Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Pesisir Maluku
Batu Berdaun
- 12 Desember 2014

Batu berdaun yang dimaksud dalam cerita ini adalah sebuah batu besar berbentuk daun yang terletak

di atas sebuah bukit di Maluku. Menurut cerita, batu tersebut memiliki mulut yang bisa terbuka dan mengatup kembali serta dapat menelan siapa saja. Suatu ketika, batu berdaun itu menelan seorang

nenek. Apa yang terjadi selanjutnya? Simak kisahnya dalam cerita Batu Berdaun berikut ini!

Alkisah, di daerah pesisir Maluku, hiduplah seorang nenek dengan dua orang cucunya yang masih kecil.

Cucu yang pertama berumur 11 tahun, sedangkan yang bungsu masih berumur 5 tahun. Kedua anak itu yatim piatu karena orangtua mereka telah meninggal dunia ketika mencari ikan di laut. Kini, kedua anak itu berada dalam asuhan sang nenek.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, nenek bekerja mengumpulkan hasil hutan dan mencari ikan di

pantai. Hasilnya tidak pernah cukup untuk mereka makan. Untunglah para tetangga sering berbaik hati memberikan makanan kepada sang nenek untuk dimakan bersama kedua cucunya.

 Suatu hari, air laut terlihat surut, ombaknya pun tampak tenang. Kondisi seperti ini biasanya menjadi pertanda bahwa banyak kepiting yang terdampar di sekitar pantai. Si nenek pun mengajak kedua cucunya ke pantai untuk menangkap kepiting.

“Cucuku, mari kita ke pantai mencari kepiting,” ajak si nenek.

Alangkah senangnya hati kedua anak itu, terutama si bungsu. Ia berlari­lari dan melompat kegirangan.

“Horeee... horeee... !” riang si bungsu.

Setiba di pantai, mereka pun mulai memasang beberapa bubu (alat untuk menangkap kepiting) di

sejumlah tempat. Selang beberapa lama kemudian, sebuah bubu yang dipasang nenek memperoleh

seekor kepiting besar yang terperangkap di dalamnya. Si nenek pun menyuruh kedua cucunya untuk

pulang terlebih dahulu.

“Cucuku, kalian pulanglah dulu. Bawa dan rebuslah kepiting besar itu untuk makan siang kita nanti,” ujar si nenek, “Capitannya sisakan untuk nenek.”

“Baik, Nek,” jawab cucu yang pertama.

Kedua anak itu pun kembali ke rumah dengan perasaan gembira. Hari itu, mereka akan menikmati

makanan lezat. Setiba di rumah, kepiting besar hasil tangkapan mereka tadi segera direbus. Setelah

masak, kepiting itu mereka makan bersama ubi rebus. Mereka makan dengan lahap sekali. Sesuai

perintah sang nenek, kedua anak itu menyisakan capit kepiting.

Usai makan, kedua anak itu pergi bermain hingga hari menjelang siang. Saat mereka pulang ke rumah, nenek mereka ternyata belum juga kembali dari pantai. Sementara itu, si bungsu yang baru sampai di rumah tiba­tiba merasa lapar lagi.

“Kak, aku lapar. Aku mau makan lagi,” rengek si bungsu kepada kakaknya.

“Bukankah tadi kamu sudah makan? Kenapa minta makan lagi?” tanya kakaknya.

“Aku lapar lagi. Aku mau makan capit kepiting,” si bungsu kembali merengek.

“Jangan, capit kepiting itu untuk nenek,” cegah si kakak.

Meskipun sang kakak sudah berkali­kali menasehatinya, si bungsu tetap saja merengek. Karena iba, sang kakak terpaksa mengambil sepotong capit kepiting itu. Si bungsu akhirnya berhenti merengek. Namun, setelah makan, ia kembali meminta capit kepiting yang satunya. Si kakak pun memberikannya.

Tak berapa lama kemudian, nenek mereka kembali dari pantai. Wajah si nenek yang sudah keriput itu tampak pucat. Kelihatannya ia sangat lapar. Cepat­cepatlah ia masuk ke dapur ingin menyantap capit kepiting bersama ubi rebus. Betapa terkejutnya ia saat melihat lemari makannya kosong.

“Cucuku., cucuku...!” teriaknya dengan suara serak.

“Iya, Nek,” jawab si sulung seraya menghampiri neneknya, “Ada apa, Nek?”

“Mana capit kepiting yang nenek pesan tadi?” tanya si nenek.

“Ma... maaf..., Nek!” jawab si sulung dengan gugup, “Capit kepitingnya dihabiskan si Bungsu. Aku sudah berusaha menasehatinya, tapi dia terus menangis meminta capit kepiting itu.”

Betapa kecewanya hati sang nenek mendengar jawaban itu. Ia benar­benar marah karena kedua

cucunya tidak menghiraukan pesannya. Tanpa berkata­kata apapun, si nenek pergi meninggalkan rumah. Dengan perasaan sedih, ia berjalan menuju ke sebuah bukit. Sesampai di puncak bukit itu, ia lalu mendekati sebuah batu besar yang bentuknya seperti daun. Orang­orang menyebutnya batu berdaun. Di hadapan batu itu, si nenek duduk bersimpuh sambil meneteskan air mata.

“Wahai, batu. Telanlah aku!” seru nenek itu, “Tidak ada lagi gunanya aku hidup di dunia ini. Kedua

cucuku tidak mau mendengar nasehatku lagi.”

Batu berdaun itu tidak bergerak sedikit pun. Ketika nenek mengucapkan permintaannya untuk ketiga

kalinya, barulah batu itu membuka mulutnya.

Dengan sekali sedot, si nenek langsung tertarik masuk ke dalam perut batu itu. Setelah si nenek tertelan, mulut batu itu mengatup kembali. Sejak itulah, si nenek tinggal di dalam perut batu itu dan tidak pernah keluar lagi.

Sementara itu, kedua cucunya dengan gelisah mencari nenek mereka. Saat tiba di puncak bukit itu,

mereka hanya mendapati kain milik nenek mereka terurai sedikit di antara batu berdaun itu.

“Nenek, jangan tinggalkan kami!” tangis si sulung.

“Maafkan aku, Nek. Aku berjanji tidak akan mengecewakan nenek lagi,” ucap si bungsu dengan sangat menyesal.

Si sulung kemudian meminta kepada batu berdaun itu agar menelan mereka.

“Wahai, batu berdaun. Telanlah kami!” seru si sulung.

Meskipun kedua anak tersebut berkali­kali memohon, batu berdaun itu tetap tidak mau membuka

mulutnya, sampai akhirnya kedua anak itu tertidur di dekatnya. Keesokan harinya, keduanya terbangun dan kembali meratapi kepergian sang nenek. Pada saat itu, kebetulan ada seorang tetangga mereka yang melintas di tempat itu.

“Hai, kenapa kalian ada di sini?” tanyanya saat melihat kedua anak itu.

Si sulung pun menceritakan semua yang telah terjadi pada neneknya. Oleh karena nenek itu tidak akan kembali lagi, si tetangga pun mengajak kedua anak tersebut pulang ke rumahnya dan kemudian

merawat mereka. Kedua anak itu merasa sangat menyesal atas perlakuannya terhadap nenek mereka.

Namun, hal itu mereka jadikan sebagai pelajaran berharga sehingga kedua anak itu pun tumbuh menjadi.

Demikian cerita Batu Berdaun dari Maluku. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah

bahwa orang tidak mau menuruti nasehat orangtua seperti kedua cucu nenek itu pada akhirnya akan

mendapat balasan yang setimpal. Gara­gara tidak mau mendengar nasehat, mereka akhirnya ditinggal pergi oleh sang nenek. Pelajaran lainnya adalah bahwa sebuah kesalahan dapat menjadi sebuah pelajaran bagi kita untuk menata hidup yang lebih baik di masa yang akan datang. (Samsuni/sas/271/08­11)

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/292-Batu-Berdaun

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Bobor Kangkung
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Tengah

BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline