×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Sumatera Utara

Asal Usul Merga Tarigan Dan Terjadinya Danau Toba (Karo)

Tanggal 25 Sep 2014 oleh Amst3n .

Disebuah deleng api (gunung api) di Selatan Taneh Karo, berdiamlah sekelompok masyarakat yang terisolasi dengan dunia luar, dimana mereka hidup dengan cara berburu dan tinggal di gua-gua yang banyak ditemui di kaki gunung. Oleh masyarakat lainnya kaum ini disebut dengan bangsa umang(dalam cakap Karo: umang dipakai untuk menunjuk orang-orang diluar mereka yang masih primitive, pemakan kerang, dan tiggal di gua-gua) ataupun Tarigan Umang(umang Tarigan). 

Suatu ketika istri Si Tarigan(Si Raja Umang) yang kala itu sedang mengandung mengalami pendarahan yang sangat banyak sekali saat hendak melahirkan anaknya. Karena merasa sangat kesakitan sekali saat proses persalinan, maka tak pelak teriakan demi teriakan yang keras keluar dari mulutnya yang membuat gunung api bergetar. Terus dan terus teriakan itu terdengah semakin kerasnya hingga getaran dasyatpun terjadi yang mengakibatkan meletusnya gunung api dan membentuk sebuah lembah berbentuk kuali. 

Pendarahan yang sangat, tak henti-henti juga sejalan dengan teriakannya yang makin lama makin keras karena tidak sanggup menahan kesakitan, dimana darah yang keluar banyak itu mengalir mengisi lembah yang baru saja terbentuk oleh letusan gunung api, dan tiba-tiba darah yang keluar itu berubah menjadi kabut yang tebal dan mencair menjadi air memenuhi lembah yang baru terbentuk itu dan membanjiri daerah itu, dan terjadilah sebuah danau(danau Toba), sehingga membuat bangsa umang Tarigan harus mengungsi dari daerah itu ke beberapa daerah seperti : Purba Tua, Cingkes, Tong-tong Batu, serta daerah-daerah lainnya(- kejadian ini menggambarkan apa yang menjadi teori yang dipercayai oleh para ahli tentang terbentuknya Danau Toba, dimana menurut ahli, di – Kala Plaistosen (sekitar 700.000 tahun lalu) muncul tumor di Sumatera di sekitar Sumatera bagian tengah dan utara. Fenomena ini terjadi bersamaan denga aktivitas vulkanis dan tektonis yang dimana letusan-letusan gunung berapi melemparkan panas yang mengandung tufa bersifat riolit di sepanjang pegunungan timur laut sekitar daerah Pematangsiantar sampai sekitar 20 km dari pesisir, bahkan hingga 300 – 400 km dari pusat letusan. 

Diperkirakan aktifitas vulkanik melemparkan material sebanyak 2. 000 dan mengakibatkan runtuhnya bagian atas puncak gunung sehingga membentuk kuali hingga sekarang masih memiliki  pinggiran seperti benteng alam dengan ketinggian lebih dari 2. 000 meter diatas permukaan laut dan depresi ini kemudian diisi Danau Toba, dan kemudian mendorong munculnya Pulau Samosir serta beberapa gunung api seperti Deleng(gunung) Sibayak dan Deleng Sinabung di utara danau.). 

Dan, diceritakan, tiga orang keturunan Tarigan itu sampai di Tongging saat dimana daerah itu sedang mengalami gejolak oleh serangan Manuk Sigurda-gurdi (Jelmaan burung raksasa) berkepala tujuh yang suka menculik anak-anak gadis di wilayah itu. Mendengar ketiga keturunan Tarigan itu telah berada di Tongging, maka Pengulu Tongging, Ginting Manik Mergana meminta bantuan kepada ketiga Tarigan (Tarigan adalah salah satu merga dari Merga Silima/merga-merga Karo) itu untuk mengalahkan Manuk Sigurda-gurdi yang telah lama meresahkan penduduk Tongging. Maka, dengan ber-umpankan seorang gadis perawan ketiga Tarigan itu memancing Manuk Sigurda-gurdi agar keluar dari sarangnya. Saat Manuk Siguda-gurdi datang menghampiri umpannya dan henda menerkam si gadis, salah satu dari Tarigan-pun keluar dan langsung meng-eltep Manuk Sigurda-gurdi  (eltep =  sumpit beracun yang merupakan salah satu senjata Karo yang paling berbahaya yang dalam sejarah perang kemerdekaan juga sempat dipergunakan, salah satunya saat melindungi Wakil Presiden M. Hatta saat melakukan kunjungan ke Berastagi). Enam dari tujuh kepala terkena eltep-pan si Tarigan, namun satunya lagi dapat terhindar dari eltep-pan si Tarigan, dan Manuk Sigurda-gurdi mencoba berlari menyelamatkan diri dan bersembunyi. Si Tarigan kehilangan jejak dan sempat terkecoh, maka Tarigan yang lainnya dengan kemampuanya ertendong (telepati) berusaha menditeksi keberadaan Manuk Sigurda-gurdi, ternyata dia bersembunyi di balik dedaunan diatas pohn yang sangat besar dan dengan segera Si Tarigan lainnya-pun dengan kemampuannya yang cepat memanjat pohon segera melakukan serangan dan terjadilah pertarungan yang sengit antara Si Tarigan dan Manuk Sigurda-gurdi. Dengan bantuan Si Tarigan Pertendong  yang menyalurkan tenaga dalamnya dari jarak jaug maka Manuk Sigurda-gurdi dapat ditaklukkan dengan tebasan pisau Si Tarigan yang mengenai kepala Manuk Sigurda-gurdi (- cerita ini sebenarnya menggambarkan tentang kejadian dimasa lampau, dimana di wilayah-wilayah Karo sering terjadi peperangan antar urung begitu juga dengan banyaknya beredar para gerombolan perampok yang mengakibatkan penawanan serta penculikan). 

Mendengar berita kemenangan besar Si Tarigan dari Manuk Sigurda-gurdi membuat Pengulu Tongging,  Ginting Manik Mergana senang, dan atas rasa trimakasihnya dia menganugrahi kekuasaan di-beberapa wilayahnya dan juga memberi gelar kepada ketiga Tarigan dan keturunannya sesuai keahliannya, yakni: Tarigan Pengeltep(ahli menyumpit) yang kemudian dinikahkan dengan beru(putri, panggilan untuk kaum wanita Karo) Ginting Manik dan menjadi pengelana hingga ke Tong-tong Batu, sehingga diwilayah Sidikalang dan sekitarnya dikatakan panteken(pendirian, didirikan) dari(oleh) merga Tarigan(Gerneng/Gersang), sedangkan Tarigan Pertendong (Ahli telepati) dan Tarigan Penangkih-nangkih (ahli memanjat) tinggal di Tongging serta keturunannya berkembang dan kemudian menjadi Purba, Sibero, dan Cingkes di Karo, dan beberapa generasi setelah itu, ada diantara mereka(keturunan Tarigan) yang bermigrasi ke wilayah Tapanuli (Toba), dan Simalungun. 

Beberapa generasi kemudian diketahui, keturunan dari Tarigan Pengeltep yang di Tong-tong Batu juga bermigrasi ke Juhar, dan dikenal dengan Tarigan Sibayak(Sibayak = raja, gelar bangsawan Karo, Si Besar) dan Tarigan Jambur Lateng. Mereka, juga dikenal dari rurun(nama kecil, panggilan)-nya, yakni: untuk Tarigan Sibayak dipanggil Batu bagi anak laki-laki dan Pagit untuk anak perempuan. Sedangkan, untuk Tarigan Jambur Lateng adalah Lumbung untuk laki-laki dan Tarik untuk yang perempuan. Beberapa generasi kemudian datang pula Tarigan Rumah Jahé dengan nama rurun Kawas untuk yang laki-laki dan Dombat bagi yang perempuan.

 

Sumber: Darwin Prinst, SH. Legenda Merga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...