Kertosono adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia.
Kecamatan ini terletak di bagian paling timur Kabupaten Nganjuk, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri. Kertosono terletak di persimpangan jalur utama Surabaya - Yogyakarta dsk, dan jalur menuju Kediri, Blitar, Tulungagung Trenggalek.
Pusat kota Kertosono berjarak kira-kira 19 km dari kota Jombang, 23 km dari Nganjuk, dan 23 km dari Kediri.
Perlu untuk diketahui bahwa kuliner khas Kertosono adalah nasi campur (Dikenal sebagai Sego tumpang dan pecel ) informasi selengkapnya tentang kuliner ini silakan simak artikel terkait nasi tumpang pecel.
Sejarah Kertosono
Konon dahulu kala nama Kertosono diambil dari seorang nama pahlawan yang berasal dari daerah Kuncen Kecamatan Patianrowo. Dulu hidup seseorang yang bernama Kertosono atau biasa di panggil Mbah Kerto, Beliau adalah seorang pembabat hutan yang menjadi wilayah Kertosono sekarang. Beliau adalah sosok tokoh yang melakukan babat alas hanya untuk mempertahankan daerah tersebut dari jajahan bangsa Belanda yang waktu dulu sedang berkuasa. Namun kejadian bersejarah mulai terjadi ketika pasukan yang di komandani Mbah Kerto mempertahankan tempat tersebut dari jajahan Belanda yang di kenal dengan terjadinya perang “Treteg Tosono” yang berada di atas jembatan sungai Brantas. Berikut ini kisah mulanya.
Para tentara Belanda sendiri membangun jembatan sebagai jalur penghubung sekaligus mempermudah Belanda menjajah tempat tersebut, namun dengan kegigihan pasukan Mbah Kerto pertumpahan darah pun tak terelakkan. Saksi bisu dari perang “Treteg Tosono” kini masih gagah berdiri di terjang waktu dan aliran sungai Brantas meskipun kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk dilalui kendaraan. Coba kita perhatikan kondisi Treteg Tosono dibawah ini yang saya ambil dari Pak Dhe Google. Cukup mengenaskan tetapi menyimpan penuh sejarah dan kenangan.
Dahulu, sebelum terselesaikannya jembatan kertosono baru, jembatan ini digunakan sebagai jalur utama angkutan bis umum yang keluar dari terminal kertosono menuju ke Surabaya. Sekarang, karena sudah tidak difungsikan lagi sebagai jalur utama, jembatan ini hanya boleh dilalui oleh kendaraan roda dua, dan biasanya di waktu bulan Ramadhan atau hari raya (bodo) banyak penduduk yang sengaja datang ke Treteg Tosono yang kini disebut sebagai jembatan lama, tidak hanya sekedar untuk refresing sambil melihat aliran sungai Brantas, tetapi mereka juga sambil mengingat kembali sejarah seraya mendoakan arwah para pahlawan yang gugur ketika perang Treteg Tosono dulu.
Tahukah Anda bahwa di Kecamatan Kertosono tidak mengenal wilayah khusus yang bernama Kertosono. Berbeda dengan Nganjuk, disana masih ada desa yang bernama Nganjuk. Di Kecamatan Kertosono tidak ada tempat yang bernama Kertosono ataupun desa Kertosono, di karenakan Kertosono bukanlah nama tempat, kembali lagi ke sejarah di awal bahwa Kertosono sendiri sendiri adalah nama dari seorang pahlawan yaitu Mbah Kerto itu sendiri yang berjuang merebut kedaulatan di daerah jembatanTosono. Dan nama beliau dahulu, sekarang, dan yang akan datang akan tetap Abadi untuk selalu dikenang. Sekarang, makam dari Mbah Kerto tidak berada di Kecamatan Kertosono melainkan di barat Pondok milik Pak Haji Komari di Desa Pakuncen kecamatan Patianrowo.
Sumber: http://petualanganwikan.blogspot.com/2013/10/asal-usul-kertosono.html
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 MAsukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.
Awal mula hadirnya Gereja Klepu sebagai tempat peribadatan bermula dari didirikannya sekolah tingkat dasar untuk rakyat. Sekolah tingkat dasar pertama didirikan oleh Rm. Strater, SJ, seorang misionaris Jesuit, pada tahun 1912. Latar belakang pendirian sekolah ini ialah adanya keprihatinan terhadap tingginya jumlah penduduk pribumi yang masih buta huruf. Umat Katolik awal berasal dari orang-orang yang bekerja sebagai kuli di perkebunan tebu milik tuan-tuan berkebangsaan Belanda. Para kuli yang sudah di sekolahkan akan naik pangkat menjadi mandor. Pastor F. Strater, SJ mengajar mereka untuk membaca dan menulis. Sebagian dari mereka yang tertarik dengan iman Kristiani kemudian memeluk agama Katolik. Sebulan sekali mereka mengikuti magang di Kotabaru. Baptisan pertama terjadi pada tahun 1916. Thomas Sogol dari Kaliduren menjadi orang pertama yang dibaptis. Selang 3 tahun setelah baptisan pertama, pada tahun 1919 baru ada satu orang lagi yang dibaptis. Kemudian tahun 1921, terdapat sat...