Surak Ibra merupakan seni pertunjukan rakyat khas Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, jenis seni pertunjukan rakyat seperti ini tidak ada di daerah lain. Surak Ibra dikenal juga dengan nama Boboyongan Eson, dan sudah ada sejak tahun 1910 di Kampung Sindang Sari. Kesenian ini diciptakan oleh putra Raden Wangsa Muhammad, Raden Djajadiwangsa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raden Papak.
Surak Ibra lahir dari bentuk perlawanan masyarakat kepada pemerintah kolonial Belanda atas kesewenang-wenangan saat itu, dan sebagai eskpresi bentuk kegotong-royongan serta keinginan untuk mandiri. Hal itulah yang menyebabkan Surak Ibra ini dimainkan oleh sedikitnya 40 orang sampai 100 orang pemain. Adapun untuk alat musik yang dipakai adalah obor dari bambu, seperangkat dogdog, angklung, seperangkat gendang pencak, keprak dan kentongan bambu.
Dalam tuturan riwayat tentang Surak Ibra, tercatat sebagai berikut:
Sekitar tahun 1910 seorang tokoh masyarakat bernama Bapak Eson mengembangkan Boboyongan dengan sebutan dari masyarakat sebagai Surak Eson. Namun setelah meninggal, Surak Eson tidak populer lagi, kembali ke Boboyongan dengan sebutan masyarakat sebagai Surak Ibra.
Pada masa lalu Surak Ibra dipertunjukan pada pesta-pesta di Garut, yang biasa dikenal sebagai "pesta Raja". Pada saat itu para dalem (bupati) Garut mengadakan hajatan. Dalam perkembangannya Surak Ibra sering ditampilkan dalam upacara hari-hari besar (khususnya hari Kemerdekaan Republik Indonesia). Khususnya di desa Cinunuk, Garut, di mana banyak masyarakat berziarah ke makam Cinunuk, untuk meningkatkan rasa solidaritas dan menggalang persatuan antar warga. Maka pada tanggal 30 Mei 1910 di Kasepuhan Cinunuk terbentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Himpunan Dalem Emas (HDE) yang turut serta ngamumule, melestarikan Surak Ibra. Namun pada tahun 1948 HDE bubar, dengan pertimbangan bahwa Surak Ibra milik negara, maka sejak tahun 1948 pengelolaan Surak Ibra dilanjutkan oleh aparat desa sampai sekarang.
Dewasa ini Bapak Amo menjadi dikenal sebagai tokoh pewaris Surak Ibra. Di dalam pelbagai kegiatan, Bapak Amo selalu memimpin Surak Ibra dari Garut dan dipercayai masyarakat pendukung Surak Ibra sebagai sesepuh. Surak Ibra dewasa ini telah menjadi seni pertunjukan khas Garut, selain tak ada di daerah lain, juga memiliki sifat fleksibel sebagai potensi seni kemas yang kolosal, dan telah dibuktikan ketika diundang dalam Pesta Seni ITB tahun 2000, dengan mengusung patung Ganeca oleh puluhan penari Surak Ibra, yang pertunjukkannya sempat memukau penonton Pesta Seni pada waktu itu.
Dalam perkembangannya saat ini, Surak Ibra sering ditampilkan dalam upacara hari-hari besar, khususnya hari Kemerdekaan Republik Indonesia atau Hari Jadi Garut.
Sumber : http://www.wisatadigarut.com/2015/02/surak-ibra-kesenian-tradisional-khas.html?m=1
https://www.google.co.id/amp/s/budayajawa.id/amp/surak-ibra-seni-boboyongan-yang-dikenal-pesta-raja
http://jelajahgarut.com/surak-ibra-khas-garut/
https://www.kamerabudaya.com/2017/10/surak-ibra-kesenian-tradisional-dari-garut-jawa-barat.html
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Surak_Ibra
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja