Masyarakat Sunda zaman dahulu itu masih dipengaruhi budaya Hindu dengan adanya sistem kasta (bisa dilihat dari cara berpakaiannya). Namun secara umum pakaian Sunda itu ada 2, pakaian untuk kaum menak & untuk masyarakat biasa.
Nah yang pertama itu pakaian yg biasa digunakan oleh kaum menak (pejabat/kalangan atas).
Untuk laki-laki, pakaian yang digunakan :
1. Bendo, tutup kepala yang dibuat dari sisa kain samping yang dipakai.
2. Beskap, yang biasa digunakan berkerah chiang i. Dari beskap ini bisa dilihat tingkatan sosialnya melalui jumlah kancingnya. Semakin banyak jumlah kancingnya, maka semakin tinggi tingkat sosialnya (kancingnya dulu dibuat dari emas).
3. Dodot, yaitu samping (yang digunakan di Sunda biasanya samping rereng) yang sudah dilamban. Lamban itu cara melipat kain samping di tatar sunda. Untuk laki-laki, lambanannya harus ada ekornya. Cara memasangnya dengan memutar dari kanan ke kiri.
4. Alas kakinya biasanya memakai tarumpah atau pantofel (pengaruh kolonial).
5. Benggol, aksesoris yang dipakai di saku beskap. Dulu benggol ini dipakai sebagai penunjuk waktu. Karena sekarang sudah modern, benggol hanya dipakai sebagai penghias. Bentuknya macam macam, ada benggol koin dan bentuk kuku macan.
Untuk perempuan, pakaian yang digunakan:
1. Kebaya Sunda. Di zaman dahulu, kebanyakan kebaya sunda untuk menak berbahan beludru dan terdapat bordiran benang warna terang, biasanya emas.
2. Samping. Sama seperti yang laki-laki, samping untuk perempuan pun harus dilamban. Ada ketentuan untuk lambanan perempuan, jumlah lipatannya harus ganjil dan paling sedikit 3 lipatan. Ukurannya 2 jari. Cara memakainya adalah memutar dari kiri ke kanan.
3. Sanggul. Perbedaan sanggul Sunda dengan sanggul Jawa bisa dilihat dari ukurannya.
4. Kembang goyang. Kembang goyang itu hiasan yang ditempel di sanggul. Biasanya kembang goyang bisa dipakai untuk melihat status wanita apakah sudah menikah atau belum berdasarkan jumlahnya. Tapi ada pendapat lain kalau kembang goyang dipakai hanya sebagai aksesoris biasa.
5. Suweng/giwang, anting yang tidak ada rantainya.
6. Bros. Bros yang biasa dipake itu bentuknya bunga dan ukurannya agak besar. Dipasang di bagian dada dekat leher.
7. Kalung.
8. Kelom, selop yg biasa di pake zaman dahulu.
Kalau untuk masyarakat biasa, pakaian yang dipakai itu untuk laki-lakinya pangsi dan untuk perempuannya kebaya juga namun tidak semewah kebaya kaum menak.
Untuk pakaian yang dipasang di kepala, bila Kaum Menak memakai Bendo, kebanyakan masyarakat biasa biasanya memakai Iket Sunda, berupa kain persegi berukuran besar yang dibentuk lalu dijadikan penutup kepala. Zaman sekarang Iket sudah banyak yang praktis (tinggal pakai). Bentuk-bentuk Iket itu dibagi dua, ada Iket Rekaan Baheula dan Iket Rekaan Kiwari. Kalau yang Rekaan Baheula itu biasanya bentuknya mirip-mirip, namun memiliki nama yang berbeda-beda. Untuk penamaan dan bentuknya, orang-orang zaman dahulu terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Contoh, Julang Ngapak (bentuknya mirip atap rumah tradisional), Barangabang Semplak (bentuknya mirip tumbuhan yang mau jatuh), Kebo Modol (terinspirasi dari fauna) dan lain sebagainya.
Nah, untuk Rekaan Kiwari, bentuknya lebih variatif dan istilahnya lebih 'kece' kalau dilihat. Iket yang termasuk ke dalam Rekaan Kiwari itu dibuatnya di kisaran tahun 90-an ke atas. Contohnya, Hanjuang Nantung, Makuta Wangsa, Maung Leumpang, dan lain sebagainya.
Sekarang kita akan membahas senjata tradisional Sunda. Apa sih hubungan pakaian-pakaian tersebut sama senjata tradisional? Ternyata selain digunakan sebagai alat untuk melindungi diri, senjata digunakan juga sebagai alat ukur status sosial seseorang pada zaman dahulu.
Kalau berbicara soal senjata tradisional masyarakat Sunda, pasti Kujang yang pertama terbayang. Sebenernya Kujang itu berasal dari dua kata, yaitu Kudi Hyang. Kudi sendiri adalah senjata purba yan bisa ditemukan di pulau Jawa. Bentuknya hampir sama seperti Kujang. Kalau Hyang itu merupakan sebutan untuk para dewa. Jadi secara etimologi Kujang itu bisa diartikan sebagai senjatanya para dewa (dewa di sini selain merujuk kepada dewa dalam arti kata Tuhan, bisa juga orang yang paling dihormati). Kujang ini ternyata lebih sering digunakan sebagai alat bertani dan kegiatan spiritual daripada dipakai untuk bertarung. Kujang ini juga digunakan sebagai alat ukur status sosial seseorang dan juga sebagai identitas bagi yang memegangnya, bisa dilihat dari ukiran gagangnya atau di bagian logamnya yang beda-beda.
Dulu kebanyakan Kujang ditempa/dibuat dari besi baja atau batu meteor. Banyak sekali jenis-jenis Kujang. Ada Kujang Kuntul, Kujang Pakarang, Kujang Pangarak, tapi yang paling sering kita lihat itu Kujang Ciung. Setiap bagian-bagian Kujang itu ada namanya :
1. Papatuk, bagian ujung senjata yang tajam.
2. Eluk, bagian lekukan di punggung Kujang.
3. Mata, bagian lubang-lubang kecil pada Kujang. Pada zaman Hindu, Mata Kujang itu awalnya ada 3 buah, melambangkan trimurti (brahma, siwa, wisnu). Namun, setelah islam masuk ke nusantara, Mata Kujang dibuat menjadi 5 buah, melambangkan rukun Islam.
4. Tonggong atau bagian punggung Kujang, bagian ini tidak tajam.
5. Pamor atau garis-garis halus yang ada di ukiran Kujang. Nah, saat Islam masuk, banyak yang memodif Pamor. Pamor menjadi tidak hanya garis-garis halus, namun ditambahkan huruf hijaiyah seperti kalimat Syahadat, dll.
6. Beuteung atau bagian yang melengkung ke dalam Kujang. Sedikit ke atasnya merupakan bagian yang tajam.
7. Tadah atau bagian yang menonjol di Beuteung.
8. Paksi atau bagian menonjol yang membatasi gagang dengan Kujang.
9. Biasanya terdapat Selut atau cincin logam untuk memperkuat Kujang di bagian gagang. Namun ada juga kujang yang tidak memiliki bagian ini.
10. Ganja atau kepala gagang Kujang. Bagian ini bentuknya berbeda-beda sesuai dengan status sosialnya. Di zaman sekarang kebanyakan memiliki ukiran macan.
Oh yaa, selain Kujang, di Tatar Sunda juga ada Bedog, Trisula, Tombak, dll., namun yang benar-benar khas dari Tatar Sunda itu Kujang.
Nah sekarang kan kiranya kita sudah kenal nih sama pakaian dan senjata yang ada di Tatar Sunda, tinggal bagaimana cara kita untuk melestarikan semua itu. Sebenarnya sudah banyak cara yang dilakukan untuk melestarikan budaya Sunda, contohnya seperti aturan 'Rebo Nyunda' yang mengharuskan seluruh masyarakat Jawa Barat berpakaian adat Sunda maupun berbicara dalam Basa Sunda, dan juga diadakannya Pasanggiri Mojang dan Jajaka di seluruh Jawa Barat dengan tujuan mengenalkan budaya Sunda kepada para nonoman/pemuda di Tatar Sunda juga mencari insan-insan muda yang mampu mengajak masyarakat lainnya untuk berbudaya Sunda. Hal seperti berpakaian dan yang lainnya mungkin harusnya dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari jenjang SD hingga SMA. Para pelajar/mahasiswa mungkin bisa membuat suatu event tentang budaya Sunda, tidak harus full tentang budaya Sunda, namun setidaknya masukanlah unsur-unsur yang berkaitan dengan budaya Sunda ke dalam event yang akan dibuat.
#OSKMITB2018