|
|
|
|
Asal Mula Situ Gede Tasikmalaya Tanggal 14 Aug 2018 oleh OSKM18_19918147_Osama Jarnauzy. |
Situ Gede adalah kawasan danau seluas 47 hektar yang terletak di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat dan dapat diakses sekitar 30 menit dari pusat kota. Di bagian tengah situ ini terdapat satu pulau seluas satu hektar, dan di dalamnya terdapat makam Eyang Prabudilaya, seorang tokoh agama Islam. Kisah yang berkembang di masyarakat tentang asal mula terbentuknya situ ini pun berkaitan erat dengan perjalanan hidup Eyang Prabudilaya.
Eyang Prabudilaya, atau Prabu Adilaya, adalah seorang Raja Muda Sumedang. Dikisahkan setelah ia menyelesaikan ilmu kanuragan di Sumedang, Ia berangkat ke Mataram untuk menuntut ilmu agama bersama istrinya, Nyai Raden Dewi Kondang Hapa, beserta dua pelayannya atas permintaan sang ibu. Sesampainya di Mataram, Prabu Adilaya berguru ke Kyai Jiwa Raga dan menyelesaikan pembelajarannya dengan sangat cepat dan membuat sang guru kagum. Menjadi murid Kyai Jiwa Raga terbaik, ia dinikahkan oleh sang guru dengan putrinya yang cantik jelita, Dewi Cahya Karembong, sebagai istri keduanya. Bersamaan dengan itu, Prabu Adilaya juga diminta untuk berguru mencari ilmu Islam lagi ke tatar Sukapura.
Dalam perjalanan menuju tatar Sukapura, meskipun pada awalnya kedua istri Prabu baik-baik saja dan tentram, Istri keduanya, Dewi Cahya Karembong, mulai mempertanyakan sang Prabu. Karena setelah menikah, Ia belum saja menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia pun bertanya kepada Nyai Raden Dewi Kondang Harpa dan ternyata ia pun sama-sama belum menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri, meski sudah menikah satu tahun lamanya. Meskipun hal ini sebenarnya disebabkan oleh tekunnya Prabu Adilaya dalam menuntut ilmu dan menjadi melupakan kewajibannya sebagai seorang suami, ide dan itikad buruk pun mulai muncul di pikiran kedua istrinya ini. Pikiran akan datangnya istri ketiga setelah Prabu menyelesaikan perguruannya di tatar Sukapura membuat Nyai Raden Dewi Kondang Harpa dan Dewi Cahya Karembong merencanakan pembunuhan sang Prabu. Ketika terlelap, Kedua istri Prabu menghujamkan keris di dadanya, dan dengan tanpa teriakan, tetapi kalimat asma Allah, Prabu menghembuskan napas terakhirnya. Kedua istrinya pun berencana menguburkan jenazahnya, hingga tiba di suatu rawa-rawa. Ketika para pelayannya yang disuruh menggali selesai, mereka berdua pun dibunuh untuk menutupi jejak kedua istri Prabu ini. Mereka dikuburkan bersama di rawa-rawa ini yang memang tersembunyi.
Purnama telah banyak berganti, namun tak ada kabar sang Raja Muda di Sumedang sejak ia pergi ke Mataram. Sang Ibu yang khawatir pun mengutus adik sang Prabu untuk menelusuri sang kakak. Hingga sampai di tatar Sukapura, Ia tidak bisa menemukan keberadaan maupun kabar sang kakak karena memang makamnya tersembunyi. Ketika hendak berniat pulang, Adik sang Prabu ini malah mengikuti sayembara melawan seekor singa, hingga menang dan akhirnya dinikahkan dengan putri penguasa daerah. Hal ini pun membuatnya lupa akan pulang ke Sumedang. Pada akhirnya, karena Sang Ibu masih mengharapkan pulang kedua anaknya, Ia sendiri lah pergi menelusuri jejak anaknya. Dari Mataram Ia mengetahui bahwa kedua anaknya ini pergi ke tatar Sukapura. Sepanjang perjalanan ke Sukapura, Ia memanjatkan doa kepada Allah SWT agar kedua anaknya dapat ditemukan. Dengan izin Allah, sesampainya di Sukapura ia berakhir di rawa-rawa tersembunyi tadi dan melihat cahaya yang memancar dari dalam gundukan tanah. Berdoa dan memohon petunjuk Allah, akhirnya didapatkanlah petunjuk bahwa di dalamnya ada jenazah Prabu Adilaya dan kedua pelayannya. Air mata sang ibu tak tertahankan, berurai deras ke tengah gundukan tanah tempat Pewaris Tahta Sumedang terkubur. Doa pun ia panjatkan agar terlindung makam putranya, maka air rawa di sekitar makam ini pun naik beberapa meter hingga menyisakan makam sebagai pulau di tengahnya. Ada bisikan kepada sang Ibu untuk menancapkan tongkat yang dibawanya, hingga tumbuhlah pohon-pohonan rimbun di pulau itu. Pada saat akan pulang menyebrangi rawa yang sudah menjadi danau, ada empat ekor ikan yang sang Ibu beri nama si Gendam, si Kohkol, si Genjreng, dan si Layung dan diberi tugas untuk menjaga makam sang Prabu dari tangan-tangan jahil yang mengganggunya. Ketika bertemu dengan dua penduduk lokal saat hendak berangkat, sang Ibu berpesan : "Mugi aranjeun kersa titip anak kuring di pendem di eta nusa, jenengannana sembah dalem Prabu Adilaya, wangku ka prabonan di Sumedang mugi kersa maliara anjeuna dinamian juru kunci (kuncen) jeung kami mere beja saha anu hoyong padu beres, nyekar ka anak kami oge anu palay naek pangkat atawa hayang boga gawe kadinya, agungna Allah cukang lantaranana sugan ti dinya.” Yang artinya : "Semoga kalian bersedia untuk dititipi anak saya yang dimakamkan di pulau itu, namanya Sembah Dalem Prabu Adilaya, yang memegang tampu ke prabuan di Sumedang semoga kalian bersedia untuk memeliharanya, dan saya memberitahukan kepada siapapun yang berselisih ingin beres, atau naik pangkat juga ingin punya pekerjaan silahkan nyekar ke sana, agungnya kepada Allah SWT semoga sareatnya dari sana.”
Hingga saat ini, kawasan Situ Gede masih memiliki juru kunci, dan konon katanya di kedalaman air Situ Gede memang terdapat ikan-ikan raksasa penjaga makam Eyang Prabudilaya.
sumber:
juru kunci
http://dudu-tasikmalaya.blogspot.com
http://www.disparbud.jabarprov.go.id
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |