Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Gorontalo Gorontalo
Asal Mula Daerah Tapa, Tuladenggi, dan Phantungo
- 15 Desember 2014

Tapa, Tuladenggi, dan Panthungo adalah tiga nama daerah di Provinsi Gorontalo. Menurut cerita, nama ketiga daerah tersebut diberikan oleh pemimpin Kerajaan Bolango yang bernama Raja Tilahunga saat melakukan perjalanan bersama rombongannya ke arah hulu. Mengapa Raja Tilahunga menamai demikian ketiga daerah tersebut? Simak kisahnya dalam cerita Asal Usul Daerah Tapa, Tuladenggi, dan Panthungo berikut ini!

Dahulu, di daerah Gorontalo ada sebuah kerajaan bernama Bolango. Kerajaan itu dipimpin oleh Raja Tilahunga yang terkenal arif dan bijaksana. Rakyatnya senantiasa tunduk dan patuh kepadanya. Apapun perintahnya, mereka tidak pernah membangkang. Raja Tilahunga memiliki kegemaran berkelana hingga ke pedalaman. Suatu hari, ia bermaksud untuk melakukan perjalanan panjang. Maka, dikumpulkanlah para pembesar dan hulubalang kerajaan dalam suatu rapat besar untuk membicarakan rencana tersebut.

“Wahai, para pembesar dan hulubalangku. Tiga hari lagi kita akan berpergian jauh. Karena perjalanan ini cukup lama, maka aku minta kalian untuk mempersiapkan semua kebutuhan yang diperlukan selama bepergian,” perintah Raja, “Semua urusan kerajaan aku serahkan kepada para pejabat istana. Aku harap kalian dapat menjalankan tugas­tugas kerajaan dengan baik selama kepergianku.”

“Perintah Baginda akan kami laksanakan,” kata para pejabat kerajaan. Tiga hari kemudian, rombongan Raja Tilahunga pun berangkat menuju ke arah hulu dengan membawa bekal makanan secukupnya. Selain itu, mereka juga membawa alat­alat perkebunan seperti cangkul, linggis, kapak dan sebagainya. Peralatan tersebut akan mereka gunakan untuk membuka lahan perkebunan saat menemukan lahan yang subur di tengah perjalanan mereka. Perjalanan Raja Tilahunga bersama rombongannya kali ini cukup melelahkan. Jalan yang mereka lalui adalah areal perbukitan yang terjal. Tak jarang pula mereka harus melalui semak belukar dan menyeberangi sungai yang cukup dalam dan berbatu. Tentu saja, keadaan tersebut membuat tenaga mereka terkuras. Setelah hampir setengah hari berjalan, rombongan Raja Tilahunga tiba di sebuah bukit yang dipenuhi pepohonan yang rindang. Udaranya sejuk dan pemandangan di sekitarnya sangat indah dan mempesona. Sang Raja dan rombongannya pun beristirahat sejenak di tempat itu.

“Kita beristirahat sejenak di tempat ini untuk melepaskan lelah,” kata Raja Tilahunga, Seluruh anggota rombongan pun berhenti. Para anggota rombongan masing­masing mencari tempat berteduh di bawah pohon yang rindang. Sementara itu, beberapa hulubalang terlihat sibuk menyiapkan tempat beristirahat untuk sang Raja. Namun, sebagai raja yang bijaksana, Raja Tilahunga menolak untuk dibuatkan tempat peristirahatan yang istimewa. Ia tidak ingin ada jarak antara dirinya sebagai raja dengan para pengawalnya. Ia lebih suka bergaul dan menyatu bersama mereka agar menjadi lebih akrab. Oleh karena itu, semua pakaian kebesaran yang dikenakannya ia lepaskan dan meletakkannya di tanah. Hal itu berarti bahwa Raja Tilahunga meletakkan jabatannya sementara sebagai raja. Sejak saat itu, tanah berbukit itu dinamakan Bukit Tapa, yang diambil dari kata tapatopo yaitu meletakkan atau menitipkan sesuatu (jabatan) yang sifatnya sementara. Setelah rasa letih dan lelah mereka lenyap, rombongan Raja Tilahunga kembali melanjutkan perjalanan. Ketika itu, hari sudah menjelang siang. Terik matahari yang semakin panas dan menyengat membuat

kerongkongan semua rombongan kering dan ditambah pula perut yang sudah mulai keroncongan. Melihat para pengawalnya mulai kehausan dan kelaparan, sang Raja pun memutuskan untuk berhenti dan beristirahat saat melawati sebuah padang rumput yang luas dan hijau .

“Pengawal, berhenti!” teriak sang Raja. Semua rombongan pun berhenti. Tampak wajah anggota rombongan itu mulai pucat karena kelelahan.

“Sebaiknya kita beristirahat dulu di tempat ini. Silakan kalian membuka perbekalan kalian!” ujar sang

Raja, “Tapi, ingat! Setelah makan, rapikan kembali perbekalan kalian masing­masing.”

“Baik, Baginda!” jawab semua anggota rombongan serempak. Dengan perasaan senang dan gembira, seluruh anggota rombongan segera membuka perbekalan masingmasing. Mereka pun makan dengan lahap. Selesai makan, mereka pun merapikan kembali bekal mereka. Namun, di antara rombongan itu masih ada beberapa orang yang terlihat makan dengan lahap seolaholah hendak menghabiskan semua perbekalannya. Melihat hal itu, sang Raja pun segera mengingatkan mereka.

“Wahai, para Pengawal! Sebaiknya kalian makan sekenyangnya saja. Jika terlalu kenyang, tentu akan membuat kalian susah untuk berjalan. Lagi pula, perjalanan kita masih cukup panjang. Kalian harus lebih menghemat makanan agar tidak cepat kehabisan bekal,” kata sang Raja. Mendengar nasihat sang Raja, mereka pun segera menghentikan makannya dan merapikan bekal yang masih tersisa. Salah seorang dari anggota rombongan itu bernama Denggi. Ia memang terkenal suka makan dan rakus. Ketika rombongan lain sedang sibuk merapikan bekal, ia justru merampas makanan milik mereka.

“Hai, Denggi! Jangan kamu ambil bekalku! Ayo, cepat kembalikan!” seru seorang anggota rombongan yang makanannya dirampas oleh Denggi. Denggi yang serakah itu menolak untuk mengembalikannya sehingga terjadilah pertekaran di antara mereka. Ketika pertengkaran itu berlangsung, beberapa anggota rombongan yang lain ikut marah­marah kepada Denggi. Rupanya, Denggi tidak hanya merampas bekal milik seorang pengawal saja, tetapi juga milik beberapa anggota rombongan yang lain. Kericuhan pun terjadi di tengah­tengah padang rumput tersebut dan mengundang perhatian Raja Tilahunga. Setelah mengetahui bahwa penyebab kericuhan itu adalah Denggi, sang Raja pun segera menasehatinya. Dengan sikap arif dan bijaksana, ia menegur Denggi tanpa membuat pengawalnya itu tersinggung. Akhirnya, Denggi yang rakus itu mengakui kesalahannya dan segera meminta maaf kepada kawankawannya. Sejak itu, padang rumput yang luas dan hijau itu diberi nama Tuladenggi, yaitu dimbil dari kata tula yang berarti rakus dan nama si Denggi. Jadi, Tuladenggi berarti “Denggi yang rakus”. Setelah masalah itu selesai, Raja Tilahunga dan rombongannya melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di tepi Danau Limboto. Pemandangan di sekitar danau itu sangat indah dan memukau. Pepohonan yang tumbuh subur di tepian danau membuat suasana di sekitarnya menjadi sejuk. Sang Raja amat menyukai keindahan daerah itu. Karena hari sudah mulai gelap, ia pun mengajak rombongannya untuk beristirahat di tempat itu.

“Pengawal, kita berhenti di sini. Cepat dirikan tenda­tenda kalian!” titah Raja Tilahunga, “Daerah ini sangat cocok dijadikan lahan perkebunan.”

“Daulah, Baginda,” jawab para pengawalnya. Para pengawal tersebut segera mendirikan tenda di tepi Danau Limboto. Setelah tenda­tenda itu selesai didirikan, Raja Tilahunga dan beberapa pengawalnya segera beristirahat. Namun, sebagian yang lain masih berjaga di sekitar tenda untuk mewaspadai serangan musuh atau binatang buas yang kemungkinan datang secara tiba­tiba. Keesokan harinya, Raja Tilahunga memerintahkan para pengawalnya agar mengeluarkan alat­alat perkebunan mereka. Namun, alangkah terkejutnya mereka karena tangkai pegangan peralatan banyak yang rusak.

“Ampun, Baginda! Peralatan kita banyak yang rusak,” lapor seorang pengawal. Mendengar laporan itu, Raja Tilahunga segera memerintahkan para pengawalnya untuk memperbaiki peralatan tersebut. Setelah itu, sang Raja pun menamai daerah itu dengan nama Panthungo yang berarti tangkai pegangan alat berkebun. Setelah semua peralatan diperbaiki, seluruh anggota rombongan mulai bekerja membuka lahan perkebunan. Ada yang menebang pohon dan ada pula yang membabat semak­semak. Sebagian anggota rombongan membuat rakit dan perahu untuk digunakan menangkap ikan di Danau Limboto. Setelah lahan perkebunan siap ditanami, mereka menanaminya dengan tanaman palawija dan sayursayuran. Rombongan Raja Tilahunga akhirnya tinggal untuk beberapa lama di daerah itu. Alhasil, hasil perkebunan mereka pun amat melimpah. Mereka juga memperoleh banyak hasil tangkapan ikan dari Danau Limboto. Sebenarnya, sang Raja amat senang tinggal di daerah itu. Namun, ia tidak mungkin meninggalkan rakyatnya di Kerajaan Bolango. Akhirnya, rombongan sang Raja pun meninggalkan daerah itu dengan membawa hasil perkebunan dan ikan yang cukup banyak.

Demikian cerita Asal Usul Daerah Tapa, Tuladenggi, dan Panthungo dari Provinsi Gorontalo. Pesan moralyang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa menjadi pemimpin harus bersikap adil, arif, dan bijaksana seperti halnya Raja Tilahunga. Selain itu, hendaknya kita tidak menjadi orang yang rakus atau serakah seperti Denggi

 

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/253-Asal-Usul-Daerah-Tapa-Tuladenggi-dan-Panthungo

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya