|
|
|
|
Cakepung Tanggal 29 Jul 2015 oleh Ferly . |
CAKEPUNG adalah teater bertutur Bali yang bernuansa Sasak (Lombok),terutama jika dilihat dari sumber sastra yang dipergunakan. Lontar Monyeh yangmenjadi orientasi satu-satunya kesenian ini memang berbahasa Sasak. Didugakesenian ini merupakan sebuah akulturasi seni budaya Bali dengan pulau diseberangnya itu. Di Lombok kembaran cakepung disebut cepung.
Ditaklukkannya Lombok pada tahun 1760 oleh Raja Karangasem diperkirakanmenjadi awal bersemainya kesenian ini, terutama di Lombok Bagian Barat. DariLombok kemudian berkembang ke Bali khususnya di Karangasem. Pada tahun1920-an, desa-desa seperti Budakeling, Sidemen, Jasi dan Padang Aji sangatmenggandrungi Cepung atau Cekepung.
Bunyi cek dan pung begitu menonjol dalam kesenian ini. Mungkin dari sinilahmuncul nama cakepung yang hingga kini belum diketahui arti katanya secarapasti. Ritme cek biasanya dipakai dalam tari Kecak, sedangkan pung merupakanpeniruan bunyi terhadap salah satu instrumen gamelan Bali. Kecuali instrumenrebab dan suling, cakepung memang mengumandangkan sastra dengan iringanmusik dari ocehan pemain dengan menirukan instrumen gamelan.
Lontar Monyeh yang dijadikan acuan teater ini merupakan salah satu versi ceritaPanji. Karya sastra yang ditulis di atas daun lontar ini bertutur tentang kisahcinta asmara, patriotisme, dan heroisme kaum bangsawan. Kisah DiahWinangsia, seorang putri yang amat cantik dan berperilaku santun, merupakanbagian inti kandungan dongeng Monyeh. Raden Witara Sari yang menyamarsebagai seekor monyet (monyeh), di akhir cerita menjadi penyelamatkesengsaraan yang dialami oleh Winangsia. Saudara sepupu ini kawin danberbahagia.
Dengan tiupan seruling dan gesekan rebab, kisah itu disuguhkan dengan sungguhmenarik. Para pemain duduk setengah lingkaran. Seorang pemain membacalontar Monyeh dalam wujud nyanyian yang diterjemahkan oleh pemain disampingnya. Suling mengikuti melodi lagu dan rebab mempermanis lekukan-lekukannya. Sementara tembang mengalir, para pemain lain memberiornamentasi dengan olah vokal peniruan bunyi gamelan sembari menggerak-gerakkan badan dan tangan. Isi syair-syair lagu itu sesekali diinterpretasikandengan dramatisasi. Ruang improvisasi mononjol sekali.
Kesenian cakepung kini masih eksis di beberapa desa di sekitar kaki GunungAgung, Bali Timur. Di Karangasem, cakepung sebenarnya bukan seni tontonan.Ia merupakan arena pengupasan isi sastra dalam suasana komunal adat atauritual agama. Spontanitas gerak tari dari para peserta mengemuka untukmerespons berbagai watak tembang macapat. Debat serius atas kontekstualisasidari penapsiran isi sastra menambah kenikmatan.
Tetapi keasyikan cakepung, kini identik dengan kenikmatan orang-orang tuasaja. Kaum muda Bali, belakangan sedang menggandrungi "teater bertutur" yangdisebut genjek. Dalam genjek tak ada sastra-sastraan. Pun tak masuk aturan-aturan ketat tembang macapat. Hanya, unsur minuman keras yang seringmenyertainya menggiring citranya agak miring. Cakepung juga disertai tuak,tetapi tidak mesti membuat pemainnya teler. Cakepung lebih beraksentuasipada isi sastra dalam suasana komunal adat atau ritual agama.
Spontanitas gerak tari dari para peserta mengemuka untuk merespons berbagaiwatak tembang macapat. Debat serius atas kontesktualisasi dari penapsiran isisastra menambah masyuknya atmosfir teater tutur ini.* Kadek SuartayaCAKEPUNG adalah teater bertutur Bali yang bernuansa Sasak (Lombok),terutama jika dilihat dari sumber sastra yang dipergunakan. Lontar Monyeh yangmenjadi orientasi satu-satunya kesenian ini memang berbahasa Sasak. Didugakesenian ini merupakan sebuah akulturasi seni budaya Bali dengan pulau diseberangnya itu. Di Lombok kembaran cakepung disebut cepung.
Ditaklukkannya Lombok pada tahun 1760 oleh Raja Karangasem diperkirakanmenjadi awal bersemainya kesenian ini, terutama di Lombok Bagian Barat. DariLombok kemudian berkembang ke Bali khususnya di Karangasem. Pada tahun1920-an, desa-desa seperti Budakeling, Sidemen, Jasi dan Padang Aji sangatmenggandrungi Cepung atau Cekepung.
Bunyi cek dan pung begitu menonjol dalam kesenian ini. Mungkin dari sinilahmuncul nama cakepung yang hingga kini belum diketahui arti katanya secarapasti. Ritme cek biasanya dipakai dalam tari Kecak, sedangkan pung merupakanpeniruan bunyi terhadap salah satu instrumen gamelan Bali. Kecuali instrumenrebab dan suling, cakepung memang mengumandangkan sastra dengan iringanmusik dari ocehan pemain dengan menirukan instrumen gamelan.
Lontar Monyeh yang dijadikan acuan teater ini merupakan salah satu versi ceritaPanji. Karya sastra yang ditulis di atas daun lontar ini bertutur tentang kisahcinta asmara, patriotisme, dan heroisme kaum bangsawan. Kisah DiahWinangsia, seorang putri yang amat cantik dan berperilaku santun, merupakanbagian inti kandungan dongeng Monyeh. Raden Witara Sari yang menyamarsebagai seekor monyet (monyeh), di akhir cerita menjadi penyelamatkesengsaraan yang dialami oleh Winangsia. Saudara sepupu ini kawin danberbahagia.
Dengan tiupan seruling dan gesekan rebab, kisah itu disuguhkan dengan sungguhmenarik. Para pemain duduk setengah lingkaran. Seorang pemain membacalontar Monyeh dalam wujud nyanyian yang diterjemahkan oleh pemain disampingnya. Suling mengikuti melodi lagu dan rebab mempermanis lekukan-lekukannya. Sementara tembang mengalir, para pemain lain memberiornamentasi dengan olah vokal peniruan bunyi gamelan sembari menggerak-gerakkan badan dan tangan. Isi syair-syair lagu itu sesekali diinterpretasikandengan dramatisasi. Ruang improvisasi mononjol sekali.
Kesenian cakepung kini masih eksis di beberapa desa di sekitar kaki GunungAgung, Bali Timur. Di Karangasem, cakepung sebenarnya bukan seni tontonan.Ia merupakan arena pengupasan isi sastra dalam suasana komunal adat atauritual agama. Spontanitas gerak tari dari para peserta mengemuka untukmerespons berbagai watak tembang macapat. Debat serius atas kontekstualisasidari penapsiran isi sastra menambah kenikmatan.
Tetapi keasyikan cakepung, kini identik dengan kenikmatan orang-orang tuasaja. Kaum muda Bali, belakangan sedang menggandrungi "teater bertutur" yangdisebut genjek. Dalam genjek tak ada sastra-sastraan. Pun tak masuk aturan-aturan ketat tembang macapat. Hanya, unsur minuman keras yang seringmenyertainya menggiring citranya agak miring. Cakepung juga disertai tuak,tetapi tidak mesti membuat pemainnya teler. Cakepung lebih beraksentuasipada isi sastra dalam suasana komunal adat atau ritual agama.
Spontanitas gerak tari dari para peserta mengemuka untuk merespons berbagaiwatak tembang macapat. Debat serius atas kontesktualisasi dari penapsiran isisastra menambah masyuknya atmosfir teater tutur ini.* Kadek Suartaya
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |