Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Kepulauan Riau Natuna
Dua Hantu Nanggal
- 16 September 2018

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah kisah Bujang Lawa beristri dua. Istri pertama putih kuning kulitnya,istri kedua hitam manis.Keduanya amat cantik, karena itu digelari “bunga kampung”. Cuma sayang, mereka belum dikaruniai anak seorang pun juga.

“Mengapa?” Bujang Lawa bertanya pada dirinya sendiri. Ia kadang-kadang merasa heran, bahwa kedua istrinya itu tetap cantik juga, walau umurnya terus bertambah. Tentu sekali-sekali terbit pula rasa cemburu dihatinya, mengapa tidak? Pada setiap kali ada orang melahirkan, baik istri tua maupun istri mudanya itu suku betul keluar rumah. Pulangnya pun kerap sampai larut malam pula. Padahal istrinya itu bukanlah bidan.

Konon, suatu senja bermohonlah kedua istri Bujang Lawa tersebut.

“Abang,izinkanlah kami berdua ke Kampung Hilir. Ada teman sedang melahirkan disana. “Moga-moga dapat contohya juga, kami pun akan melahirkan seorang anak buat abang,” kedua istrinya itu merayu-rayu, sehingga Bujang Lawa tidak merasa keberatan mengizinkannya.

Tetapi kali ini ia terus mengikuti gerak gerik kedua istrinya itu, tidak seperti biasa melepaskan dengan setulus hati.

“Ehm, curiga juga rasanya hatiku.Munkin mereka berdua ada janji dengan laki- laki lain, berbuat serong dibelakangku,” pikir Bujang Lawa sambil mengintip-intip tingkah laku kedua istrinya itu.

Ia pun naik ke atas loteng rumahnya, sebab dari situ dapat melihat segenap penjuru. Dapat mengawasi istri-istrinya itu keluar rumah, biar kearah manapun mereka pergi. Detak jantung Bujang Lawa semakin kencang. Sebabbegitu saja matahari terbenam, istri tua dan mudanya naik keatas loteng juga. Istri tua berkulit putih kuning menuju ke bumbung rumah barat, danistri yang muda hitam manis kebumbungan sebelah timur.

Kedua istri Bujang Lawa itu menguraikan rambutnya masing-masing. Mereka sama-sama melilitkan rambutnya pada kayu bumbungan rumahnya. Kemudian kedengaran suara mendesis .

“Sssst..” dikuti dengan gerakan tubuh menggeliat sekuat tenaganya. “Hiuuuup..blas..”

Tampaklah kepala dua istri-istrinya itu terpenggal dan melayang keluar lubang bumbungan rumah.

“Klepak…klepak..” masing-masing terbang dengan telinganya, mengembang selebar telinga gajah. Terbang merayap-rayap, setinggi semak belukar. “Klepak..klepak..” bunyinya, sementara matanya melotot dan menyorot terang ke depan seperti lampu senter. Perut dan ususnya terseret memburai sambil mengeluarkan cahaya gemerlap bagaikan seribu kunang-kunang.

“Astaga,” Bujana Lawa Bangkti. Ia turun dari atas loteng rumahnya.

“Mesti kuikuti kemana saja mereka pergi. Sebab kedua istriku itu, ternyata jadi hantu nanggal…jadi setan,”

Sambil menuruni tangga loteng, Bujang lawa masih bertanya. “Hendak kemana mereka? Awas…kuikuti kalian,” gumamnya seraya menyambar penyapu lidi satu-satunya alat terletak didekat tangga loteng,dibawa sebagai penangkal diri. Dalam perjalan ia berpikir.

“Baiklah, akan kutandai dimana-mana saja tempatnya yang disinggahi, dengan lidi-lidi ini,”

Ketika itu juga Bujang Lawa merasa ikut terlayang kea lam lain yang ajaib, berada dalam pengaruh setan. Ia seakan-akan terbawa kesebuah negeri yang bagus pemandanganya, lengkap dengan tanaman bunga-bungaan ditaman. Terdapat pulasebuah tasik pemandian.

“Waduuuh asyik sekali..” katanya terbata-bata, kagum luar biasa.

Dalam keadaan tercengang-cengang itu, datanglah seorang juru hidang dan menyajikan makanan serba lezat cita rasanya. Istri tua dan istri muda Bujang Lawa itu pun menyantapnya dengan lahap sekali. Sementara juru hidang pun menyuguhkan pula kue kepada Bujang Lawa sendiri. Ia duduk disudut gelap, sehingga tidak kelihatan oleh istri-istrinya yang berwujud “Nanggal” sedang berpesta pora saat itu.

“Silakan makan Encik..” juru hidang menyilahkan, tetapi Bujang Lawa enggan mencicipinya. Perasaanya was-was saja, karena mengingat prilaku kedua istrinya. Entah hantu entah setan mempengaruhinya, karena kelihatan terlalu suka cita seperti itu.

Tiba-tiba sampailah waktunya bulan terbit di ujung kelam. Pada saat cahaya bulan itu terpantul, kedua istrinya yang berwujud “nanngal’ itu bergegas terbang. Mereka seperti berlomba-lomba dengan sinar bulan akhir kelam tengah malam. Bujang Lawa pun bergegas pulang kerumahnya, dan langsung berpura-pura tengah tidur pulas.

Singkat ceritanya secara diam-diam bujang lawa besok harinya menjajaki tempat yang ditandai dengan lidi-lidi penyapu malam tadi.

“ Masya Allah,” ia terperangah karena terkejut melihat negeri yang indah yang ditandainya itu, ternyata limbahan. Air selokan pekarangan rumah dipenuhi darah seorang ibu baru melahirkan. Hidangan lezat cita rasanya, tak lai daripada tembuni bayi yang meninggal dunia pada saat dilahirkan.

“Iiiih…menjijikkan. Rupanya kedua istriku menjadi “nanggal” hantu orang beranak,” pikir Bujangh Lawa.

“Patut selama ini banyak orang beranak dan bayi-bayi yang dilahirkan meninggal dunia. Karena mereka kehabisan darah, dihisa “nanggal” kata Bujang Lawa dalam hatinya.

Konon tidak lama setelah kejadian itu, kedua istri Bujang Lawa pun meminta izin lagi. Mereka akan menjenguk orang beranak pula sebagaimana biasa, dan Bujang Lawa pura-pura mengizinkanya.Tetapi setelah hari malam, iapun naik ke atas loteng. Dipertukarkannya dua tubuh tidak berkepala itu. Istrinya yang tua berkulit putih kuning, diletakkan dekat bumbungan timur. Sementara tubuh istri muda yang hitam manis dialihkan kebumbungan sebelah barat.

Betapa setelah besok paginya, istri pertama yang putih kuning bertubuh hitam. Sebaliknya istri kedua Bujang Lawa yang hitam manis bertubuh putih kuning. Mereka bertukar tubuh karena tergesa-gesa menyarungnya, merebut waktu sebelum matahari terbit.

“Abang, tolonglah kami,” kedua istri Bujang Lawa itu meratap.

“Matilah kami, kalau tidak dikembalikan kewujud semula.” Pinta mereka mangiba-iba. Namun keadaannya sudah berubah. Mereka itupun terkulai lemah, sebab dengan kepala dan tubuh yang berlainan manusia sukar bernafas. Tercengap-cengap dalam keadaan nestafa.

“Abang,” bisik mereka pada akhir hayatnya.

“sebagai pembalas kasih saying abang, kami titipkan ilmu dukun beranak. Ilmu penangkal “nanggal” supaya ibu yang melahirkan dan bayinya selamat. Tidak dihisap darah dan dimakan tembuninya sehingga mereka meninggal dunia,” bisik mereka perlahan sekali, Cuma terdengar oleh Bujang Lawa sendiri.

Konon sejak itulah ada dukun beranak penjaga setiap bilik bersalin. Pada dindingnya diselipkan duri limau purut dan daun terap berpalang kapur sirih. Sedangkan dibawah bilik orang beranak dirumah panggung, diletakkan batu hitam berpalang kapur sirih juga. Persyaratan itu dipercayai masyarakat Bunguran atau Natuna besar, sebagai penangkal “Nanggal” yang menghalau hantu penghisap darah ibu sedang melahirkan, dan memakan tembuni bayi sehingga meninggal dunia pada saat dilahirkan.

 

 

sumber: Natuna Sastra (https://natunasastra.wordpress.com/2016/12/15/cerita-rakyat-dongeng-dua-hantu-nanggal/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Bobor Kangkung
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Tengah

BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline