|
|
|
|
Candi Jawi Tanggal 01 Oct 2014 oleh Oase . |
Sekarang tidak banyak candi yang namanya masih asli, umumnya sudah berubah menururt tempat atau berdasarkan keadaan atau menurut selera yang memberi nama saja. Misalnya Candi Prambanan, Candi Bubrah, Candi Bima, dan lain-lain. Candi Jawi termasuk di antara yang sedikit, tapi beruntung namanya boleh dikata tak berubah walaupun ada pula perubahan ucapan. Dalam lontar Negarakertagama disebut Jawa-Jawa atau Jajawi.
Nama taman Candra Wilatikta mungkin lebih dikenal, walaupun dibangunnya berkat adanya Candi Jawi (Seperti Panggung Ramayana dekat Candi Prambanan). Letaknya strategis mudah dicapai. Bila ditempuh dari Surabaya ke jurusan Malang, pada kilometer ke 45 di kota kecamatan Pandaan belok kanan (jurusan Tretes), setelah melewati taman Candra Wilwatikta yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari Pandaan, sampailah di Candi Jawi yang termasuk wilayah administrasi desa candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Arsitektur Candi Jawi
Candi Jawi dibangun di atas batur atau dasar yang tinggi. Dikelilingi halaman dengan kolam, seakan bunga teratai yang tersembul di atas air. Di luar kolam masih terdapat sisa-sisa halaman yang dihubungkan dengan pintu gerbang. Sayang bentuk halaman dengan gerbang dan bangunan lain termasuk pagal keliling tidak jelas lagi karena runtuh, hilang, dan ditimpa bangunan lain di atasnya.
Denah bangunan candi berbentuk empat persegi panjang : 14,20 m x 9,50 m, tinggi 24,50 m. Di depan tangga naik candi terdapat sisa bangunan empat persegi panjang juga, melintang di depan pintu, rupanya sisa bangunan yang biasa disebut Candi Kelir. Candi Jawi menghadap ke Timur agak serong ke utara.
Secara vertikal struktur bangunannya dapat dibagi atas bagian: kaki, tubuh, dan kepala (atap). Bagian atapnya berbentuk persegi empat meruncing ke atas dengan ujung berbentuk stupa. Ruang atau dhatu gharba hanya satu, yakni di tengah tubuh candi dan rupanya untuk penempatan lingga-yoni.
Relief yang dipahatkan pada dinding luar kaki candi banyak menggambarkan tokoh wanita dengan pengiring (punakawan), bangunan rumah maupun candi; panorama dengan beraneka pepohonan, tetapi cerita apakah yang digambarkan belum begitu jelas diketahui.
Arti dan Fungsi Candi Jawi
Adanya Yoni (dan lingga?), arca Dewa Shiwa, Dewi Dhurga, dan lain-lain menunjukan bahwa Candi Jawi bersifar Shiwaitis. Bila ditinjau bagian atas dari Candi Jawi berbentuk stupa, apalagi bila benar pendapa bahwa Mahaksobya atau Joko Dolog di taman Pasari Surabaya berasal dari Candi Jawi, tentunya Candi Jawi berlatar agama Buddha
Dua unsur yang tampakanya bertentangan itu digabung menjadi satu yaitu unsur Shiwa dan Buddha. Percampuran ini sangat mungkin terjadi bila kita meninjau keagamaan yang berkembang pada masa itu. Candi Jawi adalah tempat suci untuk pendharmaan raja Kertanagara. Raja Kertanagara adalah penganut Shiwa dan Buddha sekaligus, yang setelah wafat mendapat gelarSang Hyang Mokteng Shiwa Buddha Loka (Beliau yang telah berpulang Ke alam Shiwa Buddha). Seperti yang kemudian ditulis oleh Mpu Tantular bahwa dharma itu tidak ada yang mendua. Tampaknya saja ada dua, yakni Shiwa dan Buddha, tetapi hakekatnyahanya satu (Jinatwa lawan Shiwa Tatwa tunggal, Bhinna Ika Tunggal Ika tan hana Dharma mangwa).
Jadi menyatunya unsur-unsur yang berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis dan anggun pada seni arsitektur Candi Jawi tak lain adalah perwujudan nyata dari falsafah Bhineka Tunggal Ika.
Candi Jawi dalam Sejarah
Mengkaji permasalahan Candi Jawi tak terlepaskan dari panggung sejarah masa berkembangnya Kerajaan Singgasari, tepatnya pada msa pemerintahan raja Kertanagara (tahun 1268-1292).
Pada saat itu terjadi tantangan yang amat berat dengan adanya politik ekspansi raja Kubilai Khan dari negeri Cina. Upaya politik konsolidasi diupayakan oleh raja Krtanagara baik kedalam maupun keluar seperti mempersatukan Bali dan Melayu, mempererat hubungan persahabatan dengan Campa dan lain-lain. Dalam bidang keagamaanpun konsilidasi diupayakan pula. Bila di negeri Cina raja Kubilai Khan beragama Buddha, Kertanagara kemudian mengingkatkan diri dengan menganut agama Buddha Tantrayana dengan serius dan konsekwen bahkan Shiwa Buddha sekaligus. Dengan demikian Singgasari tak gentar lagi menghadapi politik ekspansi dari utara itu. Usaha ini sungguh hebat, namun sejarah menghendaki lain, serangan bukan datang dari luar, tapi dari dalam negeri sendiri.
Pada zaman Majapahit, Candi Jawi pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada waktu mengadakan perjalanan keliling di Jawa Timur.
Upaya Pelestarian dan Pedayagunaan.
Menilik lokasinya, Candi Jawi sungguh mengagumkan. Tanahnya subur, cukup air, pemandangan uas walaupun dikelilingi gunung-gunung seperti Arjuno, Welirang, Penanggungan, dan lain-lain. Hawanya sejuk, terletak pada ketinggian 285 m di atas permukaan laut. Hal ini sangat mendukung daya tarik Candi Jawi sebagai Wisata-Budaya.
Candi yang sarat akan nilai-nilai busaya ini pada tahun 1332 sudah pernah dipugar oleh pemerintah kerajaan Majapahit sebab pada tahun 1331 rusak disambar petir. Sesudah masa Majapahit kita tak tahu lagi nasib candi ini, yang jelas seperti candi-candi lain ditemukan, atau tepatnya diperhatikan lagi mulai awal abad ke-20 ini sudah dalam keadaan porak poranda dan begitu banyak unsur yang hilang.
Pada tahun 1938-1939 dilakukan pemugaran oleh Oudheidkundige Dienst yang diawali penelitian dan dapat dibangun lagi kaki candi dan mengupas halaman candi serta menyusun beberapa bagian candi dalam bentuk susunan percobaan. Mengingat ada beberapa bagian yang tidak lengkap maka pemugaran dihentikan.
Usaha pemugaran dimulai lagi pada tahun 1975 oleh pemerintah Indonesia. Pencarian batu (dan bata) sebagai unsur candi dilakukan terus menerus, batu yang hilang ditemukan lagi sehingga pemugaran dapat dilanjutkan sampai selesai pada tahun 1980. Candi ini termasuk salah satu cadni yang utuh di Jawa Timur.
Kini Candi Jawi sudah tegak kembali sengan anggun. Lingkingannya ditata sebagai taman yang asri. Tinggal penjagaan dan perawatan yang terus menerus serta kesadaran pengunjung agar tidak mengotori, merusak, apalagi mencuri; itulah yang kita harapkan bersama. Dengan perawatan bersama ini mudah-mudahan Candi Jawi tetap tegak berdiri dan dapat menjadi warisan yang berkesinabungan bagi generasi selanjutnya.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/939/candi-jawi#photo[gallery]/1/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |