Salah satu aset bersejarah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terletak di ujung Pulau Utara Pulau Bangka, tepatnya di sebuah Kota Kecamatan bernama Belinyu.
Bangunan ini merupakan peninggalan Kerajaan China Raja Bong Khiung Fu asal dataran tinggi China – Tibet yang mendirikan sebuah kerajaan kecil mirip benteng pertahanan empat abad ke belakang. Di Ujung utara Pulau Bangka di Kota Belinyu banyak tersimpan asset sejarah peninggalan abad-abad lalu. Dalam kitab sejarah Tiongkok Kuno seperti yang dituturkan salah seorang keturunan Raja Bong Kap (Kuto Panji)kepada bkgi.
Pada zaman dulu Bong Khiung Fu seorang penguasa di Tibet – China berselisih dengan penguasa Tiongkok yang menguasai seluruh jazirah Tiongkok. Bong Khiung Fu menolak membayar upeti kepada Khian Lung Raja Tiongkok yang waktu itu berkuasa. Raja pun marah dan akan menghukum mati Bong Khiung Fu. Mendengar raja akan menghukum mati dirinya. Bong Khiung Fu bersama pasukannya, keluarganya dan seorang putrinya bernama putri Chok Tian bermaksud melarikan diri keluar dari daratan Tiongkok mengarungi samudera dengan maksud ke tanah Jawa. Dalam perjalanan tersebut dibawa lah seluruh hartanya dan bala tentaranya yang menumpangi beberapa buah kapal besar dan kapal kecil. Dalam pelarian mengarungi samudera itu Bong khiung Fu berserta pengikut dan keluarganya mempersiapkan bekal harta yang cukup banyak termasuk emas seberat 972 Kg dan tanaman jeruk Kingkit sebagai obat anti mabuk dalam pelayaran ke tempat tujuan, yang suatu saat jeruk Kingkit ini merupakan tanaman yang langka di Indonesia dengan nilai jual tinggi, aslinya dari China dibawa Bong Khiung Fu tadi. Sebelum sampai ketempat tujuan rombongan disersi ini sempat transit ke beberapa negeri, diantarnya Siam, Pathani – Thailand, Siantan -Johor dan dari Siantan bermaksud menuju Pulau Jawa untuk mencari suaka politik. Namun, takdir berkata lain tidak sesuai rencana Bong Khiung Fu semula. Begitu melintasi perairan Selat Berhala dan mendekati ujung utara Pulau Bangka rombongan itu dikejar-kejar oleh bangsa Lanun (bajak laut). Akhirnya mereka melarikan diri menuju ujung utara Pulau Bangka sebagai daratan terdekat memeasuki Teluk Kelabat – Belinyu hingga memasuki muara Sungai Karang Lintang menyusuri pedalaman dan berhenti si suatu daerah yang dulu bernama Karang Lintang. Dirasa aman bersembunyi di situ, lalu mulai membuka daerah baru itu dengan berkebun dan bercocok tanam di pedalaman tersebut. Hingga terfikir olehnya mendirikan sebuah benteng pertahanan yang kokoh yang mampu menghalau serangan bajak laut dan serangan luar lainnya. Dibangunlah sebuah bentuk bangunan mirip benteng pertahanan sebagai istana kecilnya lengkap dengan perangkat pemerintahannya yang saat itu tunduk kepada kekuasaan Kesultanan Palembang. Sebagai kerajaan kecil yang tunduk pada domninasi Palembang tentu saja harus memberikan upeti berupa timah tiban kepada penguasa Palembang. Ada pun pembangunan benteng Kuto Panji atau dalam bahasa China Hokkiannya Bong Kap waktu pembangunan benteng istana tersebut memakan waktu 5 tahun ( 1664 – 1669 M) dengan material dari sekitar benteng dan bahan material khusus yang dibawanhya dri Tiongkok. Sebagai perekat/ semen digunakan lah putih telor angsa sebagai campuran pasir dan batu gedung. Kuto Panji dalam kurun beberapa abad dapat bertahan hingga benar-benar runtuh di tahun 1774 karena serangan musuh dan sebelumnya bertubi-tubi serangan bangsa Lanun. Menujrut beberapa versi Raja Bong Khiung Fu mati terbunuh oleh bangsa lanun, namun ada juga yang mengatakan dirinya lari ke Semenanjung Malaka. Sementara itu putrinya bernama Chok Tian mati terbunuh menceburkan diri ke sumur di sekitar istana Kujto Panji.
Sampai saat ini reruntuhan istana Kuto Panji masih menyisakan beberapa bagian bangunan yang masih ada, terletak di belakang Kantor Camat Belinyu
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja