Menurut legenda, nama Kota Surabaya, Ibu Kota Propinsi Jawa Timur, berasal dari gabungan kata Sura yang merupakan nama seekor ikan hiu besar dan Baya yang merupakan nama seekor buaya besar. Berikut ini sejarah singkat mengenai asal usul nama Surabaya.
Alkisah pada zaman dahulu hidup seekor buaya besar bernama Baya. Ia mempunyai musuh bebuyutan seekor ikan hiu besar bernama Sura. Hampir setiap hari keduanya berkelahi. Karena sama-sama kuat, tangguh, dan tangkas, tidak ada yang menang maupun kalah. Jika keduanya tengah berkelahi, perairan di sekitarnya akan menjadi bergelombang besar dan keruh. Hewan-hewan yang hidup disekitar mereka merasa terganggu dan berusaha untuk mendamaikan keduanya. Namun Sura dan Baya terus saja bermusuhan dan berkelahi.
Sampai pada titik tertentu, keduanya merasa kelelahan dengan permusuhan itu. Akhirnya Sura dan Baya sepakat untuk menghentikan permusuhan mereka, setidaknya untuk sementara waktu. “Baya, aku mulai lelah dengan permusuhan kita. Hampir tiap hari kita berkelahi dan tidak ada yang menang maupun kalah. Bagaimana kalau kita membagi wilayah kekuasaan dan menghentikan permusuhan kita?” kata Sura pada Baya.
“Boleh saja. Aku juga sudah lelah dengan permusuhan ini. Bagaimana aturan pembagian wilayah kekuasaan ini?” tanya Baya.
“Batas wilayah kita adalah daerah dimana air mencapainya di waktu laut pasang. Aku menguasai perairan dan Engkau menguasai daratan. Semua mangsa di laut menjadi bagianku, begitu juga semua mangsa di darat menjadi bagianmu.” kata Sura.
“Cukup adil. Baiklah kalau begitu Aku setuju.” kata Baya.
Akhirnya tercapailah persetujuan antara Sura dan Baya. Sejak saat itu mereka sudah tidak lagi berkelahi memperebutkan daerah kekuasaan. Masing-masing menguasai daerah kekuasaannya.
Tapi sayang perdamaian diantara keduanya tidak berlangsung lama. Sura mulai melanggar peraturan yang ia ajukan sendiri. Ia tidak saja mencari makan di daerah kekuasaannya di laut, tapi ia juga mencari mangsa di daerah kekuasaan Baya yaitu di sungai. Hal itu ia lakukan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh Baya. Tapi lambat laun Baya mulai mengetahui kecurangan yang dilakukan Sura.
Suatu ketika Baya melihat Sura tengah mencari mangsa di daerah kekuasaannya di sungai. Dengan marah Baya mendekati Sura dan memarahinya. “Hai Sura! Mengapa engkau berlaku curang dengan mencari mangsa di daerah kekuasaanku? Bukankah engaku sendiri yang membuat peraturan wilayah kekuasaan ini?” kata Baya dengan marah.
Sura nampaknya tidak mau mengakui kecurangannya dan mengatakan bahwa ia tidak melanggar perjanjian. “Apa katamu Baya? Aku melanggar perjanjian? Aku tidak melanggar wilayah kekuasaanmu. Kan sudah Aku bilang, kalau Aku menguasai wilayah perairan dan engkau menguasai wilayah daratan. Jadi apa salah jika aku mencari mangsa di sungai?’ kata Sura tidak mau kalah.
Baya merasa Sura hanya mencari-cari alasan. “Hai Sura! Kau hanya mencari-cari alasan agar bisa mencari mangsa di daerah kekuasaanku. Sekarang perjanjian diantara kita telah berakhir karena Engkau melanggarnya. Mari kita bertarung! Siapa yang menang maka dia menjadi penguasa baik di daratan maupun di perairan!” Baya menantang Sura.
“Baiklah mari kita bertarung untuk menentukan siapa yang terkuat diantara kita.” teriak Sura.
Mereka berdua akhirnya kembali bertarung dengan hebatnya. Keduanya saling menggigit tubuh lawannya dengan gigi runcingnya. Sura menggigit ekor Baya sementara Baya juga mengigit ekor Sura hingga hampir putus. Sura merasa kesakitan karena ekornya hampir putus oleh gigitan Sura yang bergigi sangat tajam dan kuat. Karena tidak tahan, akhirnya Sura berenang kembali ke laut. Sementara ekor Baya terluka parah karena gigitan Sura, yang mengakibatkan ekornya selalu membelok ke kiri. Namun Baya merasa senang karena telah memenangkan pertandingan tersebut. Sura telah kembali ke laut karena ekornya terluka parah.
Perkelahian antara Sura dan Baya tersebut disaksikan oleh warga sekitar. Warga merasa takjub dengan dahsyatnya perkelahian tersebut. Akhirnya warga memberi nama tempat mereka tinggal dengan paduan nama Sura dan Baya, yakni Surabaya. Begitulah menurut cerita rakyat mengenai asal usul nama Surabaya. Hingga kini Surabaya menjadi ibukota Propinsi Jawa Timur dan merupakan salah satu kota besar di Indonesia.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja