Hyang Girinata menginginkan melingkari dunia berbarengan istrinya. Mereka naik diatas punggung lembu Andini, terbang di angkasa. Mereka sudah usai melingkari pulau Jawa, lantas terbang di atas samodera. Kebetulan saat matahari tenggelam, saat senja saat, cahaya matahari merah menyinari air samudera, menyebabkan pandangan indah di lautan. Hyang Guru melihat keindahan samudera, bimbang sangsi hatinya, bangkit asmaranya, lantaran mulai sejak kelahiran Wisnu, jauh dari rindu asmara. Mulai sejak tersebut baru bangkit hasrat untuk berwawan asmara dengan istrinya. Namun sayang, Dewi Uma tidak ada menanggapinya, sebab rasa hati masihlah jauh untuk bersenggama. Sang Hyang Guru berkemauan keras, sang istri dipegang lantas dipangkunya dan bakal digaulinya. Sang istri menampik serta menghindar dan berkata kasar.
Dikatanya Hyang Guru sangat kasar seperti raksasa, berbuat di sembarang tempat di atas punggung lembu. Sang istri mengharap supaya Hyang Guru sabar, lantaran kata Dewi Uma itu saat itu juga Hyang Guru bertaring seperti raksasa. Kama Hyang Girinata terlanjur keluar serta jatuh di samudera, menggelegar suaranya. Air samudera berdegur hebat, membual seperti di aduk. Sang Hyang Guru terasa malu, bercampur geram pada sang istri serta selekasnya mereka kembali. Air samudera masihlah hebat membual-bual, gegap gempita suaranya serta menggemparkan beberapa dewa. Surga seperti digunjang, lantas diminta carai pemicunya. Selekasnya beberapa dewa pergi serta cepat jalannya. Mereka sudah tiba di sumber huru-hara, tampak dari basic laut sinar seperti matahari tengah memancarakan cahaya panasnya. Sesudah terang mereka kembali, serta melaporkan kalau yang menyebabkan huru-hara di basic laut tempat aslinya. Mereka tidak bisa mendekat, lantaran panas sinarnya seperti panas api. Sang Hyang Guru berkata, kalau yang terlihat bersinar itu bernama Kamasalah.
Beberapa dewa diminta kembali, siap dengan peralatan perang. Mereka diminta memusnahkan Kamasalah yang bernyala-nyala di samudera itu dengan menimbunkan senjata padanya. Beberapa dewa selekasnya pergi, siap dengan senjata perang. Setiba ditempat yang bernyala-nyala itu, beberapa dewa berbarengan melepas panah. Seperti hujan jatuhnya, senjata gada, denda, bedama, gandi, kunta, cakra, candrasa, kapak, limpung, mosala, lori, alugoro jatuh di basic laut tempat asal sinar yang bernyala-nyala itu. Samudera seperti diaduk-aduk geloranya. Kamasalah yang sudah tertimbun panah serta senjata tak reda, bahkan juga jadi tambah besar. Sesudah hilang yang bernyala-nyala, jadilah raksasa segunung besarnya. Semuanya senjata membuat badan Kamasalah. Denda jadi kepala, gada jadi leher, limpung jadi hidung, dan pipi serta pelipis, cakra jadi mata, bindi jadi paha, nenggala jadi bahu, trisula jadi bahu kiri, gada menkadi dada, semuanya anak panah jadi bulu serta gigi. Raksasa itu sekonyong-konyong datang, berdiri tegak seprti gunung diatas samudera. Selekasnya berliuk tubuh, bersin, seperti halilintar suaranya, dehem seperti guntur, lantas keluar dari samudera. Mendekati beberapa dewa seraya memekik, berkata bertanya ayahnya. Beberapa dewa takut, mereka lari tunggang langgang, Kamasalah mengikutinya.
Beberapa dewa sudah tiba di hadapan Sang Jagadnata, berkata gagap kalau Kamasalah tak dapat dimusnahkan dengan senjata, bahkan juga jadi raksasa segunung besarnya, berwajah menakutkan keluar dari dalam samudera, berseru ajukan pertanyaan ayahnya, seraya mengerang seperti halilintar. Oleh karenanya beberapa dewa tercerai berai mereka takut. Belum usai dewa berkata, mendadak Kamasalah datang, beberapa dewa sembunyi di belakang. Kamasalah memandangnya, Hyang Guru tetaplah duduk, tak bergerak dari tempat. Kamasalah mendekat, tiba di depan Hyang Guru, lantas duduk tegak ajukan pertanyaan dengan nada menggelegar. Hyang Guru di tanya namannya, Hyang Guru menjawab kalau ia raja dunia pelindung semuanya yang hidup, bernama Sang Hyang Jagadnata.
Kamasalah berkata, apabila sang Hyang Jagadnata pelindung dunia harus tahu yang menganakkan dia serta tahu rumahnya. Sang Hyang Jagadnata mengakui tahu semua pertanyaan Kamasalah serta mampu tunjukkan rumah ayahnya, dengan prasyarat Kamasalah ingin menghormat, merunduk mencium kakinya. Kamasalah mampu, namun apabila Sang Hyang Jagadnata membohonginya bakal dimakannya. Sang Hyang Jagadnata mampu, Kamasalah diminta menghormatnya. Kamasalah menghormat, Sang Hyang Jagadnata mencabut rambut pelipis kanan kiri. Kamasalah meronta serta menengadah, cepat-cepat Sang Hyang Jagadnata memegang ke-2 taring serta dipotong ujungnya, lantas ditekan lidahnya hingga semuanya dapat keluar mulutnya. Kamasalah dilempar jatuh tertunduk tanpa ada daya, pucuk taring berbarengan dapat diciptanya, ujung taring kanan jadi kunta, tengah ujung taring kiri jadi pasupati serta rambut jadi tali busar panah. Lalu Sang Hyang Guru berkata, kalau Kamasalah yaitu puteranya serta dinamakan Batara Saat.
Batara kala lantas diminta berada tinggal di Nusakambangan, dan merajai makhluk jahat serta jin yang tinggal di pulau Jawa. Kamasalah terima kasih atas cinta kasih Sang Hyang Guru, bakal menurut semua perintah lalu minta catu yang bisa jadi makannya. Sang Hyang Guru berikan catu enampuluh type manusia, lantas dijelaskan perinciannya, enampuluh type manusia terbagi dalam anak serta orang sukerta. Batara Saat mendengar type manusia yang dimaksud oleh Sang Hyang Guru dengan suka hatinya, lantas mohon diri dan diperbolehkannya, Batara Saat menghormat, lantas pergi ke Nusakambangan, Batara Saat berada di Nusakambangan, makhluk jahat serta jin mengakui Batara Saat sebagai rajanya.
Sepeninggalan Batara Saat, Sang Hyang Guru kembali pada surga, kemarahan pada Dewi Uma bangkit kembali. Sebab ia bertaring dari akibat kalimat istrinya, Dewi Uma menyonsong kehadiran suaminya, selekasnya menghormat dihadapan Sang Hyang Pramesti. Saat itu juga dipegang rambutnya, ditarik hingga terurai sanggulnya. Dewi Uma berteriak keras, berumbai-umbai rambutnya. Dewi Uma dipegang ke-2 kakinya, dibaliknya kepala di bawah. Dengan geram Sang Hyang Guru berkata, cantik rupawan Dewi Uma namun rambut berumbai-umbai seperti raksasi, jerit nada sebagai pekik raksasa juga. Saat itu juga Dewi Uma beralih berujud raksasi. Dewi Uma dilepaskan, jadi Dewi Uma juga berteriak sedih, datang menghormat Sang Hyang Guru seraya minta maaf serta bertobat. Sang Hyang Guru terharu serta menyimpan belas kasihan. Sang Hyang Guru berkata lembut, kalau sudah jadi takdir.
Jasmani Dewi Uma berujud raksasi, namun sukma tetaplah sukma Dewi Uma. Dewi Uma yang berujud raksasi bakal jadi istri Batar Saat. Lalu Sang Hyang Guru memasukkan sukma ke badan Dewi Laksmi istri uwaknya yang bernama Resi Catur Kanaka, anak jin Lama raja jin yang berujud raksasi. Dewi Laksmi canti rupawan, secantik Dewi Uma yang sudah berujud raksasi, lantas dinamakan Batari Durga serta diberikan pada Batara Saat. Batara kala serta Batari Durga hidup berbarengan di Nusakambangan.
Sang Hyang Girinata sudah limabelas tahun tinggal di Pulau Dwipa, lalu kembali pada tanah Hindi berbarengan beberapa dewa. Setiba dibukit Tengguru mereka membangun Kahyangan lalu bangun Kahyangan di tanah selong. Resi Catur Kanaka yang istrinya sudah di ambil Sang Hyang Guru menyerah pada nasibnya.
sumber : https://ceritarakyat.web.id/cerita-rakyat-dari-jawa-tengah-bathara-kala/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja