Sudah tidak asing lagi di telinga kita jika mendengar nama Siregar. Di antara kerabat kerja atau teman kita mungkin ada salah satunya yang memiliki nama Siregar di bagian akhirnya. Siregar merupakan salah satu marga yang berasal dari salah satu dari beribu suku di Indonesia, yaitu Suku Batak. Di balik menyebarnya marga Siregar terdapat kisah yang merupakan asal usul penyebaran tersebut.
Konon, terdapat 9 orang keturunan dari Si Raja Lontung dan Si Raja Pareme yang terdiri dari 7 putra(Tuan Situmorang, Sinaga Raja, Pandiangan, Toga Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar) dan 2 putri(Si Boru Anakpandan dan Si Boru Panggabean) dan Siregar merupakan anak bungsu dari ke-sembilan bersaudara. Si Raja Lontung bermukin di Desa Banuaraja yang terletak di sebelah desa Sabulan, yang berada di pinggiran Danau Toba, berseberangan dengan Pangururan di Pulau Samosir. Pada suatu saat, terjadi banjir besar yang melanda Desa Banuaraja dan Sabulan. Anak-anak keturunan Si Raja Lontung terpaksa harus mengungsi ke beberapa daerah. Sinaga dan Pandiangan ke Urat-Samosir, Nainggolan ke Nainggolan-Samosir, Simatupang dan Aritonang ke Pulau Sibandang, dan Siregar ke Aeknalas-Sigaol. Situmorang hanya sampai di Sabulan.
Suatu ketika, Aritonang memanggil adiknya, Siregar, dari Aeknalas-Sigaol ke Desa Aritonang di Muara. Kemudian, Siregar menetap dan beranak-pinak di Desa Aritonang. Dari desa itu lah mulai nya penyebaran marga Siregar ke sekitar Muara. Konon, kemarau panjang melanda Muara yang menyebabkan gagal panen. Sehingga beberapa keturunan marga Siregar merantau ke arah Siborongborong-Humbang dan langsung mendirikan kampung disana yang bernama Lobu Siregar.
Untuk mencari penghidupan yang lebih baik, ada sebagian dari mereka yang menjelajak ke arah Pangaribuan dan sebagian lagi menuju Desa Sibatangkayu. Setelah bermukim untuk beberapa saat, dari sini mereka berangkat lagi ke Bungabondar, Sipirok hingga ke Angkola-Tapanuli Selatan. Mendengar saudara-saudaranya berhasil di perantauan, keturunan marga Siregar yang masih tinggal di Muara, akhirnya berpindah ke Tarutung-Silindung dan mendirikan kampung yang diberi nama Desar Simarlala Pansurnapitu. Dari desa itu, mereka berpindah lagi menuju Pantis-Pahar dan beranak-pinak disini. Keturunan marga Siregar yang dari Pantis ini menjelajah dan mendirikan kampung di Onanhasang, Di sekitar Pahae. Dari Onanhasang, keturunannya merantau lagi dan mendirikan kampung di Simangumban dan Bulupayung.
Perantauan keturunan marga Siregar terus berlanjut, yang pada akhirnya kita memiliki teman dan/atau kerabat kerja yang memiliki marga Siregar. Marga bukanlah sekedar nama. Namun, marga merupakan salah satu dari kebudayaan Indonesia yang berasal dari salah satu suku di Indonesia yaitu Suku Batak.
#OSKMITB2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja