Tumenggung Wilatikta mempunyai dua anak, bernama Raden Sahid dan Rasa Wulan. Ketika kedua anaknya dewasa, sang Tumenggung menyuruh anak laki-lakinya untuk menikah, setelahnya akan disuruh menggantikannya. Mendengar hal tersebut, Raden Sahid kaget karena belum memiliki rencana untuk menikah.
Sesudah itu, Raden Sahid pamit untuk memikirkan permintaan sang Tumenggung. Selanjutnya, sang Tumenggung juga menyuruh agar Rasa Wulan mempersiapkan diri untuk menerima lamaran orang lain.
Malamnya, Raden Sahid gelisah. Ia tidak ingin menikah. Ia pun memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Mengetahui Raden Sahid melarikan diri, Rasa Wulan ikut pergi. Mengetahui kedua anaknya tidak ada di rumah, sang Tumenggung kebingungan. Ia segera menyuruh seluruh anak buahnya untuk mencari kedua anaknya, namun tiada hasil.
Bertahun-tahun Raden Sahid mengembara. Ia mengamalkan segala ilmu yang dipelajarinya selama ini untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Hingga akhirnya, di kemudian hari ia dikenal sebagai Kanjeng Sunan Kalijaga.
Sementara itu, Rasa Wulan, setelah bertahun-tahun mengembara, namun tak kunjung menemukan kakaknya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tinggal di Hutan Glagahwangi.
Di hutan itu ada danau bernama Sendhang Beji. Di tepi danau itu ada pohon yang besar dan rindang. Pada salah satu cabang yang menjorok tersebut ada orang yang sedang bertapa. Orang itu bernama Syekh Maulana Mahgribi.
Suatu siang, Rasa Wulan datang ke Sendhang Beji. Saat itulah mereka bertemu. Singkat cerita, keduanya menikah. Dari pernikahan itu mereka mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Kidangtelangkas. Setelah Kidangtelangkas dewasa, Syekh Maulana Mahgribi mencipta suatu tombak, lalu diberi nama Kyai Plered. Tombak itu diberikan kepada anaknya. Dengan tombak itu, Kidangtelangkas membuka lahan dan akhirnya kelak anak keturunannya menjadi raja-raja termasyhur di tanah Jawa. Hingga sekarang, pusaka tersebut disimpan di Keraton Yogyakarta.
sumber: Dongeng Cerita Rakyat (https://dongengceritarakyat.com/dongeng-cerita-rakyat-daerah-istimewa-yogyakarta/)
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati