|
|
|
|
Bala / Belis / Gading Gajah Tanggal 03 Mar 2018 oleh Revina . |
Proses meminang anak gadis di kalangan suku Lamaholot, Nusa Tenggara Timur, tergolong unik. Meski masyarakat daerah ini tidak pernah memelihara gajah, sejak ratusan tahun lalu gading gajah dijadikan mahar kawin.
Mahar kawin jenis ini, yang dalam masyarakat Lamaholot disebut belis, tak jarang menimbulkan masalah yang cukup rumit, bahkan bagi masyarakat Lamaholot sendiri.
Pembicaraan paling alot antara pihak keluarga perempuan (calon istri) dan laki-laki (calon suami) adalah soal berapa banyak gading gajah yang harus diberikan pihak laki-laki sebagai belis bagi calon istri.
Dalam konteks itu, status sosial seseorang dijadikan ukuran untuk menentukan banyak/sedikit, panjang/pendek, dan besar/kecil-nya gading. Jika calon istri berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, jumlah gading gajah harus banyak dan panjang. Jika perempuan yang bersangkutan berasal dari keluarga sederhana, jumlah dan ukuran gading bisa dikompromikan.
Bagi suku Lamaholot (Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata dan Pulau Alor Pantar), belis gading gajah tidak bisa diganti dengan benda lain atau uang. "Di sini tidak ada gajah. Gading yang ada diperoleh dari dalam tanah dan sebagian dibawa dari luar, seperti Malaysia, oleh perantau. Kebanyakan ditemukan di dalam tanah. Umur gading pun sudah ratusan tahun," kata Laga.
Jika perkawinan merupakan perpaduan antara perempuan asal Lamaholot dan pria dari luar Lamaholot serta berlangsung di daerah perantauan, gading memang bisa dikonversi dengan uang. Namun, jika pernikahan dilangsungkan di Flores, peraturan mahar gading tetap berlaku.
Bala
Gading gajah dalam bahasa Lamaholot berarti bala. Ada tujuh jenis bala. Tiga di antaranya adalah bala huut (gading yang panjangnya sesuai dengan rentangan kedua tangan orang dewasa atau ujung jari tangan), bala lima one (panjang gading jika diukur sampai telapak tangan orang dewasa), dan bala lega korok (ukuran gading sampai belahan dada).
Ketua adat Desa Demondei, Flores Timur, Philip Laga (57), mengatakan, dalam adat Lamaholot, gading tidak biasa diukur dengan alat ukur umumnya, seperti meteran. Masyarakat hanya menggunakan ukuran depa atau rentangan tangan orang dewasa. Mereka tidak mempersoalkan panjang atau pendek rentangan tangan pria yang mengukur.
Dalam kesepakatan mengenai belis, biasanya keluarga perempuan berperan menentukan panjang, pendek, dan jumlah batang gading. Keluarga perempuan itu terdiri atas kedua orangtua calon pengantin, saudara laki-laki, dan paman (saudara ibu kandung).
"Jumlah gading bagi seorang perempuan antara tiga dan tujuh batang. Jumlah tujuh batang biasanya berlaku di kalangan bangsawan atau orang terpandang. Masyarakat biasa hanya tiga batang," papar Laga.
Memasuki pernikahan gereja, minimal satu batang gading gajah harus dilunasi keluarga pria. Sisanya boleh menyusul.
Di kalangan suku Lamaholot, utang piutang terkait belis (gading) berlangsung turun-temurun. Jika ayah belum melunasi belis, utang akan dibebankan kepada anak, cucu, cicit, dan seterusnya. Utang terus menumpuk dan membebani keluarga atau suku itu jika kemudian sang anak laki-laki juga belum melunasi belis istrinya.
Utang belis tidak bisa terhapuskan begitu saja. "Jika salah satu pihak yang mengelak atau meniadakan utang itu, secara adat (diyakini) dia akan mendapat kutukan atau hukuman leluhur, seperti tidak mendapat keturunan, sakit berkepanjangan, dan cacat bawaan. Utang tetap utang, kecuali kedua belah pihak secara adat menghapus utang gading itu," kata Laga.
Sumber : https://sains.kompas.com/read/2010/07/15/02342896/gading.gajah.mahar.yang.membebankan
|
|
Proses pelunasan ini menarik sih secara keseluruhan. pas pelunasannya itu, kan katanya bisa dihapuskan jika disepakati ? apakah ada syarat tertentu untuk menghapusnya ?. saya membayangkan betapa susahnya para pemuda disana mendapat gading selain harganya yang mahal dan peredarannyapun sangat dijaga ketat sepertinya, beruntung sekali mereka yang menemukannya dalam tanah jika memang ada. Diskusi oleh Reski NST. 24 Mar 2018, 12:56:30. |
|
|
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |