|
|
|
|
Bissu dalam Epos I La Galigo Tanggal 28 Jan 2016 oleh Zulengka_tangallilia . |
Mungkin diantara kita pernah datang ke ke suatu Resepsi pernikahan atau ke salon kecantikan dan menemukan seorang laki-laki yang berparas cantik, berambut panjang, kulit putih dengan ginju memerah dibibirnya. tidak banyak yang mengetahui, jikalau dulunya (Pra-Islam) seorang Waria (Calabai, Wandu, banci, bencong) ini memiliki posisi yang terhormat dalam tatanan masyarakat, Ia adalah penyambung lidah Raja dan Rakyat, penghubung anatara Raja dengan Dewata SeuwaE.
(Foto Salah satu Bissu yang sedang melakukan Ritual, Sumber : Sempugi)
Kata "Waria" dalam bahasa Bugis disebut "Calabai", memiliki akar kata dari Sala bai atau sala baine yang berarti bukan perempuan dikarenakan lahir sebagai Pria namun bertingkah laku sebagai perempuan (Farid Makkulau: Refleksi). Masa kerajaan Pra-Islam di Sulawesi-selatan merupakan masa dimana Bissu mengalami kejayaan, Ia ditempatkan dalam tatanan masyarakat yang tinggi, memiliki peran penting dalam kerajaan (Addatuang), diberikan tanah kerajaan untuk diolahnya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dan melengkapi ritual-ritualnya. Bissu berasal dari kata "Bessi" atau "Mabessi" yang berarti suci,bersih, dan tidak kotor, mereka tidak memiliki payudara dan tidak mengalami menstruasi. selain Waria ada pula Bissu perempuan (Calalai atau perempuan yang bersifat laki-laki), yakni mereka yang menjadi Bissu setelah mengalami monopaus atau masa tidak subur (Makkulau : Refleksi).
Membahas tentang Bissu tentulah tidak lepas dari Cerita Epos I La Galigo, Pendeta Bugis kuno ini tertulis dalam Sureq I La Galigo. dalam Epos Sureq I La Galigo, Batara Guru turun dan keluar dari batang bambu, Keterasingan Batara Guru yang berasal dari dunia atas (Boting Langi) terobati dengan pertemuannya dengan We Nyili Timo dar dunia Bawah (Bori Liung/ Paretiwi). dan keduanya bertemu dan hidup secara turun temurun di dunia tengah (Ale Kawa). Dari sinilah diyakini tradisi Bissu berawal dan menyebar ke seluruh wilaya Sulawesi Selatan. (Farid Makkulau:Refleksi) Diturunkannya We Sawammenga ini adalah atas usul Datu PatotoE' kepada permasisurinya,
"Baik sekali kalau kita turunkan bissu ahli agar merekalah nanti mempersiapkan kelengkapan upacara kehiyangan langitnya kalau kelak anak menantu kita mulai hamil."
We Sawammenga diminta oleh Batara Guru dan istrinya agar memohonkan keduanya kepada Dewa agar memperoleh Putra Mahkota. Maka We Sawamenga pergi tidur selama tujuh malam. Dalam tidurnya itu Ia merasakan dirinya naik ke langit (Botong Langi) dan turun ke dunia bawah (Bori Liung/Paretiwi), memohonkan kehendak Batara Guru dan Istrinya. Setelah sadar dari tidurnya, We Sawammenga menyampaikan bahwa sudah dekat masanya We Nyilik Timo tidak haid lagi dan kelak akan melahirkan seorang anak laki-laki. (Salim : Kompas).
Proses menjadi Bissu ataupun menjadi Puang Matowa Bissu (Ketua Bissu) bisa anda baca pada buku "Manusia Bissu terbitan Refleksi tahun 2008 yang ditulis oleh wartawan pangkep yang bernama M. Farid W. Makkulau)
Bissu dalam kehidupan sexsual tidak banyak referensi yang didapat, ini karena Sexsual sendiri merupakan hal yang intim. tapi dalam Buku Manusia Bissu disebutkan bahwasannya Bissu biasanya mengangkat seorang laki-laki dalam membantu kegiatan sehari-harinya, laki-laki ini disebut dengan "To Boto" dan laki-laki ini akan tinggal membantu kegiatan sehari-hari bissu dan genap tiga tahun akan melepaskannya dan biasanya menikahkannya dimana Bissu menanggung segala kebutuhan pernikahan tersebut.
Allahu A'lam
Sumber :
M. Farid W. Makkulau. 2008. Refleksi. Makassar.
Ra, Kern. I La Galigo.
Foto : Sempugi
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |