Seorang putri raja yang akan mandi di sungai dengan ditemani tujuh dayang- dayangnya. Dengan dibantu empat dayang- dayangnya, sang putri raja lantas mencuci rambutnya dengan bahan khusus. Bahan itu terdiri dari biji-biji wijen dan jeruk nipis. Biji-biji wijen yang digoreng kemudian ditumbuk hingga halus dan lalu dicampurkan dengan perasan air jeruk nipis. Gampuran bahan itu biasa digunakan sang putri raja untuk mencuci rambut hingga rambutnya dapat tumbuh lebat lagi indah. Selesai mencuci rambut, sang putri raja lantas berendam di sungai. Empat orang dayang-dayangnya turut pula berendam di dekat sang putri. Sementara itu tiga orang dayang-dayang lainnya memetik bunga- bunga yang tumbuh subur di pinggir sungai. Bunga-bunga itu akan mereka buat hiasan untuk dikenakan Sang Putri Raja setelah selesai mandi.
Suasana yang tenang lagi tenteram itu mendadak dipecahkan oleh kedatangan gelombang air yang bergerak dahsyat. Gelombang air yang datang tiba-tiba tersebut menenggelamkan sang putri raja beserta empat orang dayang-dayangnya. Maka, kegemparan pun seketika melanda kerajaan ketika sang putri raja beserta empat orang dayang- dayangnya itu menghilang ketika gelombang air telah berlalu. Segenap warga kerajaan dan juga penduduk beramai-ramai mencari putri raja. Namun, putri raja beserta empat orang dayang- dayangnya itu tidak juga berhasil ditemukan.
Takterperikan kesedihan Sang Raja mendapati hilangnya putrinya. Ia pun teringat pada seorang pertapa sakti yang berdiam di pinggir hutan yang tidak jauh dari istana kerajaannya. Sang pertapa sakti itu kerap disebut Sang Pangelaran karena ia mampu memasuki kerajaan bawah air dengan tubuh tetap kering. Sang Pangelaran itu segera dipanggil untuk datang ke istana kerajaan guna menghadap Sang Raja.
Dengan mengenakan pakaian kuning keemas-an yang menjadi ciri khasnya, Sang Pangelaran datang menghadap Sang Raja. Katanya kemudian, “Putri Paduka masih hidup. Paduka sendiri yang harus datang menjemputnya ke kerajaan Bawah Air.”
Sang Raja menyatakan kesediaannya. Ia dengan iringan Sang Pangelaran lantas menuju sungai. Sang Pangelaran meminta Sang Raja memejamkan mata. Seketika Sang Raja diminta membuka mata, ia telah berada di sebuah kerajaan. Sangat ramai kerajaan itu seperti hendak mengadakan sebuah pesta yang meriah. Hanya satu hal yang membuat Sang Raja keheranan. Ia tidak mendapati adanya anak-anak di kerajaan itu. kebanyakan orang yang ditemui dan dilihatnya adalah orang-orang tua yang terlihat lemah dan tidak berdaya.
Sang Pangelaran terus mengajak Sang Raja menuju istana Kerajaan Bawah Air. Kepada para prajurit yang menjaga pintu gerbang istana kerajaan, Sang Pangelaran menyatakan hendak menghadap Maharaja Bawah Air. Sang Pangelaran dan Sang Raja lantas dibawa ke sebuah balairung yang megah.
Maharaja Bawah Air datang ketika Sang Pangelaran dan Sang Raja telah duduk di kurSi indah berlapis emas yang disediakan untuk tamu agung kerajaan Bawah Air. Maharaja Bawah Air mengenakan pakaian yang indah gemerlapan laksana terbuat dari lempengan-lempengan emas murni. Ia juga mengenakan mahkota kerajaan yang sangat berkilauan sehingga Sang Raja sangat sulit menatap wajah Maharaja Bawah Air itu.
Sang Raja menyampaikan permohonannya untuk menjemput putri tercintanya.
Maharaja Bawah Air tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan Sang Raja. Ia lantas menyebutkan keadaan istana kerajaannya yang terlihat kotor. Katanya pula, “Tidakkah Paduka melihat rakyat kerajaanku? Anak-anak kami mati dan rakyatku yang tersisa telah tua usianya lagi menyedihkan keadaannya! Mereka lemah dan tidak berdaya. Untuk Paduka ketahui, semua itu disebabkan putri Paduka!”
Sang Raja terperanjat mendengar ucapan Maharaja Bawah Air. “Bagaimana mungkin semua kerusakan itu disebabkan oleh putri saya?” tanyanya.
“Ketahuilah,” seru Maharaja Bawah Air, “Putrimu itu gemar mencuci rambutnya dengan tumbukan biji wijen yang digoreng dan kemudian dicampurjeruk nipis. Ketahuilah, bahan-bahan itu adalah racun bagi rakyat kami! Anak-anak kami mendadak mati terkena racun itu! Rakyat kami yang telah tua usianya menjadi lemah tubuhnya dan tidak berdaya. Bahkan, untuk berjalan pun mereka sempoyongan! Maka, siapa yang melakukan kerusakan, dia pula yang harus menanggung akibatnya. Putrimu harus menjadi tumbal karena perbuatan buruknya kepada kami!”
Sang Raja amat sedih mendengar penjelasan Maharaja Bawah Air. Sama sekali tidak diduganya jika kebiasaan putri tunggalnya itu berdampak kerusakan bagi kerajaan Bawah Air. Sang Raja lantas berujar, “Maafkan kesalahan putri saja, Maharaja. Sesungguhnya ia tidak mengetahui sama sekali jika perbuatannya itu menimbulkan kerusakan di kerajaan Paduka. Maafkan anak perempuan satu-satunya yang saya miliki itu.”
Maharaja Bawah Air terdiam beberapa saat. Ia seperti bisa merasakan kepedihan Sang Raja jika harus berpisah dengan putri satu-satunya itu untuk selama-lamanya. Katanya kemudian setelah merenung, “Apakah Paduka bersedia mengadakan perjanjian denganku seandainya putrimu itu kembali kepadamu?”
Sang Raja langsung menganggukkan kepala. “Saya bersedia,” tegasnya.
“Baiklah, aku mengadakan dua perjanjian denganmu,” kata Maharaja Bawah Air. “Pertama, semua warga kerajaan Paduka tidak diperkenankan sekali-kali untuk mencuci rambut di sungai dengan campuran biji wijen yang digoreng dan jeruk nipis. Kedua, perjanjian ini terus berlangsung hingga anak keturunan kita selama-lamanya. Bagaimana? Apakah Paduka dapat menerima perjanjian ini?”
Secara langsung Sang Raja telah melihat kerusakan parah dan juga kehancuran di kerajaan Bawah Air akibat kegemaran putrinya mencuci rambut. Ia dapat merasakan kesedihan Maharaja Bawah Air. Seandainya rakyatnya sendiri yang mengalami kerusakan seperti itu, bisa jadi ia tidak hanya bersedih, melainkan akan murka pula. Sang Raja dengan mantap menganggukkan kepala. Katanya, “Saya bersedia mengikat perjanjian dengan Paduka.”
“Jika perjanjian ini dilanggar, maka siapa pun juga yang melanggar harus membayar ganti rugi yang sepadan dengan bentuk pelanggarannya,” kata Maharaja Bawah Air selanjutnya. “Apakah Paduka juga setuju dengan pernyataanku ini?”
“Saya setuju,” jawab Sang Raja.
Maharaja Bawah Air segera memanggil prajuritnya untuk membawa Sang Raja dan Sang Pangelaran menuju tempat putri raja berada. Sang Raja sangat keheranan karena dibawa ke kendang kambing. Di kandang kambing itu Sang Raja tidak melihat putri dan juga empat dayang-dayang. Yang dilihatnya hanyalah lima ekor kambing yang langsung mengembik ketika melihatnya datang. Belum juga reda keheranan Sang Raja, ia juga mendapati para prajurit Kerajaan Bawah Air yang mengantarnya juga telah menghilang.
“Di mana putriku dan empat dayang- dayangnya?” tanya Sang Raja. “Lantas, apa pula yang harus kita lakukan?”
Sang Pangelaran lantas menggapit tangan Sang Raja untuk membawa lima kambing itu keluar dari kandang kambing. Seketika kambing- kambing itu telah dikeluarkan dari kandang kambing, mendadak istana Kerajaan Bawah Air itu menghilang. Semuanya berubah menjadi hitam. Sang Raja terpaksa memejamkan matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, Sang Raja telah berada di pinggir sungai. Ia tidak sendirian, melainkan bersama Sang Pangelaran danjuga putri tunggalnya beserta empat dayang-dayangnya. Takterperikan kegembiraan Sang Raja mendapati putrinya telah kembali.
Sang Raja lantas mengumpulkan segenap rakyat yang dipimpinnya di alun-alun kerajaan. Di hadapan sekalian rakyatnya itu Sang Raja menyampaikan perjanjian yang telah dibuatnya bersama Maharaja Bawah Air. Segenap rakyat yang dipimpinnya dilarangnya untuk mencuci rambut dengan menggunakan tumbukan biji wijen yang digoreng yang dicampur dengan jeruk nipis. “Semua itu akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di Kerajaan Bawah Air. Apakah kalian dapat menerima perjanjianku ini?”
Segenap rakyat menyatakan persetujuannya. Mereka merasa harus turut menjaga kelestarian Kerajaan Bawah Air.
“Siapa pun juga yang berani melanggar aturanku ini, maka ia akan dikenakan hukuman dan denda yang berat sesuai dengan pelanggarannya!” lanjut Sang Raja.
Sejak saat itu warga kerajaan tidak ada lagi yang berani mencuci rambut dengan menggunakan bahan-bahan yang menjadi racun bagi warga kerajaan Bawah Air. Mereka terus menjaga perintah Sang Raja dan tidak berani untuk melanggarnya. Mereka takut terkena hukuman, baik yang akan ditimpakan Sang Raja maupun Maharaja Bawah Air.
Konon, kerajaan Bawah Air tempat Maharaja Bawah Air bertakhta itu berada di sebuah teluk di Sungai Lamandau yang oleh masyarakat disebut Batu Bagaung. Hingga kini perjanjian antara Sang Raja dan Maharaja Bawah Air tetap dijaga dan dipertahankan.
KITA HENDAKLAH MENIAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN DEMI KESEJAHTERAAN KITA BERSAMA DAN JUGA ANAK KETURUNAN KITA DI KEMUDIAN HARI. KERUSAKAN LINGKUNGAN TIDAK HANYA MENYENGSARAKAN KITA. NAMUN JUGA MENYENGSARAKAN ANAK KETURUNAN KITA.
Sumber: https://dongengceritaanak.com/category/cerita-rakyat/kalimantan-tengah/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...