BUSANA TRADISIONAL DAN KELENGKAPANNYA
DI Sumba Barat, busana tradisional antara wilayah satu dan lainnya hampir sama, dengan sedikit perbedaan pada corak kain dan cara mengikat kapauta (ikat kepala). Busana tradisional dengan atribut lengkap biasanya dikenakan para rato dan kaum bangsawan saat berlangsung upacara adat besar, sedangkan pada upacara-upacara yang lebih kecil busana dikenakan dengan atribut minimal. Berikut ini adalah bagian-bagian busana tradisional Sumba Barat:
Busana Adat Pria
PERLENGKAPAN dasar busana adat pria adalah sebagai berikut:
1. Ingi Dete dan Ingi Bawa: yang dimaksudkan dengan ingi adalah kain berbentuk lembaran yang merupakan item paling pokok dari busana tradisional lelaki Sumba. Ingi terdiri dari dua bagian, Ingi Bawa (kain bawah) dan ingi deta (kain atas). Ingi bawa dikenakan pada bagian bawah tubuh dengan cara dililitkan di pinggang dimana sebagian ujung kain dibiarkan menjulur diantara lutut. Ingi Dete digunakan seperti selendang yang disampirkan menyimpang dari bahu kiri ke bahu kanan.
2. Kapouta: ikat kepala yang dililit sedemikian rupa membentuk kerucut (kabora) dengan ujung mencuat ke atas atau berbagai variasi lain. Beda wilayah beda pula cara mengikat kaupata, sehingga dalam batas-batas tertentu bisa dijadikan identitas kelompok sub-etnis. Kapouta dulunya terbuat dari kulit kayu, namun kini tergantikan oleh kain tenun dan kain-kain buatan pabrik.
3. Kalere begge: ikat pinggang terbuat dari kulit kayu yang digunakan untuk mengikat ingi bawa agar kuat melekat di pinggang. Dewasa ini kalere begge yang asli sudah jarang ditemukan, orang lebih suka menggunakan ikat pinggang lebar buatan pabrik yang disebut salopo atau halopa.
4. Katopo begge: parang yang diselipkan pada ingi bawa, di pinggang bagian kiri.
5. Kaleku pamama: tas dari anyaman pandan atau kulit kayu yang disampirkan di bahu sebelah kiri. Kaleku pamama digunakan untuk menyimpan sirih pinang yang disuguhkan kepada tamu sebagai tanda selamat datang dan untuk keperluan pemujaan.
Sementara untuk kalangan rato dan penari, selain perlengkapan standar seperti disebutkan di atas, ada tambahan asesoris sebagai berikut:
1. Lado: hiasan kepala terbuat dari bulu kuda putih dengan rotan kecil sebagai bingkai dan bilah rotan sebagai pengikat. Lado biasanya ditancapkan pada kapauta, ujung bawah sejajar dengan dahi dan ujung satunya sejajar dengan kabora. Lado seperti itu hanya digunakan oleh Rato Rumata. Rato-rato lain menggunakan lado yang lebih sederhana, berupa seutas rotan yang ujungnya dihiasi bulu ayam hitam (lado wullu manu mette).
2. Nobu: tombak yang umumnya terbuat dari besi atau kayu pilihan. Tombak yang dikenakan oleh rato biasanya merupakan tongkat-tongkat keramat yang hanya boleh digunakan pada saat tertentu.
3. Toda: tameng atau perisai terbuat dari kulit kerbau.
4. Lagoro: giring-giring yang dikenakan pada betis, ada yang berhiaskan bulu ekor kuda (logoro ullu wa'i) dan juga yang disematkan pada kulit kambing.
5. Pali piding: tali rotan berhiaskan bulu ekor kuda. Dikenakan di pinggang dengan ujung berada dibelakang tubuh.
6. Dolu: gelang terbuat dari gading, emas, kuningan atau perak, yang dikenakan pada lengan bagian atas.
7. Teko: sejenis parang kuno yang sarungnya memiliki tali, biasa dikenakan dengan cara dicangklongkan di bahu sebelah kiri.?
Busana Adat Wanita
BUSANA adat wanita Sumba Barat pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
1. Ye'e: kain berbentuk sarung yang dipakai menutup tubuh dengan cara dilingkarkan di sekeliling dada.
2. Kaleku pamama: tas tradisional dari anyaman pandan atau kulit kayu yang disampirkan di bahu sebelah kiri. Kegunaannya sama dengan yang digunakan oleh kaum pria.
3. Mamoli: perhiasan telinga berbentuk belah ketupat dengan lubang ditengah. Mamoli terbuat dari emas, kuningan atau perak, ada yang polos, ada juga yang dilengkapi beragam ukiran. Karena ukuran mamoli cukup besar dan berat, sekarang ini jarang yang mengenakannya sebagai anting-anting, lebih sering dijadikan bandul kalung.
4. Puli: giwang terbuat dari emas, atau perak dengan model yang khas.
5. Maraga: perhiasan dada serupa pita besar terbuat dari emas, kuningan atau perak.
6. Tabelo: perhiasan kepala berbentuk bulat sabit atau tanduk kerbau, terbuat dari emas atau perak.
7. Lele: gelang. ada yang dikenakan di tangan, umumnya terbuat dari gading (lele gadi), ada pula yang dikenakan di kaki, umumnya terbuat dari anyaman tali yang dihiasi giring-giring (lele wai).
8. Lado mawinne: hiasan kepala dari bilah rotan bercabang tiga yang dihiasi bulu ekor kuda. Dikenakan dengan cara disematkan pada kapouta. Kapoutanya sendiri terbuat dari pelepah pinang namun kini lebih banyak yang menggunakan kain buatan pabrik dengan warna-warna mencolok yang dibiarkan menjuntai melewati pinggang. Lado Mawinne hanya digunakan oleh para penari. (westsumba.sc)
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...