Alat Musik
Alat Musik
Seni dan Kultur Kepulauan Bangka Belitung Bangka Barat
Belatik #DaftarSB19
- 11 Februari 2019
Diceritakan, jaman dahulu, seorang pemuda Jering pergi memancing ke sebuah tematang di kampungnya. Sampai di tematang, pemuda Jering itu mendengar alunan musik yang belum pernah ia dengar. Ia pun mencari orang yang memainkan musik merdu tersebut. Susah payah ia mencari, namun tidak seorangpun ditemui. Ketika berada dibawah pohon, ia mendengar suara musik berasal dari atasnya, ketika ia memanjat pohon terdengar suara musik itu berasal dari bawahnya. Lama kemudian ia tersadar bahwa musik yang ia dengar tersebut dimainkan oleh Putih Anak. Singkat cerita, pemuda Jering itu pun pulang ke rumahnya. Berhari-hari ia memainkan alat-alat musik dirumahnya dan berusaha untuk menemukan nada yang sama dengan musik yang dimainkan oleh Putih Anak di tematang. Semenjak itu lahirlah Belatik, musik yang menjadi penghibur masyarakat Jering.
 
Belatik merupakan kesenian tradisional milik masyarakat Jering yang hadir dari aktifitas berladang. Pemain Belatik pada umumnya adalah muda mudi Jering yang belum memiliki ikatan pernikahan. Bila hari mulai malam, muda mudi Jering memainkan Belatik sambil bersantai untuk melepas lelah. Orang-orang akan berkumpul untuk mendengarkan permainan Belatik sambil bercengkrama, bercerita tentang ladang, musim, binatang yang mengganggu tanaman mereka dan wanita atau lelaki yang mereka sukai. Belatik sebagai hiburan juga hadir dalam perayaan kampong dan tidak hanya hadir sebagai hiburan bagi masyarakat Jering tetapi kesenian ini juga memiliki fungsi menghibur bagi mahluk-mahluk halus yang tinggal di kampung agar tidak mengganggu dan membawa petaka bagi kampung.
 
Belatik hadir pada masyarakat Jering sebelum masuknya kesenian Campak dan Dambus. Kesenian Belatik ditunjang oleh dua unsur utama yaitu instrumen dan vokal yang berbeda dengan kesenian lainnya seperti Campak dan Dambus yang ditunjang oleh unsur tarian. Alat musik yang digunakan dalam kesenian Belatik antara lain adalah sebuah biola, dua buah kendang, dan sebuah tawak-tawak. Alat-alat musik tersebut terbuat dari bahan kayu yang banyak tumbuh di wilayah sekitar tempat tinggal masyarakat Jering. Biola umumnya dibuat dari bahan kayu Gerunggan. Gendang dibuat dari kayu Medang yang berlubang dan ditutupi dengan kulit lirang (lutung) atau kulit biawak pada salah satu sisinya. Sementara itu, tawak-tawak terbuat dari batok kelapa dan parang puting. Pada perkembangannya, alat musik Gong juga digunakan dalam kesenian Belatik. Namun Gong bersifat sebagai pilihan, tidak harus selalu ada dalam setiap tampilan kesenian Belatik.
 
Para seniman Belatik pada dasarnya tidak mengenal sistem laras yang baku. Hal ini dibuktikan dengan tidak terdapatnya nama-nama nada serta penamaan laras pada setiap alat musik yang dimainkan dalam kesenian Belatik. Permainan alat musik hanya mengandalkan keselarasan suara yang dihasilkan. Namun, secara keseluruhan permainan Belatik cenderung berlaras salendro. Hubungan antara instrumen dan vokal ditunjukkan pada nyanyian yang dilakukan sepanjang permainan instrumen Belatik, meskipun secara ritmis lagu-lagu Belatik kurang berkaitan dengan tabuhan instrumennya bahkan lagu-lagu Belatik lebih terdengar seperti orang yang sedang berbicara sambil meratap. Jeda lagu dalam kesenian Belatik, hanya berfungsi untuk menarik nafas dan tidak ada kaitannya dengan ketukan musik. Lagu-lagu Belatik biasanya dinyanyikan oleh seorang perempuan sembari menabuh kendang. Sementara itu, biola dan tawak-tawak dimainkan oleh laki-laki. Akan tetapi, tidak jarang pula laki-laki turut juga memainkan kendang. Kendang dalam kesenian Belatik ditabuh dengan tempo yang cepat sedangkan lagu yang dinyanyikan bertempo lambat sampai bertempo sedang.
 
Lagu-lagu Belatik antara lain adalah Nasi Dingin, Giting-Giting, Kapal Keruk, Pinang Nibung, Igur-Igur, Apung-Apung, dan Keladi Kuning. Syair lagu-lagu Belatik yang terdiri atas pantun-pantun pada umumnya mencerminkan ekspresi masyarakat Jering terhadap lingkungan sekitar dan kehidupan sehari-hari yang mereka jalankan. Sering sekali, antara judul lagu dan isi lagu Belatik tidak berkaitan karena judul lagu Belatik diambil dari sampiran pantun pertama syair lagu. Sampiran pada pantun yang menjadi syair lagu-lagu Belatik biasanya menggambarkan lingkungan tempat tinggal masyarakat Jering sementara isi pantun menggambarkan kehidupan sosial atau ungkapan perasaan.
 
Pengetahuan tentang Belatik diteruskan  secara turun temurun dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Namun, pengetahuan Belatik itu lantas menghilang manakala generasi yang seharusnya menerima dan meneruskan pengetahuan tersebut menolak untuk meneruskannya. Hadirnya hiburan baru yang lebih menarik merupakan salah satu penyebab terputusnya rantai hidup kesenian Belatik.
 
Era 90-an, kesenian Belatik benar-benar menghilang, tidak ada orang yang memainkan kesenian itu seiring dengan berkurangnya orang-orang yang berladang. Kesenian ini kembali muncul ketika seorang Kepala Desa Sekar Biru menginstruksikan untuk mendirikan sebuah sanggar di desa tersebut. Tahun 2010, Johani dan kawan-kawan membangun sebuah sanggar yang bernama Sanggar Sekar Biru. Pada mulanya Sanggar Sekar Biru hanya memainkan Dambus dan Campak, namun mereka juga mencoba untuk membangkitkan kembali kesenian Belatik dengan memainkannya kembali  serta berusaha untuk mengenalkannya kepada generasi muda. Selain di Sanggar Sekar Biru, Belatik juga hidup di Sanggar Lembah Sunyi pimpinan  Senai dengan fasilitas sanggar yang sederhana. Hingga saat ini, peminat Belatik hanya berkisar pada orang-orang tua Jering yang masih mengingat kesenian tradisional milik  masyarakat Jering. Berbagai perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Jering telah menggeser banyak nilai dan fungsi-fungsi budaya milik masyarakat Jering sehingga mengakibatkan perubahan pada identitas atau jati diri pada generasi muda masyarakat tersebut.
 
Credits:
 
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangka Belitung
Hera Riastiana

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gua Jepang Kaliurang
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Goa Jepang yang berada di kawasan wisata Kaliurang ini merupakan salah satu goa buatan peninggalan pada masa penjajahan Jepang. Goa yang dibangun pada tahun 1942-1945 ini merupakan tempat perlindungan tentara Jepang dari para tentara sekutu pada masa itu. Goa Jepang di Kaliurang ini memang memiliki fungsi yang berbeda dengan Goa Jepang di daerah Berbah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan bom. Goa yang terletak di Bukit Plawangan ini memiliki 25 goa buatan yang satu sama lain memiliki ruang penghubung masing-masing. Sebelum menuju goa ini, dari pintu masuk Nirmolo, pengunjung harus berjalan melalui jalan setapak terlebih dahulu kurang lebih 45 menit. Setelah sampai di area Goa Jepang, pengunjung akan dipandu oleh pemandu wisata yang akan dengan senang hati menjelaskan sejarah dan cerita mengenai goa jepang ini. Dengan dijelaskannya sejarah mengenai seluk beluk goa jepang, para pengunjung pun selain menikmati wisata sejarah, diharapkan juga mendapat pengetahuan leb...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Lokasi Pusat Universitas Gadjah Mada memiliki bangunan cagar budaya Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada yang merupakan cikal bakal sarana pendidikan pertama dalam bentuk kompleks bangunan yang dirancang secara khusus dengan pola tata ruang simetris. Lokasi ini merupakan tempat kegiatan pembeIajaran/pendidikan tinggi pertama kali di Indonesia yang dibangun setelah kemerdekaan pada tahun 1951, lokasi ini juga merupakan bukti sejarah perhatian pemerintah Republik lndonesia pada peletakan batu pertama universitas oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Lokasi pusat Universitas Gadjah Mada memiliki struktur dan pola ruang yang memiliki kemiripan dengan konsep ruang arsitektur Jawa Kraton Kasultanan Yogyakarta. Salah satu cirinya adalah orientasi arah dan Ietak bangunan pada garis poros imajiner dengan dua arah ke Utara dan Selatan meskipun mengalami perubahan dari rencana semula. Awalnya. konsep pintu masuk utama dari arah utara melalui gerbang di tengah Arboretum, menuju Balairung...

avatar
Bernadetta Alice Caroline