Valau naik mobil dari Tobelo ke Galela, kita akan melihat sebuah gunung berapi yang menjulang tinggi, tampak megah dan indah. Gunung ini adalah Gunung Dukono. Taukah kalian bagaimana asal-mula nama gunung ini? Nah, silakan simak cerita berikut ini.
Pada zaman dahulu kala Gunung Tarakani adalah sebuah gunung berapi yang sangat tinggi. Pada waktu meletus, gunung itu patah menjadi dua bagian, yaitu Tarakani besar dan Tarakani kecil. Tarakani besar dengan ketinggian 800 di atas permukaan laut terletak di antara Desa Seki dan Desa Soasio, dekat Danau Galela. Tarakani kecil dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut terletak di Desa Makete, Ngidiho, dan Desa Simau.
Di atas puncak Gunung Tarakani besar terdapat suatu lembah yang besar dengan kedalaman kira-kira 600 meter dengan luas kurang lebih 10 ha dan ditutupi oleh hutan yang lebat. Lembah yang dalam ini adalah bekas kawah sewaktu gunung a pi itu masih aktif. Di atas puncak Gunung Tarakani besar juga terdapat beberapa kuburan tua (bahasa Ternate: jere) dan menurut orang Galela tempat ini adalah tempat keramat. Oleh karena itu, apabila orang Galela mau keluar ke satu daerah, contohnya mengikuti suatu pertandingan olahraga atau ikut mengamankan dan mempertahankan daerah, beberapa orang tua harus pergi ke jere untuk meminta petunjuk dari arwah nenek moyang supaya bisa berhasil dalam suatu petandingan.
Pada waktu Gunung Tarakani meletus, timbul banyak korban jiwa dan harta benda. Lahamya mengalir dan kini sudah membeku menjadi batu hangus dan berada di sekitar Tanjung Bongo dan Telaga Biru, yaitu jalan Galela-Tobelo. Orang-orang yang masih hidup mengungsi ke Morotai dan menggunakan satu bahasa Galela karena orang Morotai berasal dari Galela.
Hanya ada seorang nenek tua bemama Tolori yang tidak ikut mengungsi ke Morotai. Ia memilih tetap tinggal di Galela. Nenek Tolori ini mengumpulkan sisa-sisa abu gunung dengan maksud memindahkannya ke tempat yang lebih jauh. Abu gunung itu dimasukkan ke keranjang (bahasa Melayu Temate: saloi). Tali saloi-nya hanya dibuat dari daun kusu-kusu (alangalang).
Pada waktu nenek itu berjalan menuju daerah selatan, tiba-tiba tali saloi nenek putus. Dia tertindih oleh saloi yang berisi abu gunung itu dan si nenek pun meninggal. Kemudian, abu gunung yang dibawa menjadi sebuah gunung berapi yang saat ini dikenal sebagai Gunung Dukono. Namun, gunung ini sebenamya adalah Gunung Tolori, sesuai dengan nama nenek itu. Akan tetapi, masyarakat sekarang menyebutnya Gunung Dukono, yang artinya adalah gunung berapi.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja