Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Legenda Maluku Maluku
Asal Mula Patasiwa dan Patalima
- 15 Mei 2018

HAINUWELE tumbuh dengan sangat cepat dan dalam tiga hari saja ia telah menjadi seorang puteri yang dalam bahasa daerah disebut mulua artinya putri yang cantik.

Hainuwele berbeda dengan putri-putri yang lain. Ia tidak seperti manusia biasa. Selain kecantikannya tiada bandingnya iapun mampu menyihir sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya.

Dari seonggok lumpur, Hainuwele dapat menyihirnya menjadi barang-barang berharga seperti piring-piring dari Cina yang disebut porselin dan gong. Semua barang ini kemudian dijual dan lama-kelamaan ayahnya Ameta menjadi kaya raya.

Kecantikan Hainuwele pun semakin tersiar ke mana-mana dan menjadi buah bibir masyarakat seantero pulau Seram. Kelebihan ini membuat Hainuwele disenangi tetapi juga membuat banyak orang menjadi iri hati kepadanya.

Pada suatu hari diadakanlah pesta Tari Maro di Tamene Siwa. Pesta itu diselenggarakan oleh Sembilan keluarga yang direncanakan akan berlangsung selama Sembilan hari. Tari Maro adalah sebuah tarian besar yang akan ditarikan oleh Sembilan keluarga yang menyelenggarakan pesta itu.

Para penari membentuk Sembilan lingkaran besar dimana orang-orang perempuan duduk di tengah-tengah mereka yang sedang menari sambil menyuguhkan sirih pinang kepada setiap penari pria. Pesta berlangsung setiap malam dan tari dilakukan sampai pagi. Esok malam pesta dilanjutkan kembali tetapi tempat pesta telah dialihkan ke tempat lain. Begitulah acaranya selama Sembilan hari.

Hainuwele sebagai seorang perempuan cantik juga di undang dalam pesta Tari Maro itu. Ketika Hainuwele tiba di tempat pesta, ia langsung menjadi perhatian seluruh peserta pesta dan ketika para penari mulai menari, tiba-tiba saja Hainuwele berdiri di tengah-tengah lingkaran penari mulai dan menyuguhkan sirih pinang kepada para penari.

Anehnya, Hainuwele tidak menyuguhkan sirih dan pinang kepada para penari, tetapi ia menyuguhkan batu-batu karang sebagai pengganti sirih dan pinang.

Batu-batu karang tersebut berubah menjadi benda-benda yang indah yang mengeluarkan cahaya gemerlapan sehingga menyilaukan mata. Melihat Hainuwele terus membagi-bagikan batu-batu yang indah itu, semua orang yang hadir serentak berdiri dan sambil berdesak-desakan memintanya dari Hainuwele. Demikian tarian itu berlangsung sampai pagi dan Hainuwele terus membagi-bagikan batu-batu berharga itu.

Pada malam berikutnya, tari Maro dipentaskan kembali dan kembali lagi Hainuwele berdiri di tengah-tengah penari sambil membagi-bagikan sirih pinang. Kali ini yang dibagi-bagikan adalah piring-piring porselin yang disebut Hana. Setiap orang yang berdiri untuk menari mendapatkan hadiah sebuah piring.

Pada malam ke empat, Hainuwele kembali lagi menghadirkan piring-piring porselin Cina yang lebih besar lagi yang dinamakan Kina Batu.

Pesta malam ke lima, Hainuwele membagi-bagikan parang-parang panjang pengganti sirih dan pinang. Hari keenam ia memberikan kotak tempat sirih dari tembaga yang indah dan pada malam ketujuh masing-masing penari mendapat hadiah sebuah piring anting-anting emas.

Malam ke delapan, Hainuwele menghadiahkan gong-gong yang indah. Demikianlah jenis-jenis barang yang dibagi-bagikan oleh Hainuwele dari malam pertama sampai malam ke delapan. Hal ini membuat banyak orang menjadi senang kepada Hainuwele, namun ada pula yang menjadi sakit hati atau cemburu. Kelompok orang-orang yang menjadi sakit hati kepada putri yang cantik ini berencana untuk membunuhnya pada malam kesembilan.

Pada malam ke Sembilan, pesta tari Maro dilangsungkan dengan lebih meriah lagi, dimana para peserta tari semakin banyak karena malam ini merupakan malam terakhir dari pesta. Pada saat menari, Hainuwele kembali berada di tengah-tengah para penari untuk membagi-bagikan sirih pinang. Sementara itu orang laki-laki yang telah berencana untuk membunuhnya telah menggali sebuah lubang yang dalam.

Kelompok penari malam itu berasal dari keluarga Lesiela. Ditengah-tengah keasyikan menari sambil membagi-bagikan hadiah, tiba-tiba saja Hainuwele didorong masuk ke dalam lubang yang telah disiapkan. Serentak dengan itu pula para penari langsung menyanyikan lagu Maro dengan suara keras dan bernada tinggi untuk menutup jeritan suara Hainuwele yang sedang minta tolong dari dalam lubang yang gelap itu.

Sambil terus menari dan menyanyi, para penari menutupi lubang itu dengan tanah dan dengan cara menggerak-gerakkan kakinya dan menginjak-injak tanah di atas lubang tersebut sehingga lubang itu tertutup dengan tanah yang padat dan keras.

Ketika hari telah subuh pestapun usai para penari juga kembali pulang ke rumah masing-masing. Lain halnya dengan putri cantik Hainuwele, ia tidak pernah lagi kembali. Ayahnya Ameta dengan kesaktiannya yang tinggi langsung mengetahui bahwa anaknya telah dibunuh di tempat pesta tari Maro tadi malam.

Ameta langsung mengambil Sembilan batang lidi (tulang daun pohon kelapa yang keras) dan menuju tempat pembunuhan itu. Tiba disana, batang-batang lidi tersebut ditancap ke atas tanah di sekitar lubang tempat Hainuwele jatuh.

Selanjutnya Ameta melakukan mawe (meramal). Dari hasil mawe diketahui ada Sembilan lingkaran penari Maro berada di sekitar tempat itu. Ketika Sembilan batang lidi tersebut dicabut dari atas tanah, keluarlah darah diikuti dengan beberapa helai rambut Hainuwele.

Ameta menggali lubang itu dan menemukan jenazah puterinya. Ameta menjadi murka dan berusaha untuk membinasakan sembian kelompok penari. Gemparlah Tamene Siwa karena peristiwa itu.

Sejak saat itu situasi keamanan di daerah sekitar Tamene Siwa menjadi daerah yang tidak aman akibat sering kali terjadinya pembunuhan di antara kelompok-kelompok yang membunuh Hainuwele dan kelompok-kelompok yang menyayangi Hainuwele.

Terbentuklah dua kelompok masyarakat yang baru yaitu kelompok Patalima dan kelompok Patasiwa atau kelompok lima dan kelompok Sembilan.

 

Sumber: http://www.beritamalukuonline.com/2013/03/ceritera-rakyat-maluku-3-asal-mula.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev