuh, hilang, dan ditimpa bangunan lain di atasnya.
Denah bangunan candi berbentuk empat persegi panjang : 14,20 m x 9,50 m, tinggi 24,50 m. Di depan tangga naik candi terdapat sisa bangunan empat persegi panjang juga, melintang di depan pintu, rupanya sisa bangunan yang biasa disebut Candi Kelir. Candi Jawi menghadap ke Timur agak serong ke utara.
Secara vertikal struktur bangunannya dapat dibagi atas bagian: kaki, tubuh, dan kepala (atap). Bagian atapnya berbentuk persegi empat meruncing ke atas dengan ujung berbentuk stupa. Ruang atau dhatu gharba hanya satu, yakni di tengah tubuh candi dan rupanya untuk penempatan lingga-yoni.
Relief yang dipahatkan pada dinding luar kaki candi banyak menggambarkan tokoh wanita dengan pengiring (punakawan), bangunan rumah maupun candi; panorama dengan beraneka pepohonan, tetapi cerita apakah yang digambarkan belum begitu jelas diketahui.
Arti dan Fungsi Candi Jawi
Adanya Yoni (dan lingga?), arca Dewa Shiwa, Dewi Dhurga, dan lain-lain menunjukan bahwa Candi Jawi bersifar Shiwaitis. Bila ditinjau bagian atas dari Candi Jawi berbentuk stupa, apalagi bila benar pendapa bahwa Mahaksobya atau Joko Dolog di taman Pasari Surabaya berasal dari Candi Jawi, tentunya Candi Jawi berlatar agama Buddha
Dua unsur yang tampakanya bertentangan itu digabung menjadi satu yaitu unsur Shiwa dan Buddha. Percampuran ini sangat mungkin terjadi bila kita meninjau keagamaan yang berkembang pada masa itu. Candi Jawi adalah tempat suci untuk pendharmaan raja Kertanagara. Raja Kertanagara adalah penganut Shiwa dan Buddha sekaligus, yang setelah wafat mendapat gelarSang Hyang Mokteng Shiwa Buddha Loka (Beliau yang telah berpulang Ke alam Shiwa Buddha). Seperti yang kemudian ditulis oleh Mpu Tantular bahwa dharma itu tidak ada yang mendua. Tampaknya saja ada dua, yakni Shiwa dan Buddha, tetapi hakekatnyahanya satu (Jinatwa lawan Shiwa Tatwa tunggal, Bhinna Ika Tunggal Ika tan hana Dharma mangwa).
Jadi menyatunya unsur-unsur yang berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis dan anggun pada seni arsitektur Candi Jawi tak lain adalah perwujudan nyata dari falsafah Bhineka Tunggal Ika.
Candi Jawi dalam Sejarah
Mengkaji permasalahan Candi Jawi tak terlepaskan dari panggung sejarah masa berkembangnya Kerajaan Singgasari, tepatnya pada msa pemerintahan raja Kertanagara (tahun 1268-1292).
Pada saat itu terjadi tantangan yang amat berat dengan adanya politik ekspansi raja Kubilai Khan dari negeri Cina. Upaya politik konsolidasi diupayakan oleh raja Krtanagara baik kedalam maupun keluar seperti mempersatukan Bali dan Melayu, mempererat hubungan persahabatan dengan Campa dan lain-lain. Dalam bidang keagamaanpun konsilidasi diupayakan pula. Bila di negeri Cina raja Kubilai Khan beragama Buddha, Kertanagara kemudian mengingkatkan diri dengan menganut agama Buddha Tantrayana dengan serius dan konsekwen bahkan Shiwa Buddha sekaligus. Dengan demikian Singgasari tak gentar lagi menghadapi politik ekspansi dari utara itu. Usaha ini sungguh hebat, namun sejarah menghendaki lain, serangan bukan datang dari luar, tapi dari dalam negeri sendiri.
Pada zaman Majapahit, Candi Jawi pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada waktu mengadakan perjalanan keliling di Jawa Timur.
Upaya Pelestarian dan Pedayagunaan.
Menilik lokasinya, Candi Jawi sungguh mengagumkan. Tanahnya subur, cukup air, pemandangan uas walaupun dikelilingi gunung-gunung seperti Arjuno, Welirang, Penanggungan, dan lain-lain. Hawanya sejuk, terletak pada ketinggian 285 m di atas permukaan laut. Hal ini sangat mendukung daya tarik Candi Jawi sebagai Wisata-Budaya.
Candi yang sarat akan nilai-nilai busaya ini pada tahun 1332 sudah pernah dipugar oleh pemerintah kerajaan Majapahit sebab pada tahun 1331 rusak disambar petir. Sesudah masa Majapahit kita tak tahu lagi nasib candi ini, yang jelas seperti candi-candi lain ditemukan, atau tepatnya diperhatikan lagi mulai awal abad ke-20 ini sudah dalam keadaan porak poranda dan begitu banyak unsur yang hilang.
Pada tahun 1938-1939 dilakukan pemugaran oleh Oudheidkundige Dienst yang diawali penelitian dan dapat dibangun lagi kaki candi dan mengupas halaman candi serta menyusun beberapa bagian candi dalam bentuk susunan percobaan. Mengingat ada beberapa bagian yang tidak lengkap maka pemugaran dihentikan.
Usaha pemugaran dimulai lagi pada tahun 1975 oleh pemerintah Indonesia. Pencarian batu (dan bata) sebagai unsur candi dilakukan terus menerus, batu yang hilang ditemukan lagi sehingga pemugaran dapat dilanjutkan sampai selesai pada tahun 1980. Candi ini termasuk salah satu cadni yang utuh di Jawa Timur.
Kini Candi Jawi sudah tegak kembali sengan anggun. Lingkingannya ditata sebagai taman yang asri. Tinggal penjagaan dan perawatan yang terus menerus serta kesadaran pengunjung agar tidak mengotori, merusak, apalagi mencuri; itulah yang kita harapkan bersama. Dengan perawatan bersama ini mudah-mudahan Candi Jawi tetap tegak berdiri dan dapat menjadi warisan yang berkesinabungan bagi generasi selanjutnya.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/939/candi-jawi#photo[gallery]/1/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...