Jakarta masa kini merupakan sebuah kota metropolitan, pusat pergerakan ekonomi, politik, sosial, serta sebuah pondasi dasar bagi bangsa Indonesia. Sebagai kota raksaksa, Jakarta memiliki beribu-ribu kisah di balik kemegahan serta kemodernannya, salah satunya adalah kisah bagaimana nama dari ibukota tercinta ini berakhir menjadi seperti sekarang.
Kota Jakarta pertama kali muncul dalam catatan sejarah bangsa Portugis yang datang ke Nusantara pada abad ke-16. Pada waktu itu, nama Jakarta belum diberikan kepada kota tersebut. Orang-orang Eropa pada masa itu mengenal Jakarta dengan sebutan Sunda Kelapa, sebuah kota pelabuhan yang berada di Pulau Jawa. Sunda Kelapa merupakan bagian dari Kerajaan Sunda (Padjajaran) yang pada masa itu berada di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi.
Pada tahun 1522, Portugis berhasil membuat kesepakatan untuk membangun pos di daerah sekitar Banten-Sunda Kelapa sebagai bagian dari aliansinya dengan Kerajaan Banten yang menolak Islamisasi dari Kerajaan Padjajaran dan Demak. Namun, sesampainya Portugis 5 tahun berikutnya (1527), barulah sadar mereka bahwa mereka sudah terlambat. Pada 3-4 tahun sebelumnya, Sunan Gunungjati bersama tentara-tentara Demak mendirikan pusat perdagangan di daerah Jawa Barat dan mengambil-alih kerajaan Banten. Sunda Kelapa yang merupakan bagian dari Banten juga jatuh ke tangan Demak. Setelah itu, Sunan Gunungjati mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakerta (dalam bahasa Sansekerta berarti 'jaya dan makmur').
Jayakarta yang pada masa itu berada di bawah Kesultanan Banten menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara. Pangeran Jayawikarta yang memiliki koneksi internasional yang baik, semakin menguatkan posisi Jayakarta tersebut. Negara-negara lain mulai berdatangan, termasuk Belanda dan Inggris.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama. Pada tahun 1619, Belanda menyerang Kesultanan Banten di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen karena hubungan Belanda dengan Pangeran Jayawikarta memburuk. Alhasil, Jayakarta berhasil ditakhlukkan oleh VOC (Belanda) dan diganti namanya menjadi Batavia. (Batavia berasal dari nama suku Batavi yang merupakan salah satu nenek moyang dari orang-orang Belanda). Nama Batavia ini disandang dengan waktu yang cukup lama oleh kota tersebut.
Hingga pada tahun 1942, Belanda ditakhlukkan oleh Jepang dan semua daerah kekuasaan Belanda jatuh ke tangan pemerintahan Jepang, termasuk Batavia. Jepang kemudian mengganti nama Batavia menjadi Toko Betsu Shi yang artinya 'jauhkan perbedaaan'. Namun, tentu saja nama tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 1945, Jepang hengkang dari Indonesia dan nama Toko Betsu Shi tidak lagi digunakan.
Pada tahun 1950-1956, Kota Jakarta tercatat kurang lebih 2-3 kali lagi berganti nama, mulai dari 'Jakarta', 'Kota Praja Jakarta', dan 'Stad Gemeente Batavia'. Tahun 1956, lewat keputusan DPR kota sementara, HUT Jakarta ditetapkan menjadi tanggal 22 Juni, memperingati kemenangan Demak atas Jakarta. Kemudian, pada tahun 1961, ibukota untuk pertama kalinya menyandang nama Daerah Khusus Ibukota Jakarta seperti yang kita kenal sekarang ini.
#OSKMITB2018
Sumber:
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang