Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Kalimantan Timur Blitar
Asal Usul Nama Blitar
- 10 Juli 2018
Pada zaman dahulu, di wilayah Kabupaten Blitar ada sebuah kadipaten (Kabupaten) bernama Kadipaten Aryablitar. Adipati-nya (bupatinya) bernama Adipati Nila Suwarna. Adipati ini mempunyai seorang wakil bernama Ki Ageng Sengguruh.
Ki Ageng Sengguruh pada mulanya sangat patuh dan setia pada Adipati Nila Suwarna. Isteri Ki Ageng Sengguruh yang bernama Nyai Ageng Sengguruh tidak suka pada kepatuhan dan kesetiaan suaminya. Apalagi Nyai Ageng Sengguruh sudah lama ingin menjadi permaisuri seorang adipati. Nyai Ageng Sengguruh merayu Ki Ageng Sengguruh agar mau merebut kekuasaan Adipati Nila Suwarna.


 

Ki Ageng Sengguruh termakan rayuan Nyai Ageng Sengguruh. Dia menjadi manusia bermuka dua. Di depan Adipati Nila Suwarna, Ki Ageng Sengguruh selalu menampakkan kepatuhan dan kesetiaannya. Di belakang, Ki Ageng Sengguruh selalu menjelek-jelekkan Adipati Nila Suwarna. Ki Ageng Sengguruh juga berhasil merayu beberapa punggawa kadipaten untuk diajak mencari kesempatan merebut kekuasaan.

 

Kesempatan yang ditunggu-tunggu Ki Ageng Sengguruh untuk merebut kekuasaan pun datang. Saat itu, permaisuri Adipati Nila Suwarna yang bernama Dewi Rayungwulan sedang hamil. Dewi Rayungwulan pun mengidam. Ia ingin sekali makan ikan bader abang asisik kencana (bader merah bersisik emas). Dewi Rayungwulan menyampaikan keinginannya pada Adipati Nila Suwarna.
“Aku sangat senang Dinda hamil. Sudah lama kurindukan untuk mempunyai anak. Kini keinginku akan segera terwujud. Namun, permintaan Dinda ingin makan ikan bader merah bersisik emas sangat aneh. Tapi biarlah! Aku akan minta bantuan Paman Patih Ki Ageng Sengguruh untuk mencarinya,” kata Adipati Nila Suwarna pada Dewi Rayungwulan.

 

Adipati Nila Suwarna segera memanggil Ki Ageng Sengguruh. Adipati Nila Suwarna menceritakan tentang permintaan permaisurinya pada Ki Ageng Sengguruh.
“Tolonglah, Paman! Carikan ikan bader merah bersisik emas itu untuk permaisuriku! Apa pun syarat dan berapa pun biayanya akan aku penuhi!” pinta Adipati Nila Suwarna.
“Baiklah, Gusti Adipati! Hamba akan berusaha mencari ikan bader merah bersisik emas itu. Izinkan hamba sekarang juga berangkat mencarinya!”
Mula-mula Ki Ageng Sengguruh memang mencari ikan bader merah bersisik emas. Dia bertanya pada para pencari ikan. Mungkin ada di antara mereka yang pernah melihat ikan bader merah bersisik emas. Namun, para pencari ikan tak seorang pun yang tahu. Ki Ageng Sengguruh pun pulang dengan gontai.
Saat pulang, Ki Ageng Sengguruh melewati sebuah kedung (bagian sungai yang lebar dan dalam) bernama kedung Gayaran. Kedung Gayaran adalah kedung yang sangat angker. Siapa pun yang berani masuk ke air di kedung itu pasti akan tenggelam dan meninggal dunia. Para pencari ikan tak ada yang berani mencari ikan di kedung Gayaran.
Tiba-tiba terlintas akal licik Ki Ageng Sengguruh. Timbul niatnya untuk mencelakakan Adipati Nila Suwarna dan merebut kekuasaan Kadipaten Aryablitar. Ki Ageng Sengguruh pun mempergunakan kesaktiannya. Dia mengubah sumping(hiasan) daun telinga kanannya menjadi ikan bader merah bersisik emas. Ikan itu lalu dilepas di kedung Gayaran.
Ki Ageng Sengguruh bergegas kembali ke kadipaten menghadap Adipati Nila Suwarna. Ki Ageng Sengguruh melaporkan bahwa telah mengetahui keberadaan ikan bader merah bersisik emas itu.
“Tempatnya di kedung Gayaran, Gusti Adipati!” lapor Ki Ageng Sengguruh.
“Mengapa Paman Patih tidak menyuruh orang untuk menangkapnya dan membawa kemari?” Tanya Adipati Nila Suwarna.
“Maafkan hamba, Gusti Adipati! Tak seorang pun yang bernai mengambil ikan itu. Ikan itu dipercaya sebagai ikan peliharaan dewa. Hanya para raja atau adipati saja yang dapat menangkapnya. Untuk itu, Gusti Adipatilah yang harus menangkapnya sendiri.
“Baiklah! Aku yang akan menangkap sendiri. Sebenarnya, aku tidak bias berenang. Namun, demi memenuhi permintaan isteri dan calon anakku, apa pun akan kulakukan,” kata Adipati Nila Suwarna. “Ayo, Paman! Tunjukkan di mana kedung Gayaran tempat ikan itu berada!”
Adipati Nila Suwarna diiringi prajurit pengawal mengikuti Ki Ageng Sengguruh menuju kedung Gayaran. Sesampai di kedung Gayaran, Adipati Nila Suwarna memang melihat ada seekor ikan bader merah bersisik emas. Ikan itu sedang berenang ke sana kemari. Sisik emasnya memantulkan cahaya kemilauan terkena sinar matahari.
Hati Adipati Nila Suwarna sangat senang sekali. Dinda Rayungwulan pasti akan senang sekali karena keinginannya terkabul, pikir Adipati Nila Suwarna.
“Prajurit, siapkan jaring untuk menangkap ikan itu! Aku sendiri yang akan turun ke kedung untuk menangkapnya” perintah Adipati Nila Suwarna pada salah seorang prajurit pengawalnya. Prajurit itu segera memberikan jaring penangkap ikan pada Adipati Nila Suwarna. Sang Adipati pun berisap-siap terjun ke air kedung.
Adipati Nila Suwarna berenang di air kedung sambil membawa jaring. Dikejarnya ikan bader merah bersisik emas yang berenang ke sana kemari itu. Ikan itu ternyata gesit sekali.  Berkali-kali Adipati Nila Suwarna berusaha menjaringnya. Namun, ikan itu behasil lolos.
Adipati Nila Suwarna menjadi kelelahan. Akhirnya, Adipati Nila Suwarna tak dapat menggerakkan badannya karena sangat lelah. Adipati Nila Suwarna pun tenggelam di kedung itu.
Ki Ageng Sengguruh segera menyuruh para prajurit pengawal menolong Adipati Nila Suwarna. Namun, terlambat sudah! Adipati Nila Suwarna sudah meninggal dunia. Jenazah Adipati Nila Suwarna dibawa kembali ke kadipaten dan dikuburkan dengan baik.
Ki Ageng Sengguruh kemudian mengambil alih kedudukan Adipati Nila Suwarna sebagai adipati di Kadipaten Aryablitar. Ia mengumumkan pada seluruh punggawa dan rakyat Kadipaten Aryablitar bahwa dialah sekarang yang menjadi adipati. Ia memakai gelar Adipati Nila Suwarna II.
Tak seorang pun yang berani membantah keputusan Ki Ageng Sengguruh. Dewi Rayungwulan yang tidak menyetujui keputusan Ki Ageng Sengguruh diusir dari kadipaten. Dewi Rayungwulan yang sedang hamil itu pun meninggalkan kadipaten dengan hati sedih. Dewi Rayungwulan tak tahu akan pergi ke mana.
 
 
Kesimpulan
Cerita ini tergolong legenda. Nama Blitar konon diambil dari nama Kadipaten Aryablitar dahulu. Legenda ini sangat dikenal oleh masyarakat Blitar. Makam Adipati Nila Suwarna juga masih dapat dijumpai hingga sekarang. Tempatnya di Desa Blitar, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar.
Cerita ini memberi pelajaran kepada kita agar jangan mudah percaya dengan perkataan orang lain. Apa yang dikatakan orang lain perlu dibuktikan sendiri kebenarannya. Jangan sampai kepercayaan kita dimanfaatkan orang lain yang berniat tidak baik.
 
Disadur dari:

Edy Santosa & Sunarko Budiman, 2004, Cerita Rakyat dari Blitar (Jawa Timur), Grasindo: Jakarta, hal. 1 – 6.

 

Sumber: http://kekunaan.blogspot.com/2012/05/asal-usul-nama-blitar.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline