Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Tegal
Asal Mula Kota Slawi
- 14 Juli 2018

Seperti Kota Tegal, ternyata Slawi pun sudah berumur ratusan tahun. Awal riwayatnya sezaman dengan kehidupan tokoh Ki Gede Sebayu yang berhasil mendirikan Tetegal pada awal tahun 1600-an.

Dikisahkan bahwa salah seorang anak putri Ki Gede Sebayu yang bernama Nini Dwijayanti memang terkenal cantik, cerdas, dan cekatan. Kegemarannya menunggang kuda membikin banyak orang semakin kagum. Konon, kalau Nini Jayanti sedang di atas pelana kuda kesayangannya akan tampak seperti bidadari yang turun dari langit biru. Jadi, wajarlah bila namanya populer di kalangan masyarakat. Wajar juga banyak pemuda atau perjaka yang ingin menyuntingnya.

Ki Gede Sebayu sering didatangi utusan yang menanyakan keadaan NIni Jayanti. Ada yang berterus terang ingin melamar, ada juga yang hanya sekadar mencari-cari keterangan. Pendek kata, Ki Gede Sebayu harus melayani banyak orang yang sama-sama berharap dapat menyunting Nini Jayanti. Ternyata hal itu menimbulkan kerepotan sebab keputusan bukan di tangannya sendiri. Jadi, tidaklah gampang menjawab atau menolaknya. Kemudian pada suatu senja, berkatalah dia kepada Nini Jayanti dengan kata-kata yang ramah.

“Ketahuilah anakku, sudah banyak orang yang menanyakan dirimu. Kata mereka, Nini Jayanti sudah pantas bersanding dengan seorang jejaka yang tampan. Lantas, bagaimana pendapatmu sendiri?”

“Alhamdulillah, Kalau betul banyak yang memandang saya berlebihan. Padahal rasanya masih harus belajar banyak perkara. Sedangkan soal perkawinan, pasti Ayahanda sudah menyimpan kebijaksanaan,” jawab Nini Jayanti dengan santun, tegas, dan jelas.

Jawaban itu membuat Ki Gede Sebayu merasa bangga dan terharu. Kemudian melanjutkan kalimatnya yang lembut.
“Nini Jayanti, perkawinan itu boleh dianggap gampang, tetapi kadang juga dianggap sukar. Buat orang jelata biasanya gampang. Namun sering menjadi sulit buat orang yang tinggi-tinggi.”

“Apakah sebabnya, Ayah?”
“Kebutuhan orang jelata itu sederhana. Sedangkan kebutuhan orang berpangkat makin banyak. Jadi timbbullah kesulitan.”
“Saya sendiri ingin kehidupan yang sederhana. Mengapa harus dipandang sulit?”
“Kesulitan bukan pada dirimu, Jayanti. Yang sulit adalah menetapkan satu pilihan dari belasan calon suami. Jangan sampai kelak timbul penyesalan.”

Nini Jayanti terdiam sejenak. Kemudian menjawab dengan penuh kesantunan.

“Ketika Jayanti masih kecil sering mendengar dongeng dan hikayat tentang sandiwara perkawinan. Apakah boleh dicontoh?”
“Engkau sungguh cerdas, Jayanti. Dengan sayembara itu akan tampak adil dan pasrah kepada takdir Ilahi. Lantas, apakah sayembaranya?”

Ternyata Nini Jayanti tidak mengharapkan sayembara harta kekayaan, ketampanan, dan kepangkatan. Usulnya adalah sayembara kesaktian. Katanya siapa pun yang dapat menebang dan merobohkan pohon jati raksasa di gunung selatan akan dijadikan suami Nini Dwi Jayanti, biar pun dia jelata miskin, atau tidak berpangkat akan tetap dilayani sepanjang hayat.

Akhirnya diputuskan sayembara itu dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon setelah sembahyang Jum’at. Tibalah pada hari yang ditentukan. Pada waktu itu datanglah 25 perjaka dari berbagai daerah dengan sejumlah pengiringnya. Kebanyakan dari mereka membawa pethel (Kampak). Pethel adalah alat pemotong kayu yang terbuat dari bilah besi yang kokoh bentuknya pipih dan terpasang miring pada kayu atau pegangan. Pethel itu harus diayunkan keras dengan tenaga keras agar tertancap mendalam dengan cara itulah biasanya batang kayu yang besar dan kokoh lama-lama akan tumbang.

Untuk mengjormati keberanian mereka dibuatlah perkemahan di sekitar pohon jati raksasa tersebut, tiap perjaka diberikan satu kemah sehingga ada 25 kemah di gunung selatan. Tentu saja pada zaman itu belum ada kata kemah. Yang lazim adalah kata candi yang berarti ‘rumah’. Jadi, dalah waktu singkat berdirilah dua puluh lima candi di gunung selatan.

Ki Gede Sebayu membuka  sayembara itu dengan doa yang khusyuk. Kemudian menegaskan kepada seluruh peserta sayembara agar tampil dengan jiwa satria. Katanya, yang gagal janganlah menyesal, sedangkan yang menang janganlah sombong. Kelak semuanya harus tetap bersahabat. Kalau perlu dijamin damai tinggal di Tetegal. Pendek kata, semuanya harus berserah diri kepada takdir Ilahi.

Setiap peserta disediakan waktu sehari penuh untuk melaksanakan tugasnya. Pada malamnya, mereka dihibur dengan seni kentrung, seni mendongeng hikayat dengan iringan musik seperti rebana dan kendang. Lakon yang dipilih adalah Hikayat Putri Joharmanik dari Negeri Bagdad. Konon, Putri Joharmanik adalah citra seorang gadis yang cantik, cerdas, dan cekatan.

Satu per satu mereka memperlihatkan kehebatan masing-masing. Tepuk tangan dan sorak sorai penonton semarak berkepanjangan. Setiap sore berduyun-duyun penduduk ingin menyaksikan robohnya jati raksasa. Akan tetapi, selama belasan hari belum ada tanda-tandanya. Padahal setiap peserta sudah menguras tenaganya dengan susah payah. Ternyata pohon itu tetap bertahan. Bahkan keesokan paginya pulih seperti asalnya.

Namun, hal itu tidak mengendurkan semangat para peserta. Yang sudah gagal pun masih bertahan di kemahnya. Ingin menyaksikan siapakah kelak pemenangnya.

Pada hari-hari terakhir, tontonan itu semakin meriah. Orang-orang semakin penasaran hendak mengetahui sang pemenang. Sampai-sampai banyak penduduk yang tidak pulang ke rumahnya. Bahkan ada yang mengajak istri dan anak-anaknya. Mereka bertahan di sanan karena dijamin makan dan minum oleh Ki Gede Sebayu. Pendek kata, tempat itu mendadak manjadi pusat keramaian.

Pada hari terakhir, suasana semakin tegang. Ki Gede Sebayu terus komat-kamit berdoa. Wajah Nini Jayanti pun memucat. Matanya meredup menahan tangis sambil bergayut ke pundak ibunya. Pikirnya, jagan-jangan suara gaib itu tipuan jin dan setan. Kalau tak ada yang menang, bagaimanakah nasibnya?

Menjelang sore datanglah seorang santri diiringi sejumlah remaja yang santun-santun. Dia mengaku bernama Ki Jadug dan memohon izin mengikuti sayembara. Dia terlambat karena memang baru saja mendengar kabar di perjalanan.

Kemudian berkatalah Ki Gede Sebayu dengan nada rendah.
“Baiklah. Silakan mencobanya. Mudah-mudahan Allah melimpahkan mukjizat-Nya kepadamu.”

Sejenak Ki Jadug berpamitan untuk berwudu, lantas bersembahyang dua rekaat disaksikan seluruh penonton yang berdebar. Ada yang kontan ikut berdoa. Ada yang mengusap air mata. Ada yang tersenyum kecut. Ada juga yang secara lirih mengejeknya.

Tidak lama kemudian, tampaklah Ki Jadug mengayunkan kampaknya dengan jurus silat yang hebat. Ternyata pada ayunan kelima terdengarlah gemuruh angin lesus dan bumi pun berguncang. Orang-orang berlarian menjauhi gelanggang. Pada saat itulah pohon jati raksasa roboh perlahan-lahan tanpa menyentuh seorang pun di sekitarnya.

Lantas terdengarlah sorak sorai berkepanjangan. Setelah mereda, berkatalah Ki Gede Sebayu kepada segenap orang yang hadir.

“Saudara-saudaraku, saksikanlah, takdir Allah menetapkan Ki Jadug menjadi Suami Nini Jayanti. Upacara pernikahan akan dilaksanakan dengan syariat Islam dan adat yang pantas. Saksikan juga bahwa jati keramat ini adalah milik kita bersama. Kelak akan menjadi tiang utama atau saka guru keraton di bumi Tetegal. Saksikan juga kelak apabila tempat ini menjadi makmur akan bernama Candi Selawe. Sekarang bubaran dan bersyukur kepada Allah SWT.”

Orang-orang pun bubaran dengan hati yang lapang. Kelak tahulah mereka bahwa santri Ki Jadug adalah seorang bangsawan Mataram. Dia sengaja mengembara untuk berguru dan berdakwah. Setelah menikah dengan Nini Dwijayanti lantas menggunakan nama aslinya, Pangeran Purbaya. Mereka hidup bahagia dan dikenal sebagai tokoh terpandang di daerah Tegal.

Adapun nama Candi Selawe yang berarti ‘candi’ atau rumah dua puluh lima buah’ itu lama-lama terucapkan Selawi atau Slawi seperti sekarang. Pada tahun 1956, kota tersebut ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Tegal. Namun, Perpindahan Kantor Kabupaten Tegal ke Slawi baru berlangsung pada tahun 1986.

Sumber : Cerita rakyat dari Tegal (Jawa Tengah), Oleh Yudiono KS

https://www.ditegal.com/asal-mula-kota-slawi-dari-manakah-kata-slawi-muncul/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline