Cerita Rakyat – Alkisah, seseorang yang bernama Haboi tinggal di kampung di atas bukit dekat Dondai yang disebut Yomoko. Kampung ini dipimpin oleh Ondofolo Wally.
Suatu ketika langit menjadi semakin kelam diliputi kegelapan di siang hari. Menghadapi situasi ini, Orang-orang Yomoko berunding dan bersepakat mendorong langit ke atas dan bumi tetap di tempatnya, supaya ada cahaya terang di bumi.
Pada saat itu, Haboi memperhatikan dengan teliti bahwa orang-orang di Kampung Yamoko tidak mempunyai air dan api untuk dapat hidup layak sebagai manusia. Karena itu, Haboi dan Ondofolo Wally mengambil sebuah gelang kristal yang disebut ‘eba’ dan tiga butir manik-manik yang disebut hawa, hay dan naro. Kedua orang ini bertekad menghadap Dobonai, penguasa hak atas air yang berdiam di Puncak Gunung Dobonsolo.
Suatu pagi yang cerah, Haboi berjalan menuruni Bukit Yomoko memasuki hutan dataran rendah ke utara kemudian mendaki, menyusuri jalan setapak dalam rimba Pegunungan Cycloops diikuti dari belakang oleh Ondofolo Wally. Tanpa diketahui oleh keduanya, Di Puncak Gunung Dobonsolo, seekor Burung Emien milik Dobonai menginformasikan kedatangan mereka kepada penguasa air itu. Burung itu kemudian ditugaskan oleh Dobonai untuk menjemput Haboi dan Ondofolo Wally.
Kedua orang ini berniat membeli air di Dobonai. Setelah berbincang-bincang menyampaikan kehendak yang terkandung dalam pikiran mereka, Dobonai menyetujuinya dengan syarat harus melakukan pembayaran melalui dua orang petugasnya sebelum mengambil air. Kedua orang yang ditunjuk Dobonai bernama Dukumbuluh dan Roboniwai. Haboi dan Ondofolo Wally pergi menghadap dua orang itu, namun mereka melakukan kekeliruan ketika menyerahkan alat pembayaran yang mereka bawa. Gelang eba yang bernilai paling mahal diserahkan kepada Roboniwai dan manik-manik yang bernilai murah diberikan kepada Dukumbuluh.
Dalam struktur fungsi kekuasaan para penguasa air di Gunung Dobonsolo, Dukumbuluh memiliki posisi atas/tua, sedangkan Roboniwai memiliki kewenangan di bawahnya karena usia yang masih muda.
Akibat dari kekeliruan Haboi dan Ondofolo Wally, Dukumbuluh menjadi berang sehingga mengakibatkan guruh dan halilintar disertai hujan badai yang sangat deras.
Setelah kondisi itu diatasi, maka keempat orang tersebut pergi menghadap Dobonai. Haboi dan Ondofolo Wally membawa ember kecil yang terbuat dari daun-daun (habu).
Mula-mula Dobonai membawa mereka ke suatu tempat di alam terbuka yang berisi air yang sangat keruh. Haboi dan Ondofolo Wally tidak bersedian menerima air keruh. Oleh karena itu, Dobonai mengantar mereka ke tempat lain yang biasa digunakan sebagai tempat pemandian. Mereka tetap menolak air dari kolam tempat mandi Dobonai yang dianggap masih tergolong air kotor. Akhirnya Dobonai membuka tempat sumber air minum yang jernih. Kebetulan ada seekor ikan yang disebut Ikan Yowi di dalam air bening itu. Mereka mengisi ember daun-daun itu dengan air dan ikan tersebut. Dobonai menutup ember agar air tidak tumpah sambil berpesan agar selama dalam perjalanan pulang, tidak boleh berburu. Semua perlengkapan berburu diikat erat-erat agar tidak dapat digunakan.
Dalam perjalanan pulang, Haboi dan Ondofolo Wally melihat seekor babi hutan yang sangat besar. Mereka tergoda dan menurunkan ember kecil berisi air, meletakkan di atas tanah kemudian mencoba membuka peralatan berburu dari ikatannya untuk memanah babi namun tak disadari ember pecah, air di dalamnya tumpah menjadi air bah yang menghanyutkan keduanya dari tengah Gunung Dobonsolo. Haboi dan Ondofolo Wally menghentikan derasnya air bah dengan membenamkan ujung sebilah pisau belati yang terbuat dari tulang hewan ke tanah. Air masuk ke arah tikaman pisau belati kemudian keluar lagi dan memenuhi seluruh dataran rendah, bekas air bah itu membentuk sebuah danau besar di hadapan mereka. Air danau menghalangi perjalanan pulang Haboi dan Ondofolo Wally ke Yomoko, karena itu mereka menebang sebatang pohon yang dibentuk menjadi sebuah perahu dan dayung yang mengantar keduanya pulang kembali ke Kampung Bukit Yomoko.
Setiba di Yomoko, mereka melihat air danau tersebut ternyata sangat keruh. Haboi memerintahkan anak sulung Ondofolo Wally untuk menyelam ke dalam air kabur, namun anak itu terbenam ke dalam air bercampur dengan lumut dan lumpur tanah. Jazad anak itu hanyut ke Kampung Yakonde di barat, berputar kembali sampai ke Kampung Puai dan Sungai Jaifuri, bahkan menurut cerita ini sampai ke Sungai Skamto dan Tami di timur kemudian kembali memasuki danau di sekitar Kampung Puai. Haboi dan keluarga Ondofolo Wally mencari jenazah anak itu hingga menemukannya sedang terapung di permukaan air danau dekat Puai. Haboi meminta istri Ondofolo Wally mendekati jazad anaknya, namun ia juga tenggelam dan meninggal dunia bersama puteranya itu. Akhirnya, Haboi dan Ondofolo Wally pulang ke Yamoko tanpa membawa pulang jazad dua orang yang dikasihi.
sumber:
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja