Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
sejarah dan asal usul kampungku Sulawesi Selatan Bone
Bone Dan Raja Pertamanya
- 20 Agustus 2015

 

BONE DAN RAJA PERTAMANYA

(Sejarah Kerajaan Bone)

 

Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim yang masyarakatnya bersifat majemuk, seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia masih harus belajar banyak dari sejarah perjalanannya sendiri  tentang bagaimana mengelola kemajemukan tersebut agar menjadi modal sosial pembangunan bangsa. Masyarakat majemuk yang tersusun oleh keragaman kelompok etnik atau suku bangsa beserta tradisi-budayanya itu, tidak hanya berpeluang menjadikan  Indonesia sebagai negara yang kuat di masa mendatang, tetapi juga berpotensi mendorong timbulnya konflik sosial yang dapat mengancam sendi-sendi integrasi negara-bangsa (nation-state), jika dinamika kemajemukan sosial-budaya itu tidak dapat dikelola dengan baik.

 Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa indonesia memiliki banyak suku bangsa atau kelompok etnik yang berbeda dan itu harus dilestarikan serta di jaga dengan baik. Kita patut bersyukur, bahwa sudah 70 tahun indonesia merdeka dan sampai sekarang tidak ada provisi, kabupaten, baik itu kelompok etnik ataupun suku bangsa yang mencoba berpisah dari NKRI. Salah satunya kampung penulis termasuk bagian dari indonesia tepatnya di Sulawesi Selatan Kabupaten Bone serta tercatat sebagai Kota Beradat.

Jauh sebelum indonesia ada, di setiap wilayah sebelumnya berbentuk kerajaan, serta membentuk  kelompok entik ataupun suku bangsa serta di kuasai oleh raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Ada berapa kerajaan terbesar di Sulawesi, salah satunya Bone merupakan kerajaan terbesar di Sulawesi selatan. Dimana bone merupakan tempat penulis dibesarkan, dibina melalui kebiasaan adat orang tua penulis, hingga besar seperti sekarang penulis berusaha memahami sejarah tempat penulis lahir, karena penulis sadar bahwa tanpa mengetahui sejarah kampung penulis adalh seperti anak hilang dan tidak tahu tempat tinggalnya. Mengingat yang dikatakan Ir.soekarno, JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Tahukah anda sejarah kerajaan bone? Dan Siapakah raja pertama kerajaan Bone? Banyak yang tak diketahui oleh masyarakat pada umumnya, Bone merupakan sebuah kerajaan yang sangat kecil dan masyarakat sepenuhnya masih mempercayai mitos-mitos yang ada, kemudian keadaan yang kacau balau membuat masyarkat sesama mereka berkonflik selama tujuh turunan (generasi), di dalam lontara’ keadaan seperti itu di gambarkan sebagai berikut :

Sianre baleni tauwwe, siabelle-belliang, detonna ade’ detonna bicara pitu-tutturenni ittana de’arung, de’ ade, sikotoniroo ittana tossisenna siewa To-Bone,

Artinya : Manusia hidup saling terkam menerkam bagaikan ikan besar memakan yang kecil, tidak saling menyapa (tegur menegur) tanpa adat- tanpa bicara (pengadilan) atau peraturan, dianggaplah sudah tujuh turunan (generasi) tanpa arung (Raja) dan adat-istiadat, selama itu pula orang bone tidak saling kenal mengenal.

Ketakutan telah menjadi tema kehidupan yang mencekam segenap kaum. Dalam keadaan kacau balau itu, di akhiri oleh gejala-gejala alam yang luar biasa. Pada suatu hari cuaca terang benderang tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat, guruh dan kilat sambung-menyambung diiringi oleh gempa bumi yang hebat mengakibatkan penduduk tanah Bone menjadi gempar, sehingga mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat. Keadaan seperti itu berlangsung selama sepekan.  Setelah peristiwa itu kembali redah, penduduk Tanah Bone melihat adanya seorang laki-laki massangiang pute ( berbusana putih) di tengah padang. Maka berkumpullah mereka, di sepakati orang berbusana putih itu adalah To-Manurung, sehingga mereka sepakat untuk mendatangi dan memohon kesediaannya untuk di jadikan arung (Raja). Tetapi yang bersangkutan sendiri menyatakan dirinya bukan raja, melainkan melainkan hanya pengapit atau pengapdi To-Manurung yang ada di matajang ( suatu tempat yang letaknya disebelah selatan kota watampone), lalu mengantarkan orang Bone ke Matajang tempat To-Manurung yang di maksud. Kembali lagi peristiwa seperti sebelumnya, dengan turunnya hujan, guruh dan kilat namun tidak sekeras lagi yang pertama. Setibanya orang banyak di Matajang, terlihat To-Manurung massangiang ridiE ( berpakaian serba kuning) sedang duduk diatar batu datar. Diapit oleh tiga orang, seorang yang mengipasinya dan seorang lagi yang memegang tempat sirih, dan bendera berbintang tujuh dinamai : WorongporongE”. Barang-barang bawaan “To-Manurung” ini menjadi barang-barang kebesaran (bugis: arajang) pertama dari kerajaan bone.

Lalu orang banyak pun menghadap kepada “To-Manurung” yang berpakain seragam kuning itu, lalu menyembah dan berkata : “IYYANA KILAOWANG MAI RIKO LAMARUPE, AMASEANG-NA’KENG AJA-NA MUALLAJANG , MUTUDANG RITANAMU NAIKONA POWATAKKENG, ELO’MU ELO’ HIKKENG, NAPASSUROMMUNA KIYOLAI, KIPOGAU’, ANGIKKO KIRAUKKAJU,RIAKOMMIRI’RIAKKENG MUTAPPALIRENG. ELLAUKO KIABBERE, OLLIKO KISAWE, ATTAMPAKO KILAO, NAMAU’NA ANA’MENG, BAINEMMENG, NAPATTAROMMENG MUTEAWI KITEATOWISIA, NAREKKO MONROMUNO MAIRINI, NAIKO KIPOPUANG.

Artinya : adapun kedatangan kami ini menemui’ maksud dan harapan kami mendapat limpahan belas kasihan, kiranya engkau tak akan lagi meninggalkan kami dan tinggal menetaplah menduduki tanahmu, kami semua inilah menjadi abdimu. Engkaulah angina kami dedaunan, ketika engkau bertiup sana kami mengarah. Kehendakmu adalah kehendak kami. Bersabdalah kami patuhi; perintahkanlah, kami lakukan; mintalah, kami berikan;  panggillah kami menyahut; undanglah kami datang. Bila engkau tidak menyenangi/menyukai istri dan anak-anak kami serta kesukaan kami, kamipun tidak menyukainya. Tetapi, pimpinlah kami kearah keselamatan, kemakmuran dan perdamaian.

“To-Manurung” menjawab lalu bersabda: “TEDDUA NAWA-NAWAO, TEMMABALECCO’KO?(Tidaklah kalian bercabang dan dua hati serta pikiran, tidak akan berhianat). Maka orang banyak menjawab : “TEDDUWA NAWA-NAWAKKENG, TEMMABBALLECCO’KENG. (Kami semua berkata benar).

“To-Manurung” menerima permintaan orang banyak (Rakyat) Bone dengan ucapan : “UJUJUNGNGI UPATERIBOTTOULU, UPATE KIPAKKA-PAKKA ULAWENG ADA-MADECEMMU TOMAEGA, RIWETTU MABBULOSIPEPPA’MU MAELO’MUPANCAJIKA ARUNG. (Kujunjung janjimu keatas kepala, kutempatkan ikrarmu dalam maligai keemasan, hai rakyat Bone. Menjadilah kehormatan dan tekadmu sekarang bersatu padu. Menerimaku sebagai Rajamu).

“To-Manurung” ini diminta oleh orang bone agar sudi merajai serta mengatur mereka. Permintaan itu diterima oleh “To-Manurung” dengan syarat orang-orang Bone mau bersumpah setia serta memegang teguh sumpahnya itu sehingga dengan demikian “To-Manurung” terikat pula pada kewajiban mendatangkan ketertiban sehingga tecapailah kata sepakat yang telah dikatakan oleh raja dan saling pengertian antara “To-Manurung” dan orang banyan (rakyat) Bone. Dibawalah “To-Manurung” itu ke Bone dan menjadilah Kepala Kerajaan Bone atas pilihan langsung oleh orang banyak (Rakyat) Bone.

“To-Manurung” tersebut, mula-mula “Kawerang” atau “Lalebbata” daerah yang sekarang kemudian menjadi Watampone. Raja Bone I (pertama) ini bergelar “MATASILOMPO’-E”, memerintah di Bone kira-kira empat puluh tahun lamanya (1330-1370 M). Kedatangan “To-Manurung” ini membawa banyak perubahan dan perbaikan dalam penghidupan dan kehidupan orang banyak (Rakyat) Bone. Masa ini di kenal istilah Mado dan Matowa sebagai gelaran terhadap petugas pemerintahan. kerajaan bone ini berdiri kira-kira abab ke XIV M ( abad 16 sebelum Masehi). Serta sampai sekarang di kenal dengan kota Watampone Kabupaten Bone dengan semboyang sebagai KOTA BERADAT. 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline