Cerita rakyat asal mula kelompok Patasiwa dan kelompok Patalima berasal dari pulau Seram Provinsi Maluku. Berawal dari kisah dibunuhnya putri Hainuwele maka terjadi perpecahan antara kelompok-kelompok di pulau Seram. Berikut adalah kisahnya.
Hainuwele adalah seorang putri yang sangat cantik menawan yang dalam bahasa daerah disebut Mulua. Ia tumbuh menjadi seorang gadis yang selain kecantikannya ia memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia lain pada umumnya. Ia dapat menyihir sesuai kehendak hatinya. Dari seonggok lumpur Hainuwele dapat menyihirnya menjadi barang-barang berharga seperti piring-piring dari Cina yang disebut porselen dan gong. Barang-barang tersebut kemudian dijual dengan harga yang lumayan mahal. Berita tentang Hainuwele pun tersiar luas di seluruh pulau Seram. Kelebihan yang dimilikinya membuat banyak orang senang dan kagum padanya namun tak sedikit juga yang iri hati padanya. Pada suatu hari diadakanlah pesta Tari Maro di Tamene Siwa. Pesta itu diselenggarakan oleh sembilan keluarga, dan merekalah yang menjadi penari dalam acara tersebut selama sembilan hari. Para penari membentuk sembilan lingkaran besar dimana perempuan-perempuan duduk ditengah-tengah lingkaran sambil menyuguhkan sirih dan pinang kepada setiap penari pria. Pesta berlangsung pada malam hari hingga pagi hari, dan berlangsung selama sembilan hari. Namun tempat pelaksanaan tarian antara hari pertama dan hari-hari lainnya berbeda. Putri Hainuwele juga diundang dalam pesta Maro itu. Ketika ia tiba di tempat pesta, ia menjadi pusat perhatian semua orang yang hadir saat itu karena kecantikannya. Ia pun menari bersama penduduk yang ada dan ketika ia hendak membagi-bagi sirih dan pinang seperti biasanya yang dilakukan oleh para penari perempuan, namun anehnya ia membagi-bagikan batu-batu karang yang berubah menjadi benda-benda yang bercahaya dan berkilau. Melihat hal itu, orang-orang yang hadir kemudian serentak berebutan benda-benda tersebut darinya Pada malam berikutnya, Hainuwele kembali lagi untuk mementaskan tari Maro bersama penduduk lainnya. Kali ini ia membagi-bagi piring porselen yang disebut Hana. Malam keempat ia kembali lagi dan membagi-bagikan piring-piring Cina yang besar yang disebut Kina Batu. Malam kelima ia membagikan parang-parang panjang. Malam keenam ia membagikan kotak tempat sirih dan tembaga yang indah. Malam ketujuh masing-masing orang mendapat anting-anting emas, malam kedelapan ia membagikan gong yang indah. Apa yang dilakukan Hainuwele membuat orang-orang yang hadir saat itu sangat senang namun ada juga yang iri dan cemburu padanya. Mereka yang cemburu itu berencana untuk membunuhnya pada malam kesembilan (malam terakhir). Tibalah pada malam kesembilan pesta tari Maro dilangsungkan dengan sangat meriah dan orang yang ikut pun bertambah banyak. Seperti biasa yang dilakukan Hainuwele kembali berdiri di tengah-tengah para penari untuk membagi-bagi sirih pinang sementara itu mereka yang berencana membunuhnya telah menggali lubang yang dalam. Kelompok penari malam itu adalah dari keluarga Lesiela. Di tengah-tengah keasyikan menari sambil membagi- bagikan hadiah tiba-tiba Hainuwele didorong masuk ke dalam lubang tersebut. Serentak dengan itu pula para penari langsung menyanyikan lagu Maro dengan suara yang keras dan bernada tinggi untuk menutupi suara jeritan minta tolong Hainuwele dari dalam lubang yang gelap itu. Sambil terus menyanyi dan menari para penari menutupi lubang itu dengan tanah sambil menginjak- injak tanahnya supaya keras dan padat. Ketika hari telah subuh pesta pun usai para penari juga kembali pulang kerumah masing-masing. Sementara sang putri tidak pernah kembali lagi kerumahnya. Ayahnya Ameta dengan kesaktiannya yang tinggi langsung mengetahui bahwa anaknya telah dibunuh di tempat pesta tari Maro semalam. Ameta langsung mengambil 9 (Sembilan) batang lidi (tulang daun kelapa) dan menuju tempat pembunuhan anaknya itu. Setelah tiba disana ia menancapkan lidi-lidi tersebut di atas tanah dimana anaknya dikubur. Selanjutnya ia melakukan Mawe (meramal). Dan ia langsung mengetahui bahwa ada 9 (Sembilan) lingkaran penari Maro berada di tempat itu. Ketika Sembilan lidi itu dicabut dari atas tanah keluarlah darah diikuti dengan beberapa helai rambut Hainuwele. Dengan segera Ameta menggali lubang itu dan menemukan jenazah anaknya, kemudian menguburkannya. Ameta menjadi sangat marah dan berusaha untuk membinasakan 9 (Sembilan) kelompok penari tersebut. Gemparlah Tamene Siwa karena peristiwa itu, dan sejak itu situasi keamanan di Tamene Siwa dan sekitarnya menjadi tidak aman akibat seringkali terjadinya pembunuhan antara kelompok yang membunuh Hainuwele dengan kelompok yang menyayanginya.
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.