BADEWA, upacara ritual khas Suku Bakumpai yang merupakan sub suku Dayak Ngaju. Upacara ini bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, yang dalam bahasa Banjar disebut Batatamba.
Upacara Badewa tumbuh dan berkembang sebelum Islam merasuki Kabupaten Barito Kuala. Berawal dari sebuah keluarga yang masih tergolong Suku Bakumpai, mereka mempercayai serta meyakini kekuatan roh-roh Gaib.
Dengan kesederhanaan hidup dan pengetahuan tentang kesehatan yang masih rendah, suatu ketika salah satu di antara keluarga terserang sakit. Sang orang tua berupaya mencari ramuan tumbuh-tumbuhan yang akan digunakan sebagai obat.
Hal ini sudah menjadi kelaziman yang dilakukan para leluhur mereka sebelumnya. Kendatipun ramuan tumbuh-tumbuhan tersebut telah digunakan, namun keluarga yang terserang sakit tak kunjung sembuh.
Akhirnya mereka pasrah kepada Yang Maha Kuasa, yang ketika itu disebut para Dewa. Dengan berbagai mantera, sang ayah memanggil roh-roh nenek moyang mereka yang dianggap mempunyai kesaktian. Selain diminta datang sebagai perantara penghubung dengan para Dewa, salah seorang anggota keluarga yang sehat langsung kesurupan dimasuki roh gaib.
Kemudian keluarga yang kesurupan mengambil daun sawang. Daun tersebut beberapa kali diusapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh si sakit. Setelah itu keluarlah benda, baik berupa potongan kaca, paku, atau pasak ulin dari tubuh si sakit.
Dengan segala keajaiban, keluarga yang terserang sakit pun sembuh. Cerita kesembuhan tersebut kemudian menyebar ke seluruh pelosok. Jadi, Badewa merupakan pegobatan dengan memohon kepada para Dewa melalui roh nenek moyang yang diundang melalui mantera-mantera tertentu.
Mulai saat itulah, apabila ada keluarga yang sakit dan tidak dapat disembuhkan dengan ramuan, upacara Badewa dilakukan sebagai alternatif pengobatan sebagaimana lazimnya para penganut Animisme, dalam melakukan pemujaan terhadap para Dewa yang menyiapkan kemenyan, minyak likat, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda, banyu gula, serta piduduk (beras, gula merah, telur ayam dan kelapa).
Untuk mempercepat datangnya roh gaib, diperlukan sarana penunjang berupa seperangkat gamelan. Upacara ini biasanya dilakukan oleh seorang dalang atau pembaca mantera, satu orang Padewa atau orang yang akan kesurupan, lima orang penabuh Gamelan dan dua orang cadangan untuk mengganti dalang dan padewa.
Upacara dapat dilangsungkan di mana saja baik tempat terbuka maupun tempat tertutup. Namun belakangan budaya Upacara Badewa ini mulai sulit ditemui.
Sumber:
https://baritobasin.wordpress.com/2007/12/10/badewa-upacara-ritual-menyembuhkan-penyakit-suku-bakumpai/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja