Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
Batu Bagaung
- 23 November 2018

Seorang putri raja yang akan mandi di sungai dengan ditemani tujuh dayang- dayangnya. Dengan dibantu empat dayang- dayangnya, sang putri raja lantas mencuci rambutnya dengan bahan khusus. Bahan itu terdiri dari biji-biji wijen dan jeruk nipis. Biji-biji wijen yang digoreng kemudian ditumbuk hingga halus dan lalu dicampurkan dengan perasan air jeruk nipis. Gampuran bahan itu biasa digunakan sang putri raja untuk mencuci rambut hingga rambutnya dapat tumbuh lebat lagi indah. Selesai mencuci rambut, sang putri raja lantas berendam di sungai. Empat orang dayang-dayangnya turut pula berendam di dekat sang putri. Sementara itu tiga orang dayang-dayang lainnya memetik bunga- bunga yang tumbuh subur di pinggir sungai. Bunga-bunga itu akan mereka buat hiasan untuk dikenakan Sang Putri Raja setelah selesai mandi.

Suasana yang tenang lagi tenteram itu mendadak dipecahkan oleh kedatangan gelombang air yang bergerak dahsyat. Gelombang air yang datang tiba-tiba tersebut menenggelamkan sang putri raja beserta empat orang dayang-dayangnya. Maka, kegemparan pun seketika melanda kerajaan ketika sang putri raja beserta empat orang dayang- dayangnya itu menghilang ketika gelombang air telah berlalu. Segenap warga kerajaan dan juga penduduk beramai-ramai mencari putri raja. Namun, putri raja beserta empat orang dayang- dayangnya itu tidak juga berhasil ditemukan.

Takterperikan kesedihan Sang Raja mendapati hilangnya putrinya. Ia pun teringat pada seorang pertapa sakti yang berdiam di pinggir hutan yang tidak jauh dari istana kerajaannya. Sang pertapa sakti itu kerap disebut Sang Pangelaran karena ia mampu memasuki kerajaan bawah air dengan tubuh tetap kering. Sang Pangelaran itu segera dipanggil untuk datang ke istana kerajaan guna menghadap Sang Raja.

Dengan mengenakan pakaian kuning keemas-an yang menjadi ciri khasnya, Sang Pangelaran datang menghadap Sang Raja. Katanya kemudian, “Putri Paduka masih hidup. Paduka sendiri yang harus datang menjemputnya ke kerajaan Bawah Air.”

Sang Raja menyatakan kesediaannya. Ia dengan iringan Sang Pangelaran lantas menuju sungai. Sang Pangelaran meminta Sang Raja memejamkan mata. Seketika Sang Raja diminta membuka mata, ia telah berada di sebuah kerajaan. Sangat ramai kerajaan itu seperti hendak mengadakan sebuah pesta yang meriah. Hanya satu hal yang membuat Sang Raja keheranan. Ia tidak mendapati adanya anak-anak di kerajaan itu. kebanyakan orang yang ditemui dan dilihatnya adalah orang-orang tua yang terlihat lemah dan tidak berdaya.

Sang Pangelaran terus mengajak Sang Raja menuju istana Kerajaan Bawah Air. Kepada para prajurit yang menjaga pintu gerbang istana kerajaan, Sang Pangelaran menyatakan hendak menghadap Maharaja Bawah Air. Sang Pangelaran dan Sang Raja lantas dibawa ke sebuah balairung yang megah.

Maharaja Bawah Air datang ketika Sang Pangelaran dan Sang Raja telah duduk di kurSi indah berlapis emas yang disediakan untuk tamu agung kerajaan Bawah Air. Maharaja Bawah Air mengenakan pakaian yang indah gemerlapan laksana terbuat dari lempengan-lempengan emas murni. Ia juga mengenakan mahkota kerajaan yang sangat berkilauan sehingga Sang Raja sangat sulit menatap wajah Maharaja Bawah Air itu.

Sang Raja menyampaikan permohonannya untuk menjemput putri tercintanya.

Maharaja Bawah Air tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan Sang Raja. Ia lantas menyebutkan keadaan istana kerajaannya yang terlihat kotor. Katanya pula, “Tidakkah Paduka melihat rakyat kerajaanku? Anak-anak kami mati dan rakyatku yang tersisa telah tua usianya lagi menyedihkan keadaannya! Mereka lemah dan tidak berdaya. Untuk Paduka ketahui, semua itu disebabkan putri Paduka!”

Sang Raja terperanjat mendengar ucapan Maharaja Bawah Air. “Bagaimana mungkin semua kerusakan itu disebabkan oleh putri saya?” tanyanya.

“Ketahuilah,” seru Maharaja Bawah Air, “Putrimu itu gemar mencuci rambutnya dengan tumbukan biji wijen yang digoreng dan kemudian dicampurjeruk nipis. Ketahuilah, bahan-bahan itu adalah racun bagi rakyat kami! Anak-anak kami mendadak mati terkena racun itu! Rakyat kami yang telah tua usianya menjadi lemah tubuhnya dan tidak berdaya. Bahkan, untuk berjalan pun mereka sempoyongan! Maka, siapa yang melakukan kerusakan, dia pula yang harus menanggung akibatnya. Putrimu harus menjadi tumbal karena perbuatan buruknya kepada kami!”

Sang Raja amat sedih mendengar penjelasan Maharaja Bawah Air. Sama sekali tidak diduganya jika kebiasaan putri tunggalnya itu berdampak kerusakan bagi kerajaan Bawah Air. Sang Raja lantas berujar, “Maafkan kesalahan putri saja, Maharaja. Sesungguhnya ia tidak mengetahui sama sekali jika perbuatannya itu menimbulkan kerusakan di kerajaan Paduka. Maafkan anak perempuan satu-satunya yang saya miliki itu.”

Maharaja Bawah Air terdiam beberapa saat. Ia seperti bisa merasakan kepedihan Sang Raja jika harus berpisah dengan putri satu-satunya itu untuk selama-lamanya. Katanya kemudian setelah merenung, “Apakah Paduka bersedia mengadakan perjanjian denganku seandainya putrimu itu kembali kepadamu?”

Sang Raja langsung menganggukkan kepala. “Saya bersedia,” tegasnya.

“Baiklah, aku mengadakan dua perjanjian denganmu,” kata Maharaja Bawah Air. “Pertama, semua warga kerajaan Paduka tidak diperkenankan sekali-kali untuk mencuci rambut di sungai dengan campuran biji wijen yang digoreng dan jeruk nipis. Kedua, perjanjian ini terus berlangsung hingga anak keturunan kita selama-lamanya. Bagaimana? Apakah Paduka dapat menerima perjanjian ini?”

Secara langsung Sang Raja telah melihat kerusakan parah dan juga kehancuran di kerajaan Bawah Air akibat kegemaran putrinya mencuci rambut. Ia dapat merasakan kesedihan Maharaja Bawah Air. Seandainya rakyatnya sendiri yang mengalami kerusakan seperti itu, bisa jadi ia tidak hanya bersedih, melainkan akan murka pula. Sang Raja dengan mantap menganggukkan kepala. Katanya, “Saya bersedia mengikat perjanjian dengan Paduka.”

“Jika perjanjian ini dilanggar, maka siapa pun juga yang melanggar harus membayar ganti rugi yang sepadan dengan bentuk pelanggarannya,” kata Maharaja Bawah Air selanjutnya. “Apakah Paduka juga setuju dengan pernyataanku ini?”

“Saya setuju,” jawab Sang Raja.

Maharaja Bawah Air segera memanggil prajuritnya untuk membawa Sang Raja dan Sang Pangelaran menuju tempat putri raja berada. Sang Raja sangat keheranan karena dibawa ke kendang kambing. Di kandang kambing itu Sang Raja tidak melihat putri dan juga empat dayang-dayang. Yang dilihatnya hanyalah lima ekor kambing yang langsung mengembik ketika melihatnya datang. Belum juga reda keheranan Sang Raja, ia juga mendapati para prajurit Kerajaan Bawah Air yang mengantarnya juga telah menghilang.

“Di mana putriku dan empat dayang- dayangnya?” tanya Sang Raja. “Lantas, apa pula yang harus kita lakukan?”

Sang Pangelaran lantas menggapit tangan Sang Raja untuk membawa lima kambing itu keluar dari kandang kambing. Seketika kambing- kambing itu telah dikeluarkan dari kandang kambing, mendadak istana Kerajaan Bawah Air itu menghilang. Semuanya berubah menjadi hitam. Sang Raja terpaksa memejamkan matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, Sang Raja telah berada di pinggir sungai. Ia tidak sendirian, melainkan bersama Sang Pangelaran danjuga putri tunggalnya beserta empat dayang-dayangnya. Takterperikan kegembiraan Sang Raja mendapati putrinya telah kembali.

Sang Raja lantas mengumpulkan segenap rakyat yang dipimpinnya di alun-alun kerajaan. Di hadapan sekalian rakyatnya itu Sang Raja menyampaikan perjanjian yang telah dibuatnya bersama Maharaja Bawah Air. Segenap rakyat yang dipimpinnya dilarangnya untuk mencuci rambut dengan menggunakan tumbukan biji wijen yang digoreng yang dicampur dengan jeruk nipis. “Semua itu akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di Kerajaan Bawah Air. Apakah kalian dapat menerima perjanjianku ini?”

Segenap rakyat menyatakan persetujuannya. Mereka merasa harus turut menjaga kelestarian Kerajaan Bawah Air.

“Siapa pun juga yang berani melanggar aturanku ini, maka ia akan dikenakan hukuman dan denda yang berat sesuai dengan pelanggarannya!” lanjut Sang Raja.

Sejak saat itu warga kerajaan tidak ada lagi yang berani mencuci rambut dengan menggunakan bahan-bahan yang menjadi racun bagi warga kerajaan Bawah Air. Mereka terus menjaga perintah Sang Raja dan tidak berani untuk melanggarnya. Mereka takut terkena hukuman, baik yang akan ditimpakan Sang Raja maupun Maharaja Bawah Air.

Konon, kerajaan Bawah Air tempat Maharaja Bawah Air bertakhta itu berada di sebuah teluk di Sungai Lamandau yang oleh masyarakat disebut Batu Bagaung. Hingga kini perjanjian antara Sang Raja dan Maharaja Bawah Air tetap dijaga dan dipertahankan.

 

 KITA HENDAKLAH MENIAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN DEMI KESEJAHTERAAN KITA BERSAMA DAN JUGA ANAK KETURUNAN KITA DI KEMUDIAN HARI. KERUSAKAN LINGKUNGAN TIDAK HANYA MENYENGSARAKAN KITA. NAMUN JUGA MENYENGSARAKAN ANAK KETURUNAN KITA. 

 

Sumber: https://dongengceritaanak.com/category/cerita-rakyat/kalimantan-tengah/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline