|
|
|
|
Bamadihin Tanggal 28 Oct 2017 oleh Eloksahar . |
Bamadihin adalah salah satu seni bertutur orang Banjar melalui syair atau pantun yang dilantunkan oleh satu sampai empat orang sambil diiringi alat musik rebana atau terbang. Saat ini beberapa kelompok Bamadihin masih bertahan di perdesaan Banjar, meski tidak sebanyak dahulu.
1. Asal-usul
Suku Banjar di Kalimantan Selatan adalah salah satu suku Melayu terbesar di Indonesia. Suku ini memiliki kebudayaan yang khas, yaitu kesenian bamadihin atau bamadihinan. Kesenian ini merupakan salah satu identitas budaya orang Banjar yang unik dan penting. Hingga saat ini, bamadihin masih dipentaskan di perdesaan-perdesaan Banjar dalam peristiwa-peristiwa tertentu, misalnya pesta perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Banjar masih peduli terhadap warisan leluhur mereka.
Secara umum, bamadihin berarti seni bertutur menggunakan syair-syair dan pantun nasehat (madihin) tentang kehidupan, yang dilantunkan oleh satu hingga empat orang (pamadihin). Pantun dan syair tersebut dilantunkan dalam bahasa Banjar sambil diringi alat musik tabuh rebana atau terbang (Syamsiar Seman, 2002; Suriansyah Ideham dkk, 2005).
Syair atau pantun bamadihin dilantunkan dengan cara saling berbalas (beradu) dan bermuatan humor. Dari nasehat yang dikemas dalam humor inilah, penonton merasa terhibur dan senang menonton pentas bamadihin. Jika dilihat dari isi dan bentuknya, maka menurut genre kesenian Melayu, madihin termasuk ke dalam kesusastraan atau seni lakon atau teater (Anwar Din, 2007).
Sementara itu, menurut Tajuddin Noor Ganie (2006), bamadihin adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk pertunjukannya sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalimantan Selatan.
Masih menurut Ganie (2006), bamadihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait, di mana setiap barisnya dibentuk oleh minimal 4 (empat) kata. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 (empat) baris. Pola formulasi persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b, atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Tentang asal-usul kesenian Madihin terdapat beberapa pandangan yang berbeda, antara lain:
· Bamadihin merupakan kesenian asli Indonesia. Hal ini berdasarkan pada kata madah, yakni sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia.
· Bamadihin merupakan kesenian Islam yang masuk ke Kalimantan Selatan dan berkembang di Kesultanan Banjar. Hal ini didasarkan pada syair dan puisi yang pada awalnya ditulis dengan Huruf Arab, namun lambat laun diubah menjadi Bahasa Banjar.
· Bamadihin berasal dari Banjar asli, yaitu dari kata papadahan atau mamadahi yang berarti memberi nasehat. Hal ini didasarkan pada isi dari syair dan puisi yang penuh dengan nasehat. Di Kalimantan Selatan, bamadihin berkembang dari Kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan kemudian tersebar ke seluruh Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur. Pada zaman dahulu, bamadihin berfungsi untuk menghibur raja atau pejabat istana. Namun, seiring runtuhnya kerajaan di Kalimantan Selatan, bamadihin berubah menjadi hiburan rakyat yang digelar usai panen, memeriahkan persandingan pengantin, dan memeriahkan hari besar agama dan nasional.
· Bamadihin berasal dari Malaka sebab bamadihin dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional dari Semenanjung Malaka yang sering dipakai untuk mengiringi irama tradisional Melayu asli (Seman, 2002; Ideham, 2005; http://esais.blogspot.com).
Jika melihat perbedaan-perbedaan pandangan di atas, hal ini menunjukkan bahwa kesenian bamadihin begitu kaya akan nilai sejarah, budaya, sosial, dan sastra. Realitas ini juga membuktikan bahwa bamadihin penting untuk terus dilestarikan dengan menggelarnya secara rutin dan mengembangkannya agar menjadi pertunjukan yang menarik.
2. Pemain (Pamadihin) dan Busana
Bamadihin dilantunkan oleh 1 (satu) hingga 3 (empat) orang secara berpasangan yang disebut dengan pamadihin. Profesi pamadihin umumnya dijabat seorang laki-laki. Keahlian tersebut diperoleh melalui keturunan, bukan melalui proses belajar, sehingga ada yang mempercayainya sebagai sebuah keberuntungan.
Pada zaman dahulu, tokoh pamadihin dikenal sebagai orang yang memiliki kekuatan supranatural yang disebut dengan pulung. Pulung ini dianugerahkan oleh makhluk gaib yang disebut dengan Datuk Madihin. Pulung dapat hilang dari pemiliknya, karena itu harus terus diperbaharui setahun sekali setiap bulan Rabiul Awal atau Dzulhijjah melalui ritual adat Aruh Madihin. Beberapa masyarakat Banjar memiliki anggapan bahwa dikarenakan sulitnya mendapat pulung ini, menyebabkan kesenian bamadihin sedikit peminat dan nyaris punah.
Terlepas dari syarat spiritual di atas, secara profesional seseorang dapat menjadi pamadihin jika memiliki enam syarat berikut ini:
· Terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik madihin yang sudah dibakukan.
· Terampil dalam hal mengolah tema madihin yang dituturkannya.
· Terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan madihin secara hafalan (tanpa teks) di depan penonton.
· Terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan madihin.
· Terampil dalam hal menabuh gendang madihin, dan
· Terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan.
Pada saat pentas, pamadihin biasanya akan memakai baju tradisional Banjar, yaitu taluk balanga dan memakai kopiah serta sarung. Meskipun demikian, akibat perkembangan zaman, saat ini pamadihin dapat mengenakan pakaian apa saja asalkan sesuai dengan norma kesopanan yang berlaku di masyarakat Banjar serta konteks acaranya.
3. Peralatan dan Musik Pengiring
Pementasan bamadihin tidak membutuhkan banyak peralatan. Peralatan yang dibutuhkan hanya berupa panggung dari papan kayu, dua sampai empat kursi sebagai tempat duduk Pamadihin, dan pengeras suara. Terkadang jika pengeras suara tidak tersedia, Pamadihin biasanya meminta penonton untuk duduk dekat dengan panggung.
Adapun dalam pementasannya, bamadihin hanya diiringi oleh alat musik tabuh rebana atau terbang. Alat musik ini diletakkan di atas pangkuan pamadihin dan dibunyikan dengan cara ditabuh seperti halnya gendang. Rebana atau terbang dibuat dari batang pohon jinggah atau nangka yang dilubangi dengan diameter lebih kurang 30 cm. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan kulit kambing dan diikat dengan rotan. Rebana atau terbang akan dipukul dengan nada yang monoton, kecuali saat awal dan akhir bamadihin di mana nadanya agak mengentak.
4. Waktu dan Tempat Pementasan
Bamadihin umumnya dipentaskan pada malam hari dan membutuhkan waktu lebih kurang dua hingga tiga jam. Bamadihin biasa digelar dalam beberapa peristiwa, antara lain memperingati hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul atau nazar).
Adapun tempat pergelaran bamadihin tergantung pada siapa yang mengundang. Akan tetapi bamadihin biasanya digelar di halaman rumah, gedung pertunjukan, atau lapangan desa. Di tempat-tempat ini biasanya panitia membuat panggung atau sekedar menggelar tikar dan meletakkan dua kursi dan mikrofon.
5. Proses Pementasan
Proses pementasan bamadihin terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu pembukaan, pembacaan syair atau pantun penghormatan kepada penonton (batabi), pembacaan syair atau pantun yang sesuai dengan tema pementasan (Mamacah bunga), dan penutup.
6. Nilai-nilai
Kesenian bamadihin mengandung nilai-nilai tertentu bagi kehidupan orang Banjar, antara lain:
· Pendidikan. Nilai ini tampak jelas dari nasehat yang terkandung dalam syair dan pantun yang dilantunkan. Nasehat itu biasanya adalah berupa cara bagaimana berbakti kepada orangtua, taat kepada aturan agama, hidup bersih, hidup bermasyarakat yang baik, dan sebagainya. Dalam konteks ini, bamadihin mengandung nilai pendidikan agama, sosial, dan budi pekerti.
· Kebersamaan. Nilai ini tampak dari interaksi sosial para penonton yang menyaksikan pergelaran bamadihin. Para penonton dapat tertawa bersama dan menikmati pagelaran bersama. Dalam kondisi ini, rasa kebersamaan sebagai masyarakat Banjar menjadi semakin erat, karena mereka direkatkan oleh kebudayaan rakyat. Apalagi jika tema yang disampaikan dalam bamadihin berupa kerukunan hidup bermasyarakat, tentu hal ini akan menambah rasa kebersamaan penonton.
· Pelestarian Budaya. Mementaskan bamadihin merupakan bentuk nyata untuk melestarikan kebudayaan tradisional. Dengan pementasan ini, pada masyarakat akan tumbuh rasa memiliki terhadap kesenian bamadihin. Saat ini, kiranya bamadihin memerlukan perhatian dari semua pihak karena hampir punah. Nilai pelestarian budaya juga tampak dari busana yang dipakai oleh Pamadihin dan bahasa Banjar yang digunakan. Dengan menggelar bamadihin maka pakaian adat Banjar dan bahasa Banjar akan selalu terpelihara dengan baik. Hal ini sangat penting untuk menjaga generasi muda agar mereka tidak malu menggunakan bahasa ibu.
· Pelestarian Sastra Lokal. Nilai ini tampak dari syair dan pantun yang dilantunkan. Syair dan pantun dalam bamadihin menggunakan bahasa Banjar dan tema-tema lokal. Dalam konteks untuk melestarikan sastra lokal dan pelakunya, maka pergelaran bamadihin perlu terus dikembangkan. Hal ini penting untuk mengajarkan kepada generasi muda agar mereka mencintai sastra lokal.
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2625/bamadihin-seni-bertutur-orang-banjar-kalimantan-selatan
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |