
Sepasang suami istri bersama tiga anak mereka pada zaman dahulu. Keluarga itu hidup dari hasil berkebun dan juga menangkap ikan.
Pada suatu hari sang Ayah mendapatkan ikan dalam jumlah cukup banyak. Sang Ibu lantas memasaknya untuk sarapan. Cukup banyak ikan yang tersedia untuk mereka hingga tidak habis untuk mereka makan pagi itu. Sebelum berangkat ke kebun, sang Ayah berpesan pada istrinya agar menyimpan ikan yang tersisa. “Nanti sore sepulang dari berkebun, aku akan memakannya,” kata sang Ayah.
Sang ibu menyimpan ikan tersebut di tempat penyimpanan makanan dan menutupnya rapat-rapat.
Pada siang harinya ibu dan tiga anaknya itu kembali makan. Si anak bungsu mendadak minta makan dengan lauk ikan. Tidak ada ikan yang tersisa ketika itu kecuali ikan yang diperuntukkan bagi sang Ayah. Namun Si anak bungsu tetap bersikeras meminta. Ia bahkan menangis seraya mengguling-gulingkan tubuhnya. Sang ibu yang tidak tega akhirnya terpaksa memberikan ikan yang diperuntukkan suaminya. Si anak bungsu langsung memakan ikan itu dengan lahap.
Pada sore harinya, sang Ayah pulang dari berkebun dengan perut lapar dan tubuh lelah. Seketika tiba di rumah, sang Ayah minta dihi¬dangkan makanan. Ia ingin makan dengan lauk ikan kegemarannya. Seketika tidak mendapati ikan kegemarannya, sang Ayah langsung mena¬nyakannya, “Kemana ikan yang tadi pagi kuminta untuk engkau simpan, Bu?”
Sang Ibu lalu menjelaskan kejadian yang dialaminya dan menyatakan jika ikan itu telah dimakan anak bungsu mereka.
Sang Ayah menjadi sangat marah. Ia tidak bisa menerima kenyataan jika ikan itu telah di¬makan anak bungsunya. Begitu pun ia tidak mau memaafkan istrinya meski istrinya telah berulang- ulang memohon maaf padanya. Ia bahkan meminta agar istrinya harus bertanggung jawab dengan mencari ikan sebagai ganti ikan yang telah dimakan anak bungsunya. “Jangan engkau pulang sebelum engkau membawa ikan!”
Sang Ibu pun pergi dari rumah dengan hati yang amat sedih. Ia pergi menuju laut. Sang Ibu seperti tak lagi peduli dengan laut yang akan dapat menenggelamkannya.
Keesokan harinya tiga anak itu mencari ibu mereka. Si bungsu yang masih menyusu terus saja menangis dan memanggil-manggil nama ibunya. Tiga anak itu menuju ke laut karena beranggapan ibunya tengah mencari ikan di laut.
Sesampainya mereka di pantai, tiga anak itu tidak menemukan ibu mereka. Mereka lantas memanggil-manggil nama ibu mereka. Betapa terperanjat bercampur gembiranya hati mereka saat mendapati ibu mereka muncul dari dalam laut dengan tubuh basah kuyup.
Sang Ibu lantas menyusui anak bungsunya. Setelah anak bungsunya itu puas menyusu, ia pun meminta tiga anaknya itu untuk kembali ke rumah. “Ibu / nanti menyusul, setelah mendapatkan ikan,” katanya.
Ketiga anak itu pun akhirnya kembali pulang ke rumah. Semalaman mereka menunggu, ibu mereka tidak juga pulang. Keesokan harinya, tiga anak itu kembali ke pantai. Kembali mereka memanggil-manggil ibu mereka.
Sang Ibu muncul dari dalam laut. Ia meng-hampiri tiga anaknya dan berniat menyusui Si bungsu. Namun ketiga anaknya memandang heran sekaligus takut padanya. Tubuh sang ibu tampak bersisik-sisik layaknya ikan. Si bungsu bahkan enggan disusui ibunya yang terlihat aneh itu.
Meski sang ibu terus meyakinkan jika dirinya ibu tiga anak itu, namun tiga anak itu me-ragukannya.
“Ibuku cantik wajahnya dan halus kulitnya,” kata Si sulung. “Bukan berkulit ikan sepertimu.”
Tiga anak itu berlari menjauhi sang Ibu. Mereka terus berlarian di pantai hingga sang Ibu kembali menyelam ke dalam laut. Tiga anak itu kemudian kembali memanggil-manggil ibu mereka, sang Ibu kembali muncul dari dalam laut. Namun, wujudnya semakin menakutkan. Semakin banyak sisik yang memenuhi tubuhnya. Tiga anak itu kembali berlari menjauh saat sang ibu mendekati mereka.
Begitu seterusnya. Setiap kali tiga anak itu memanggil nama ibu mereka, setiap kali itu pula sang ibu muncul dari dalam laut dengan wujud yang semakin terlihat menakutkan. Kemunculan terakhir sang Ibu sangat mengejutkan sekaligus menakutkan tiga anaknya. Seluruh kulit sang Ibu telah dipenuhi sisik dan kedua kakinya telah berubah menjadi ekor ikan.
Sang ibu telah berubah wujud menjadi manusia ikan.
Masyarakat SulaweSi Tengah percaya, sang Ibu itulah yang menjadi asal usul ikan duyung yang terdapat di laut SulaweSi Tengah.
PERINTAH ORANGTUA HENDAKLAH KITA PATUHI. SELAIN ITU, JANGAN SUKA MARAH KARENA KEMARAHAN HANYA AKAN MERUGIKAN DIRI KITA DI KEMUDIAN HARI.
Sumber: https://dongengceritaanak.com/category/cerita-rakyat/sulawesi-tengah/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...