Candi Boyolangu merupakan kompleks percandian yang terdiri dari tiga bangunan perwara. Masing-masing bangunan menghadap ke barat. Candi ini ditemukan kembali oleh masyarakat pada tahun 1914 dalam timbunan tanah. Bangunan pertama disebut dengan bangunan induk perwara, karena bangunan ini berukuran lebih besar dibanding dengan bangunan kedua dan bangunan lainnya. Letak bangunan ini di tengah bangunan lainnya.
Candi Boyolangu berada di tengah pemukiman penduduk di wilayah Dusun Dadapan, Desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulunaggung, Wilayah Provinsi Jawa Timur.
Bangunan induk perwara terdiri dari dua teras berundak yang hanya tinggal bagian kakinya. Bentuk bangunan berdenah bujur sangkar dengan panjang dan lebar 11,40 m dengan sisa ketinggian kurang lebih 2,30 m (dengan mengambil sisi selatan).
Di dalam bangunan ini terdapat sebuah sempalan arca wanita Budha dan beberapa umpak berukuran besar. Kondisi arca sudah rusak, namun masih terlihat baik. Bagian kepala dan anggota tangan arca hilang karena pengrusakan. Oleh para ahli arca ini dikenal dengan nama Gayatri. Gayatri adalah salah satu dari keempat anak raja Kertanegara (Singosari) yang kemudian diwakili Raden Wijaya (Majapahit). Pada masa hidupnya, Gayatri terkenal sebagai pendeta wanita Budha (Bhiksumi) kerajaan Majapahit dengan gelar Rajapadmi.
Bentuk arca menggambarkan perwujudan Dhyani budha Wairocana dengan duduk diatas padmasanan (singgasana) berhias daun teratai. Sikap tangan arca adalah Dharmacakramudra (mengajar). Badan arca dan padmasana tertatah halus dengan gaya Majapahit. Sedangkan jumlah umpak pada bangunan perwara ini ada tujuh buah dengan dua umpak berangka tahun 1291 C (1369 M) dan 1322 C (1389 M). Dengan adanya umpak-umpak tersebut diduga bangunan Candi Boyolangu dahulunya memakai atap, mengingat fungsi umpak pada umumnya sebagai penyangga tiang bangunan.
Berdasarkan angka tahun pada kedua umpak bangunan induk (1369 M dan 1389 M) maka diduga Candi Boyolangu dibangun pada zaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 M s/d 1389 M). Sedangkan sifat, nama, dan tempat bagunan disebutkan dalam Kitab Kesusastraan Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca (masa Majapahit pemerintahan Raja Hayam Wuruk) bahwa di Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha dengan nama Prajnaparamitapuri.
Bangunan perwara yang kedua berada di selatan bangunan induk. Keadaan bangunan hanya tinggal bagian kaki dan berdenah bujursangkar dengan ukuran panjang dan lebar 5,80 m. Adapun bangunan perwara ketiga berada di utara bangunan induk perwara. Kondisi bangunan sudah runruh dan berdenah bujur sangkar dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 5,80 m.
[B]Latar Belakang Sejarah[/B]
Candi ini ditemukan kembali pada tahun 1914, yang menurut informasi sejarah dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 s/d 1389 M). Sumber lainnya menyebutkan bahwa candi ini merupakan penyimpanan abu jenazah Gayatri yang bergelar Rajapadmi.
Berdasarkan pada angka tahun terdapat pada bangunan induk diketahui bahwa candi ini dibangun pada zaman Majapahit, yaitu sekitar abad XIV. Pembangunannya dikaitkan dengan tokoh wanita yang diduga adalah Gayatri. Menurut kitab Nagarakertagama bangunan ini didirikan pada masa Pemerintahan Hayam Wuruk (1359 s/d 1389 M) dengan nama Prajnaparamitaputri (Slamet Mulyana, 1979).
Menurut keterangan para ahli bangunan ini merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri setelah jenazahnya dibakar di lokasi lain yang berdekatan.
Situs ini berada pada dataran yang berjarak hanya sekitar 6 km di sebelah selatan kota Tulungagung. Di sekitarnya cukup banyak situs lain yang dapat dikatakan se-zaman. Sekitar 1 km di sebelah timurnya terdapat Candi Sanggrahan yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan pada saat menuju Candi Boyolangu atau Candi Gayatri.
[B]Latar Belakang Budaya[/B]
Situs ini dahulu berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Gayatri dan sekaligus tempat pemujaan masyarakat pendukungnya dalam pemuliaan tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dyani Budha Wairocana dengan sikap Dharmacakramuda.
Hal tersebut didukung dengan temuan berupa sumuran dan arca perwujudan Majapahit. Melihat pada Arca Pantheon Dewa dan wahananya, dapat ditentukan bahwa situs berlatar belakang agama Hindu.
Pada masa Indonesia kuno, candi dikenal sebagai tempat pemujaan, temapat raja/penguasa yang telah meninggal dimanifestasikan sebagai arca perwujudan yang sekaligus dijadikan sarana pemujaan masyarakat pendukungnya.
Artinya tempat tersebut selain berfungsi sebagai tempat pemujaan juga sebagai tempat penyimpanan abu jenazah raja/penguasa.
Fungsi candi persinggahan itu cukup menonjol mengingat berbagai sumber menyebutkan peran Candi Boyolangu sebagai tempat keramat yang di sekar para pembesar Majapahit setiap bulan Badrapada.
Di bagian selatan Candi Boyolangu ini, seolah-olah melingkarinya, terdapat situs-situs lain yang berada di perbukitan. Bermula dari Gua Tritis di sebelah Barat Daya, terus ke Tenggara adalah situs-situs Goa Selomangkleng, Candi Dadi dan Goa Pasir. Jarak antara Boyolangu dan masing-masing situs berkisar antara 2 – 4 km.