Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Bangunan Sejarah Jawa Timur Tulungagung
Candi Boyalangu
- 10 Juli 2014
Candi  Boyolangu merupakan kompleks percandian yang terdiri dari tiga bangunan  perwara. Masing-masing bangunan menghadap ke barat. Candi ini ditemukan  kembali oleh masyarakat pada tahun 1914 dalam timbunan tanah. Bangunan  pertama disebut dengan bangunan induk perwara, karena bangunan ini  berukuran lebih besar dibanding dengan bangunan kedua dan bangunan  lainnya. Letak bangunan ini di tengah bangunan lainnya.
 
Candi  Boyolangu berada di tengah pemukiman penduduk di wilayah Dusun Dadapan,  Desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulunaggung, Wilayah  Provinsi Jawa Timur.
 
Bangunan  induk perwara terdiri dari dua teras berundak yang hanya tinggal bagian  kakinya. Bentuk bangunan berdenah bujur sangkar dengan panjang dan  lebar 11,40 m dengan sisa ketinggian kurang lebih 2,30 m (dengan  mengambil sisi selatan).
 
Di  dalam bangunan ini terdapat sebuah sempalan arca wanita Budha dan  beberapa umpak berukuran besar. Kondisi arca sudah rusak, namun masih  terlihat baik. Bagian kepala dan anggota tangan arca hilang karena  pengrusakan. Oleh para ahli arca ini dikenal dengan nama Gayatri.  Gayatri adalah salah satu dari keempat anak raja Kertanegara (Singosari)  yang kemudian diwakili Raden Wijaya (Majapahit). Pada masa hidupnya,  Gayatri terkenal sebagai pendeta wanita Budha (Bhiksumi) kerajaan  Majapahit dengan gelar Rajapadmi.
 
Bentuk  arca menggambarkan perwujudan Dhyani budha Wairocana dengan duduk diatas  padmasanan (singgasana) berhias daun teratai. Sikap tangan arca adalah  Dharmacakramudra (mengajar). Badan arca dan padmasana tertatah halus  dengan gaya Majapahit. Sedangkan jumlah umpak pada bangunan perwara ini  ada tujuh buah dengan dua umpak berangka tahun 1291 C (1369 M) dan 1322 C  (1389 M). Dengan adanya umpak-umpak tersebut diduga bangunan Candi  Boyolangu dahulunya memakai atap, mengingat fungsi umpak pada umumnya  sebagai penyangga tiang bangunan.
 
Berdasarkan  angka tahun pada kedua umpak bangunan induk (1369 M dan 1389 M) maka  diduga Candi Boyolangu dibangun pada zaman Majapahit masa pemerintahan  Raja Hayam Wuruk (1359 M s/d 1389 M). Sedangkan sifat, nama, dan tempat  bagunan disebutkan dalam Kitab Kesusastraan Nagarakertagama karangan Mpu  Prapanca (masa Majapahit pemerintahan Raja Hayam Wuruk) bahwa di  Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha dengan nama  Prajnaparamitapuri.
 
Bangunan  perwara yang kedua berada di selatan bangunan induk. Keadaan bangunan  hanya tinggal bagian kaki dan berdenah bujursangkar dengan ukuran  panjang dan lebar 5,80 m. Adapun bangunan perwara ketiga berada di utara  bangunan induk perwara. Kondisi bangunan sudah runruh dan berdenah  bujur sangkar dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 5,80 m.
 
[B]Latar Belakang Sejarah[/B]
 
Candi  ini ditemukan kembali pada tahun 1914, yang menurut informasi sejarah  dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 s/d 1389 M).  Sumber lainnya menyebutkan bahwa candi ini merupakan penyimpanan abu  jenazah Gayatri yang bergelar Rajapadmi.
 
Berdasarkan  pada angka tahun terdapat pada bangunan induk diketahui bahwa candi ini  dibangun pada zaman Majapahit, yaitu sekitar abad XIV. Pembangunannya  dikaitkan dengan tokoh wanita yang diduga adalah Gayatri. Menurut kitab  Nagarakertagama bangunan ini didirikan pada masa Pemerintahan Hayam  Wuruk (1359 s/d 1389 M) dengan nama Prajnaparamitaputri (Slamet Mulyana,  1979).
 
Menurut  keterangan para ahli bangunan ini merupakan tempat penyimpanan abu  jenazah Gayatri setelah jenazahnya dibakar di lokasi lain yang  berdekatan.
 
Situs  ini berada pada dataran yang berjarak hanya sekitar 6 km di sebelah  selatan kota Tulungagung. Di sekitarnya cukup banyak situs lain yang  dapat dikatakan se-zaman. Sekitar 1 km di sebelah timurnya terdapat  Candi Sanggrahan yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan pada  saat menuju Candi Boyolangu atau Candi Gayatri.
 
[B]Latar Belakang Budaya[/B]
 
Situs  ini dahulu berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri dan  sekaligus tempat pemujaan masyarakat pendukungnya dalam pemuliaan  tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dyani Budha Wairocana dengan sikap  Dharmacakramuda.
 
Hal  tersebut didukung dengan temuan berupa sumuran dan arca perwujudan  Majapahit. Melihat pada Arca Pantheon Dewa dan wahananya, dapat  ditentukan bahwa situs berlatar belakang agama Hindu.
 
Pada  masa Indonesia kuno, candi dikenal sebagai tempat pemujaan, temapat  raja/penguasa yang telah meninggal dimanifestasikan sebagai arca  perwujudan yang sekaligus dijadikan sarana pemujaan masyarakat  pendukungnya.
 
Artinya tempat tersebut selain berfungsi sebagai tempat pemujaan juga sebagai tempat penyimpanan abu jenazah raja/penguasa.
 
Fungsi  candi persinggahan itu cukup menonjol mengingat berbagai sumber  menyebutkan peran Candi Boyolangu sebagai tempat keramat yang di sekar  para pembesar Majapahit setiap bulan Badrapada.
 
Di  bagian selatan Candi Boyolangu ini, seolah-olah melingkarinya, terdapat  situs-situs lain yang berada di perbukitan. Bermula dari Gua Tritis di  sebelah Barat Daya, terus ke Tenggara adalah situs-situs Goa  Selomangkleng, Candi Dadi dan Goa Pasir. Jarak antara Boyolangu dan  masing-masing situs berkisar antara 2 – 4 km.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline