Daerah Serampas dan Sunagi Tenang, pada zaman dahulu, terkenal dengan penduduknya yang menguasai ilmu-ilmu gaib, seperti kebal tahan senjata. Bila ada seseorang yang akan meninggalkan negeri, pergi merantau, berarti orang tersebut telah tahan uji.
Tahan akan senjata tajam, tahan tikam, tahan pancung, menguasai segala macam silat. Kalau belum mempunyai ilmu-ilmu tersebut mereka tak hendak meninggalkan negeri mereka itu. Tidak mengherankan apabila pada masa itu orang-orang negeri Serampas dan Sungai Tenang tak suka merantau, dan agak tertutup dari segala kemajuan.
Sekali peristiwa, ada seorang pendekar negeri Rawas singgah di Serampas dalam perjalananya menuju Kerinci. Pendekar itu bermaksud bermalam di sana. Oleh orang Serampas ia diperlakukan sebagai seorang tamu yang harus dihormati. Maka ditawarkan supaya ia bersedia bermalam di salah sebuah rumah seorang pendekar negeri Serampas yang terpandang. Tetapi sungguh diluar dugaan, pendekar negeri Rawas itu dengan angkuh menolak basa-basi orang negeri Serampas itu, bahkan ia sengaja bertingkah yang menyakitkan hati penduduk negeri yang disinggahinya. Ia terang-terangan menolak dan memperlihatkan kependekarannya.
"Hamba tak perlu bermalam di rumah," katanya menyombongkan diri. "Tidur di bawah rumah jadilah."
"Tak baik demikian," jawab orang Serampas. "Baik jugalah anda bermalam di rumah kami. Tentu kita dapat bertutur kata selelanya. Bercakap-cakap, bertukar pikiran."
Orang Rawas itu tetap tak hendak. Dan sore harinya ia minta dicarikan seekor ayam. Tapi karena ulahnya yang angkuh dan sombong itu, orang-orang Serampas tak hendak lagi memandang sebelah mata sekali pun. Orang tak mengacuhkannya lagi. Maka pendekar asing itu mulai bertindak sendiri. Seekor ayam aduan seorang pendekar Serampas ditangkapnya begitu saja. Ayam itu segera dipotongnya. Ketika akan mencencang ayam itu, landasannya ialah pahanya sendiri. Pisau yang dipergunakannya sebuah pisau yang setajam-tajamnya. Tapi kulitnya tak luka sedikit pun. Perbuatan ini memang disengajakannya, supaya orang mengetahui kehebatan ilmunya. Ilmu temun jati yang dimilikinya. Supaya orang tahu benar bahwa ia seorang dubalang perkasa yang tak takut sedikit pun terhadap pendekar-pendekar Serampas. Ia nampaknya sengaja memperlihatkan tulang yang besar, kulit liat tahan besi.
Esok harinya, pagi-pagi sekali, pendekar Rawas itu pun berangkatlah melanjutkan perjalanan menuju Kerinci. Seorang dubalang itu. Bagi dubalang Serampas itu elok kiranya perhitungan segera ditentukan. Akan sangat baik lagi bila perhitungan itu diluar negeri Serampas. Ini untuk menjaga kemungkinan supaya jangan sampai mengganggu orang banyak yang pasti ikut menontonnya.
Lagi pula apa gunanya ditonton orang. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi segeralah disusulnya arah ke suatu tempat bernama Betung Bertakuk.
Di Betung Bertakuk ada sebuah pondok yang biasa dipergunakan siapa saja yang lewat di situ untuk tempat berhenti melepaskan lelah atau tempat bermalam. Rupaya pendekar negeri Rawas itu juga berhenti di sana. Tentu saja ia bertemu dengan penyusulnya disana. Sedang pendekar itu enak-enak istirahat di dalam pondok yang terbuat dari bambu dan beratap daun bambu pula, tiba-tiba dubalang negeri Serampas mencogok, mengejutkannya.
Dubalang Serampas dengan marah yang tak terkendalikan menyerangnya dengan kata-kata yang sangat pedas.
Engkau benar-benar seorang yang tak beradat," ujar Dubalang Serampas kepada pendekar negeri Rawas itu."Adakah mungkin ketika engkau sedang berada di negeri kami telah berbuat sangat kurang ajar. Engkau tangkap ayam kami seenaknya seperti ayam itu kepunyaan sendiri. Kami tahu apa maksudmu yang sebenarnya.
Lain tidak engkau sengaja untuk memperlihatkan kehebatanmu. Mungkin engkau mengira penduduk negeri Serampas itu terdiri dari wanita semuanya. Tak baik begitu sobat."
Semula hanya pertengkaran mulut. Tapi ketika makin lama makin panas, berubahalah menjadi perkelahian. Perkelahian antara sesama dubalang dimulai dengan tangan kosong. Tapi karena memperlihatkan suatu hasil, maka keris segera dipergunakan.
Tikam-menikam, tusuk-menusuk namun belum ada juga yang kalah dan yang menang. Lalu diganti pula senjata dengan kujir, sudah itu perang, kemudian pisau tapi tak seorang pun diantara mereka yang dapat roboh. Usahakan roboh, tergores sedikit pun tidak. Mereka tak mempan oleh besi melintang membujur. Kedua belah pihak nampak sudah kehilangan akan dalam usaha masing-masing untuk mengalahkan lawannya.
Dalam saat yang sangat keritis itu, melintas dalam pikiran Dubalang Serampas, bahwa dulunya gurunya pernah berpesan bila hendak mengalahkan seseorang yang memiliki ilmu temun jati seperti pendekar yang sedang dihadapinya itu, jangan menggunakan senjata yang terbuat dari besi, tapi cukup menggunakan batang kayu terap.
Waktu beristirahat segeralah dubalang Serampas Ranah Kemumu itu mengambil batang kayu terap secukupnya. Benar saja, pendekar negeri Rawas tak tahan menghadapi senjata yang tak berarti itu. Pinggulnya sekali saja dipukul sudah membuatnya terjatuh. Kemudian dubalang Serampas memukul sikunya, terus kepala. Dipukulinya sekujur tubuh pendekar Rawas itu, dipukulnya sepuas-puasnya. Akhirnya tamatlah riwayat pendekar yang sombong itu. Tak dikira perkelahian antara dua pendekar itu sudah tiga hari, tiga malam.
Dengan berbaik hati, dubalang Serampas yang memenangkan perkelahian tersebut, segera menyeret tubuh yang telah menjadi mayat itu untuk dikuburkan. Di galinya tanah sedalam kira-kira dua meter untuk tempat kuburan orang itu. Mayat itu pun dimasukkannya ke dalam lobang itu. Sesaat ia masih sempat memandang wajah bekas musuhnya itu.
Diam-diam ia mengakui kehebatan bekas lawannya. Tak lama sesudah itu segera mengeruk tanah untuk menimbuni lobang lahat. Tetapi begitu pekerjaan selesai, mayat itu tercuat ke atas menyibakkan tanah penimbunannya. Sungguh aneh!.
Maka ditanamkan kembali ke dalam lobang, namun mayat kembali lagi ke atas. Begitu seterusnya sampai beberapa kali. Karena sudah capek maka dubalang Serampas itu pun pergilah kembali ke negerinya yang memang tak berapa jauh dari sana. Tinggallah mayat itu di sana dalam keadaan tak terkubur.
Lama kelamaan mayat itu berubah menjadi batu dalam wujud sedang duduk. Kedua tangannya menjelapai di atas kedua pahanya. Kuku-kuku tangannya memanjang kira-kira sejengkal. Gigi atas memanjang ke bawah melewati bibir bawah yang tebal, dan gigi bawah memanjang ke atas melewati bibir atas. Karena terdapat di Betung Bertakuk, di pinggir jalan setapak menuju Kerinci, maka patung batu itu dinamakan orang sampai sekarang Batu Betung Bertakuk.
Sumber : Cerita Rakyat Daerah Jambi oleh Drs. Thabran Kahar; Drs. R. Zainuddin; Drs. Hasan Basri Harun; Asnawi Mukti, BA
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja