Candi Blandongan adalah salah satu dari beberapa candi yang ada di Situs Batujaya. Situs ini diduga berasal dari periode Kerajaan Tarumanegara. Situs Batujaya terletak di dua desa, yakni Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs Batujaya berada di dataran aluvial dengan ketinggian sekitar 4 m di atas permukaan air laut. Pada jarak sekitar 500 m ke arah barat dari situs, mengalir Sungai Citarum. Banyak tinggalan budaya mulai dari masa prasejarah, masa pengaruh Hindu-Buddha, hingga masa pengaruh Islam yang ditemukan di sepanjang aliran Sungai Citarum.
Hadirnya kepurbakalaan Batujaya tidak terlepas dari hasil pembacaan prasasti Tugu, yang ditemukan di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Isi prasasti tersebut menyebutkan Raja Purnawarman penguasa Kerajaan Taruma adalah raja yang menonjol dalam kebahagiaan, dan jasanya di atas para raja. Pada masa pemerintahannya, dilakukan penggalian sungai Candrabhaga, yang mana alirannya melampaui ibukota yang masyur sebelum masuk ke laut.
Menurut Poerbatjaraka, nama Candrabhaga yang disebut dalam prasasti Tugu adalah nama sungai di India yang diberikan untuk menyebut suatu sungai di Jawa, dimana sungai ini berada tidak jauh dari pusat Kerajaan Tarumanegara.
Penelitian di Situs Batujaya telah dilakukan sejak tahun 1985 dan masih berlangsung hingga saat ini, dikarenakan masih banyak misteri yang belum terungkap terkait dengan situs ini. Banyak tinggalan arkeologis yang ditemukan di situs ini. Salah satu yang unik dan menarik adalah temuan amulet di Candi Blandongan.
Beberapa orang menyebut amulet dengan materai atau votive tablet. Amulet adalah tanda-tanda ziarah pada saat seseorang mengunjungi tempat-tempat suci, dan dipakai sebagai pelepas nazar atau penolak bala. Amulet Candi Blandongan ditemukan pada saat dilakukan ekskavasi pada tangga bangunan bagian bawah. Kemudian pada tahun 1997, tahun 2002, dan tahun 2003 juga ditemukan beberapa fragmen amulet.
Temuan amulet di Candi Blandongan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu amulet yang menggambarkan 6 arca tanpa tulisan di bagian bawah, serta amulet yang menggambarkan 6 arca dengan tulisan di bagian bawahnya. Kedua jenis amulet tersebut pada dasarnya memiliki bentuk, ukuran, dan hiasan yang sama, yang membedakan hanyalah ada dan tidaknya tulisan di bagian bawah amulet. Bentuk amulet Candi Blandongan membulat menyerupai sikhara (puncak stupa) di bagian atasnya. Bidang atas amulet tersebut menggambarkan tiga arca Dhyani Budha Amitabha dengan posisi duduk bersila, sikap tangan dhyana mudra (meditasi). Adapun di bawahnya menggambarkan tiga arca, yang salah satunya digambarkan dalam posisi duduk dengan kaki terjuntai, sikap tangan abhaya mudra (menolak bahaya). Arca tersebut diapit oleh dua arca yang digambarkan dalam posisi berdiri tribhangga.
Dalam mitologi Buddha, cerita yang tergambar dalam amulet tersebut mengisahkan tentang Sravasvati, yakni ketika Budha mendapat masalah keduniawian, dengan segera Dewa Brahmana berdiri di samping kanannya dan Dewa Cakara berdiri di samping kirinya. Adapun dua raja naga, yakni Nanda dan Upananda menciptakan tempat duduk bagi Sang Budha yang berbentuk lotus.
Berdasarkan hasil penelitian Coedes, amulet yang tersebar di Asia Tenggara terbagi dalam dua tipe. Pertama, amulet dengan ciri adegan relief yang menceritakan mengenai kehidupan Sang Budha dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa Pali kuna atau Kamboja kuna, yang diduga sejaman dengan masa Kerajaan Dwarawati di Thailand Selatan pada abad ke-6 – 7 M. Tipe kedua menceritakan Sang Budha dan tokoh-tokoh lain, dengan menggunakan bahasa Sanskrit. Tipe ini mewakili agama Buddha Mahayana yang mendapat pengaruh dari Pala, Nalanda, Burma, dan Thailand yang berkembang pada abad ke-8 M.
Jika merujuk pada tipe amulet versi Coedes, materai Candi Blandongan termasuk dalam amulet tipe pertama karena serupa dengan amulet yang ditemukan di situs Khao Ok Dalu Phattalung, Thailand dengan bentuk dan adegan yang sama yakni cerita Svarasvati. Kemungkinan amulet Candi Blandongan sejaman dengan masa Dwarawati. Sementara itu menurut Casparis, tulisan pada lapik amulet Candi Blandongan menggunakan huruf Palawa yang banyak digunakan pada abad ke-5 – 6 M. Dengan demikian, kemungkinan besar percandian di Situs Batujaya berasal dari abad ke-5 – 7 M.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1966/amulet-candi-blandongan
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...