|
|
|
|
Asal Usul Tari Gandrung Tanggal 06 Aug 2018 oleh OSKM18_16518045_Reyvan Rizky Irsandy. |
Gandrung Banyuwangi awalnya diperagakan oleh lelaki. Laki – laki yang menjadi Gandrung ini merupakan pasukan Blambangan dan Bali yang tersisa dari perang Puputan Bayu (Rakyat Bayu melawan VOC). Pasukan Blambangan i yang berantakan itu membentuk kelompok kecil antara desa ke desa. Sedangkan sisa pasukan Bali menyebar dimana – mana, bahkan mereka ada yang menjadi penduduk Blambangan dengan cara menikahi orang Blambangan. Keturunan – keturunnan mereka meneruskan tradisi orang tuanya dan mendirikan kesenian Gandrung.
Pasukan – pasukan Blambangan yang berkelompok kecil -kecil tadi mendirikan Gandrung sebagai alat perjuangan. Artinya Gandrung sebagai alat komunikasi dengan kawan – kawan sisa pasukan Blambangan, dengan cara mementaskan tarian Gandrung dengan nyanyian perjuangan. Tarian dan nyanyian tadi pun sebagai Kode untuk pasukan - pasukan yang memencar agar mereka berkumpul kembali. Setelah Perkumpulan mereka makin besar, mereka mengadakan serangan kecil – kecilan terhadap pasukan VOC. Jadi , sisa – sisa pasukan Blambangan ini menggunakan Gandrung sebagai alat komunikasi dalam peerjuangan melawan VOC.
Alkulturasi budaya terjadi di Blambangan, antara Bali dan Blambangan termasuk keseniannya karena adanya pasukan Bali yang sering dikirim di Blambangan. Kebiasaan pasukan Bali bila di Bali mereka selalu mengadakan penyambutan terhadap raja – rajanya, penyambutan ini diadakan dalam bentuk pesta seni antara lain Gandrung Bali dan kesenian Bali lainnya.
Berikut cerita tentang Alkulturasi budaya tersebut. Prajurit Bali yang melarikan diri yaitu Ketut Kinto beliau juga punya pengetahuan tentang seni Gandrung karena merupakan prajurit sisa perang Puputan Bayu, Ketut adalah salah satu prajurit Bali yang mendirikan Gandrung lelaki di pasukannya , sesampainya di Desa CungkingKetut menikah dengan gadis Blambangan, mereka mempunyai anak bernama Lukito. Dulu Desa Cungking ini tempat padepokan Mas Bagus Wongsokaryo,Mas Bagus Wongsokaryo ini, merupakan guru dan penasihat Pangeran Tawangalun.
Ketut melestarikan ilmu seni yang dipunyainya di Desa Cungking. Karena usia Ketut semakin Tua maka kegiatan kesenian dilanjutkan oleh anaknya Lukito itu. Pada zaman Lukito inilah kesnian Gandrung laki – laki berkembang, sesuai dengan kemajuan zaman maka kesenian gandrung ini menyesuaikan diri dengan perkembangan - perkembangan zaman. Mulai dari pakaian , kuluk, dan hiasan lainnya bahkan sampai pada gending – gending dengan warna Banyuwangi. Gandrung laki – laki yang populer bernama Marsan pada zaman itu. Pementasan Gandrung Banyuwangi selalu punya urutan sebagai berikut: Paju, dan Seblang – seblang. Untuk menghormati jasa Lukito maka lagu yang selalu dibawakan dalamSeblang – seblang itu namanya “ Seblang Lukito”
Lirik dari bagian Seblang – seblang ini biasanya dilaksanakan menjelang shubuh, secara garis besar isi dari lirik ini menceritakan tentang hidup dan kehidupan manusia di dunia ini, tentang suka duka manusia, bekerja keras, bersenang – senang, melaksanakan kewajiban hidup sebagai suami istri, bangun pagi pergi ke sungai dan bersembahyang ssebagai rasa syukur kepada Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini, sarat dengan nasihat – nasihat baik yang penuh bijak, sehingga bila direnung dalam – dalam isi dari adegan terakhir Gandrung Banyuwangi yang berupa “Seblang – seblang” itu, merupakan bentuk pendidikan yang baik bagi siapa saja yang menonton tontonan Gandrung Banyuwangi.
Gandrung Perempuan lahir pada tahun 1895. Sejak itulah tontonan Gandrung Banyuwangi makin marak dan makin banyak dipelajari orang. Pelopor Gandrung Perempuan tercatat bernama Semi anak dari Mak Midah dari Desa Cungking, maka tak Salah bila Cungking adalah daerah potensial seni di zaman itu. Mungkin hal ini tak lepas dari pengaruh Ki Mas Bagus Wongsokaryo yang dulu mendirikan padepokan olah kanuragan, di dalamnya selain ilmu juga diajarkan tentang seni.
Secara garis besar perjalanan asal – usul Gandrung Banyuwangi, awalnya adalah laki – laki kemudian digantikan oleh penari Gandrung Perempuan. Dari perjalanan ini baik musik pengiring dan pakaian serta hiasan Gandrung sselalu ada perubahan, contohnya musik pengiring Gandrung awalnya hanya kendang, bonang, gong, dan mulut yang akhirnya diganti dengan biola. Para adegan jejer awalnya yang dibawakan adalah lagu Ukir Kawin, namun sekarang berubah memakai lagu Padha Nonton. Penyesuaian ini setiap tahun atau zaman selalu ada, akan tetapi tak pernah meninggalkan bentuk aslinya. Dan ternyata bila dikaji kesenian tradisional Gandrung Banyuwangi ini merupakan sumber dari kesenian tradisional lainnya, terutama dari Tariannya dan Nyanyian . Memang, bila dikaji terus, dari nyanyian dan tariannya yang kini terus berkembang bisa ditarik kesimpulan bahwa kesenian Gandrung Banyuwangi merupakan kesenian tertua di kawasan Blambangan yang kini bernama Banyuwangi. Mengingat kesenian Gandrung pada awalnya dibawa oleh pasukan Blambangan dan Bali sebagai bentuk hiburan yang sebenarnya alat perjuangan.
-Sunting bila anda punya pendapat dan sumber lain, maaf jika ada kesalahan-
sebagian artikel ini diperoleh dari buku Ufuk Kesenian Banyuwangi
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |