Lama berkelana Tuanku Rajo Tuo menemukan tambatan hati baru di Nagari Guguak, Kubuang Tigo Baleh. Sang istri memiliki wajah yang mirip dengan permaisuri yang telah meninggal. Tuanku Rajo Tuo kemudian diberi tanah dan berdiam di kampung kecil dalam Nagari Guguak yang bernama Sungai Nyalo.
Nagari Guguak bertetangga dengan Nagari Padang Duobaleh, yang dipimpin oleh raja lalim (Raja Angek Garang), raja yang berasal dari kalangan penyamun dan menghidupi nagari tersebut dengan hasil samun, judi dan adu ayam. Keberadaan 3 orang anak Tuanku Rajo Tuo dipandang sebagai potensi bahaya yang akan mengganggu kekuasaanya kelak. Maka dirancanglah suatu fitnah dengan mengirimkan wabah penyakit ke Nagari Guguak yang menyebabkan ternak, tanaman dan masyarakat menderita. Obatnya hanya satu, darah dari ketiga anak Tuanku Rajo Tuo.
Hasil rapat para basa di Nagari Guguak menyepakati untuk menuruti solusi dukun kroni Raja Angek Garang. Ketiga anak Tuanku Rajo Tuo yaitu Rondok Dindin, Murai Batu dan Bonsu Pinang Sibaribuik dibawa ke hutan oleh dubalang untuk disembelih. Namun dubalang asal Pagaruyung ini sedari awal sudah curiga akan konspirasi ini, mereka menukar darah ketiga pangeran ini dengan darah rusa, kijang dan kambing hutan untuk dibawa pulang. Tiga orang adik beradik dilepas dalam hutan, mencari nasib sendiri-sendiri.
Rondok Dindin (9 tahun), Murai Batu (7 tahun) dan Bonsu Pinang Sibaribuik (5 tahun) bertahan hidup dari berburu hewan kecil. Malang bagi mereka yang mereka makan adalah seekor ayam birugo, ayam keramat milik Gaek Gunuang Salasiah yang bersemayam di hutan. Konsekuensinya, siapa yang makan kepala nantinya akan menjadi raja, yang makan sayap menjadi hulubalang dan yang makan bagian ekor akan menjadi budak. Setidaknya demikianlah kata Gaek Gunuang Salasiah.
Singkat cerita mereka menempuh takdirnya masing-masing. Rondok Dindin menjadi raja di Palinggam Jati (Padang Selatan), Murai Batu menjadi hulubalang di Aceh, dan Pinang Sibaribuik diperjualbelikan sebagai budak sampai di Malaka.
Pinang Sibaribuik kemudian dimerdekakan oleh seorang syahbandar di Malaka dan menjadi pegawainya. Namun karena fitnah anak buah saudagar yang dulu memilikinya sebagai budak , maka ia dipenjara dengan tuduhan menghamili tunangannya sendiri, sehingga syahbandar dapat malu. Dalam penjara dia bertemu putra mahkota dari Raja Bajak Laut. Dengan bantuannya Pinang Sibaribuik melarikan diri dan memulai karir sebagai bajak laut. Lama menjadi bajak laut hingga punya armada sendiri, Sibaribuik dilenakan oleh istri barunya sehingga hasil bajakan berkurang. Raja bajak laut murka dan menitahkan hukum bunuh untuk Sibaribuik. Sibaribuik akhirnya dibuang ke lautan di perairan Champa.
Ia selamat dan terdampar di pesisir Champa. Diselamatkan oleh Gaek Jakun, adik seperguruan Gaek Gunuang Salasiah di Kubuang Tigo Baleh. Tiga tahun bersama Gaek Jakun ia menemukan jati dirinya yang sebelumnya dia tidak tahu. Gaek juga menurunkan segala ilmu dan kesaktian yang dimilikinya. Pada akhirnya Gaek mengutusnya membantu perjuangan rakyat Bayan Toran dan Parik Paritanun, dua dari lima nagari di Champa yang tersisa pasca penaklukan orang Kencu (Dai Viet, di Vietnam Utara).
Sibaribuik pun menjadi panglima pasca menyelamatkan raja Bayan Toran dari kudeta oleh hulubalangnya sendiri, yang dihasut oleh musuhnya. Dia sempat kawin di sana, mempunyai seorang anak namun malang istrinya meninggal. Setelah itu Sibaribuik minta izin meninggalkan Champa, dan dimulailah petualangannya untuk kembali ke tanah airnya.
Singkat cerita Sibaribuik menelusuri kota-kota pelabuhan di sepanjang Asia Tenggara, Asia Selatan hingga Persia. Banyak nama-nama negeri dalam istilah Minangkabau lama yang menyebut daerah-daerah seperti Banua Siam, Kaliang Gandowari (Kalingga – India Timur), Koto Malabari (Malabar – India Barat), Gujarek Rajosutan (Gujarat-Rajashtan), Kumbaiek (Cambay), dan Palinggam Rayo (kemungkinan Bandar Abbas, Persia). Ia sampai kembali di Malaka dan menemui syahbandar ayah angkatnya dulu yang ternyata sudah tua dan tak berkuasa.
Sedikit cerita roman adalah, ambisi Sibarobuik untuk memperistri Puti Sitawa Mato, kemenakan ayahnya yang menjadi raja di Kualo Banda Mua (sekitar Salido). Ambisi ini pula yang menjadi salah satu motivasinya untuk pulang kampung. Namun Puti Sitawa Mato yang tidak mengetahui asal usul Sibaribuik menolak mentah-mentah pinangannya disertai hinaan bahwa Sibaribuik hanyalah golongan bajak laut yang amat tidak pantas dengan dirinya. Pada episode ini Sibaribuik bekerja dengan Portugis di Malaka dan diangkat anak oleh salah seorang pejabat Portugis.
Singkat cerita ia akhirnya bisa kembali ke Sungai Nyalo, Nagari Guguak menemui ayah bundanya dan menyerang Padang Duobaleh. Rajo Angek Garang sendiri justru tewas di tangan Puti Sitawa Mato. Saat itu rombongan Puti Sitawa Mato yang hendak minta bantuan ke Pagaruyung di hadang oleh tiga gelombang penyamun, salah satunya yang terakhir yaitu kelompok Rajo Angek Garang. Setelah dibawa oleh Sibaribuik menemui ayahnya barulah Puti ini menyadari hubungan kekerabatan, namun apa daya ambisi Sibaribuik tertahan lagi karena ternyata Puti sudah bertunangan dengan Sutan Sari Ribuik, putera raja yang menjabat sekarang (sepupu ayah dari Sibaribuik).
Akhirnya Sibaribuik mengantarkan Puti Sitawa Mato ke Pagaruyung. Sempat terjadi perkelahian dengan Sutan Sari Ribuik yang cemburu namun akhirnya perselisihan diselesaikan dengan pertaruhan antar kedua cucu Bundo Kanduang ini. Sibaribuik menang dan mendapatkan Puti Sitawa Mato. Namun pertaruhan ini tidak disetujui oleh Tuanku Alam Sati, raja sekarang. Menurutnya yang menentukan adalah Puti Sitawa Mato sendiri.
Cerita berakhir dengan episode Tuanku Alam Sati, menguji kesaktian Sibaribuik sebagai bukti kalau dia benar-benar anak kakaknya dan murid dari Gaek Jakun, adik seperguruan dari guru Tuanku yaitu Gaek Gunuang Salasiah.
Sumber:
https://mozaikminang.wordpress.com/2012/02/13/ringkasan-kaba-pusako-bonsu-pinang-sibaribuik/
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dala...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang