Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Utara Kepulauan Talaud
BEKENG ISIRE TELLU WAWAHANI SU DAGHO (Kisah Tiga Orang Kulano dari Gagho)
- 24 Desember 2018

Zaman dahulu hiduplah tiga orang bersaudara di negeri Dagho  pulau Sangihe, yang sulung bernama Angsuangkila, kedua Wangkoang, dan yang bungsu bernama Wahede. Mereka bertiga merupakan pahlawan di negeri ini dan mereka disebut Kulano. Mereka disebut pahlawan karena mereka bertigalah yang senantiasa membela dan mempertahankan rakyat dari serangan suku Mindanow yang selalu datang merampok dan membunuh rakyat pulau Sangihe.

Pada suatu hari terjadi perampokan oleh suku Mindanow di sebuah pulau kecil yang terletak di depan teluk Dagho, pulau ini melindungi pandangan ke negeri Dagho dari laut. Pulau ini disebut Sambo karena konon pernah ada seorang yang sedang memancing mendengar ada seseorang yang sedang menyanyikan lagu Sasambo di negeri Dagho. Mendengar Sasambo itu ia melihat tanjung itu berjalan menuju laut, menyaksikan peristiwa ini orang yang sedang mengail tersebut merasa heran maka dipanggilnyalah orang yang sedang menyanyi itu.  Sasambo  berhenti dan tanjung  itupun berhenti berjalan namun sudah terpisah dengan daratan dan kini menjadi sebuah pulau yang disebut Sambo.

Dengan adanya pulau Sambo, negeri Dagho tidak terlihat jelas dari arah laut. Para perampok Mindanow  mencari arah lain dan memasuki teluk yang menuju ke negeri Lapango yaitu antara negeri Mahumu dan Lapango. Mereka memandang ke depan, ke kiri , ke kanan dan ke belakang tidak ada jalan bagi mereka yang nampak hanyalah daratan. Mereka lalu mendarat di sebuah pulau kecil, mendaki bukit untuk melihat dari arah mana mereka bisa mendarat di negeri Lapango. Namun demikian tak satu pun jalan yang nampak, tujuh hari tujuh malam mereka berputar-putar di tempat yang sama sehingga bekal mereka habis. Mereka akhirnya tak dapat menahan rasa lapar dan mulailah terdengar tangisan yang mengerikan karena mereka tidak bisa lagi keluar sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan Mahensumangi.

Ketiga Kulano Dagho mendengar keadaan orang-orang Mindanow tersebut, mereka pun langsung menuju ketempat itu mendekati musuh dengan gagah perkasa. Orang-orang Mindanow tersebut semuanya sujud mohon dikasihani, namun sembah sujud itu tak dihiraukan oleh para Kulano malahan mereka menuding dan mengangkat bara   sehingga matilah para perampok itu. Tetapi kemudian ketiga bersaudara ini dihinggapi ambisi ingin berkuasa sehingga mereka ingin bertarung dan membuktikan siapa yang paling berani maka ialah yang akan menjadi penguasa di negeri Dagho.

Suatu hari terjadilah pertempuran yang sangat hebat antara tiga bersaudara ini sehingga Wangkoang dan anak buahnya melarikan diri ke negeri Dumpaeng dekat Pananaru,  Wahede si bungsu dengan anak buahnya lari dan menetap di tanjung Hego. Di Dagho tinggallah Angsuangkila bersama anak buahnya. Peperangan diantara mereka tidaklah berakhir dalam sehari tetapi berlanjut terus menerus. Pada suatu hari terjadi lagi pertempuran, Angsuangkila mengambil tombaknya yang terbuat dari bamboo dilemparkannya dari bukit Dumarese kearah tanjung Hego yang jauhnya kira-kira lima ribu meter. Tombak itu hampir saja mengenai Wahede yang pada waktu itu sedang tidur di tempat yang bernama Wangsa. Dari negeri Dumpaeng, Wangkoang melemparkan sebuah batu besar kepada Wahede di tanjung Hego yang jaraknya kira-kira 7000 meter. Batu yang dilemparkan itu hampir pula  mengenai sasaran dan hingga kini batu itu masih ada di tanjung Hego. Batu itu disebut oleh rakyat batu Pinalo yang berarti batu yang dilemparkan. Tanah tempat batu itu jatuh menjadi lubang sebesar batu itu.

Wahede kemudian mengadakan serangan balasan kepada Wangkoang dengan melemparkan batu besar tetapi tidak mengenai sasaran. Dan batu itu pun hingga kini masih ada di negeri Dumpaeng. Peperangan antara tiga bersaudara itu berkobar lagi tetapi belum ada yang kalah. Mereka masing- masing telah memperlihatan kekuatan dan kesaktiannya. Wangkoang batu yang sangat besar dilemparkannya ke teluk Dagho sehingga sembilan rumah menjadi rusak.

Pada suatu hari datanglah orang-orang dari Mambengelang di pulau Kalama memohon bantuan kulano Wahede karena pulau Kalama didatangi oleh pahlawan Karangetang pulau Siau bernama Hengkengunaung beserta anak buahnya yang lengkap dengan persenjataan. Mendengar permohonan tersebut berkatalah Wahede  “Pergilah kamu lebih dulu nanti saya menyusul”. Sesudah orang-orang Kalama pergi, Wahede segera menyiapkan diri untuk bertempur, tombak dan bara telah disiapkan dan semua anak buahnya di Kalama sudah diperintahkannya untuk bersiap karena akan terjadi pertempuran besar. Sekali saja mengayuhkan dayung tibalah Wahede di Kalama. Ia mendekati rombongan dari Karangetang itu dan karena mereka adalah pahlawan-pahlawan, maka masing-masing memperlihatkan kehebatannya. Berkobarlah suatu peperangan yang dahsyat kedua kelompok saling menunjukkan keberanian dan kesaktiannyanya, namun tidak ada seorangpun yang terkalahkan. Pahlawan Karangetang memperlihatkan kesaktiannya sehingga banyak orang dari Manbengelang mati dan kerangka para korban perang ini masih tersimpan di suatu gua di tanjung pulau Kalama.

Kedua pahlawan ini menghentikan pertarungan dan berpisah,masing-masing kembali ketempat asalnya dengan ucapan sampai bertemu lagi. Hengkengunaung kembali ke Karangetang dan Wahede pulang ke tempatnya di Tonggeng Hego hanya dengan sekali kayuh. Di sana ia merenungkan kembali perselisihan diantara mereka bersaudara dan siapa yang paling unggul. Ternyata Angsungkila dan anak buahnya menempati Dagho dan sekitarnya karena Angsungkila bertubuh seperti raksasa.

Pada akhir cerita dikisahkan bahwa tak seorang pun diantara mereka yang dinyatakan kalah, maka ke tiga bersaudara ini membagi daerah kekuasaan masing-masing. Angsungkla menjadi kulano di Dagho, Wahede menetap di tanjung Hego sedangkan si bungsu Wangkoang menetap di Dumpaeng.

Cerita ini mengandug pesan, bahwa persatuan  membawa damai sedangkan perseteruan membawa bencana.

 

sumber:

  1. Situs Kemendikbud (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulut/cerita-rakyat-sangihe-bekeng-isire-tellu-wawahani-su-dagho-kisah-tiga-orang-kulano-dari-gagho/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya