Adat Pernikahan Suku Serawai
Suku Serawai mendiami wilayah di bagian selatan Provinsi Bengkulu. Tepatnya di wilayah Seluma, Talo, Pino, dan Manna. Suku serawai memiliki banyak ciri khas, mulai dari bahasa daerah yang terdiri dari beberapa dialeg sampai kuliner tempoyak atau dikenal dengan nama sambal durian. Suku Serawai juga memiliki adat istiadat dalam hal perkawinan yang diberlakukan bagi orang dari dalam maupun luar suku serawai yang ingin meminang gadis serawai. Adat pernikahan suku serawai ini saya rangkum dari wawancara melalui telepon dengan seorang wanita suku serawai. Berikut rangkumannya:
Dalam pernikahan suku serawai, baik antarsesama maupun berbeda suku yang melibatkan pihak perempuan maka akan terjadi perjanjian atau disebut dengan kulo. Kulo pernikahan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kulo semendo merdiko (perjanjian secara merdeka) dan kulo semendo masuak kampung (perjanjian secara masuk kampung). Berikut perinciannya:
Kulo semendo merdiko atau perjanjian secara merdeka memiliki makna bahwa setelah pernikahan dilaksanakan, maka pasangan baru tersebut berhak untuk tinggal di rumah mertua perempuan, mertua laki-laki, atau di luar rumah kedua mertua atau merantau. Namun, kulo semendo merdiko hanya akan terjadi apabila pihak laki-laki sanggup memenuhi syarat madu kulo (syarat melangsungkan perjanjian) berupa lemang sebanyak 20 batang, sebuah utaran berupa sirih, kapur, mako atau tembakau, buah pinang, daun gambir, rokok 3 batang yang diletakkan dalam sebuah wadah khusus, serta tanci pelapiak atau uang sebanyak Rp. 20.000 yang diserahkan kepada Rajo Dusun (pada masa sekarang Kepala Desa).
Saat pernikahan berlangsung mempelai laki-laki mengenakan setelan jas dengan bawahan kain sarung serta memakai tuguak luncuak (topi rencong), sedangkan mempelai perempuan memakai kebaya.
Jika syarat kulo semendo merdiko ditambah lemang 10 buah dan sebuah utaran lagi atau dapat diganti dengan bajik ibatan besak diambini ngan ibatan keciak (bajik besar dengan ibatan bajik kecil) menandakan bahwa pihak perempuan ingin dilarak atau diampak, yaitu berjalan menuju rumah mempelai laki-laki dengan diiringi iringan musik rebana, serunai, dan redab kelintang pada saat resepsi.
Pakaian adat yang digunakan pada saat resepsi di rumah pihak laki-laki adalah kain yang didominasi warna merah dengan hiasan manik-manik perak berbentuk bulat. Mempelai laki-laki dan perempuan juga menggunakan tajuak atau mahkota.
Setelah sampai di rumah mempelai laki-laki, kedua mempelai disambut dengan Tari Sekapur Sirih. Yakni sebuah tarian adat yang mana setelah gerakan tari selesai mak salah satu penari memberikan sekapur sirih (kapur dan sirih yang diletakkan pada tempat khusus) untuk dicicipi. Hal ini menandakan bahwa mempelai perempuan dan mendah telah sampai. Dalam bahasa setempat disebut sekapur sirih minta disubang adat lembago suku serawai (sebuah kapur dan sirih untuk dicicipi sebagai adat suku serawai). Setelah itu mempelai dan mendah kulo dipersilakan masuk ke dalam kebung atau arena tempat melakukan tarian adat memanjo (tari memanja) dan Tari Nappa. Tari Memanjo adalah tari mempelai laki-laki yang ditemani oleh kaum bapak-bapak dari kedua belah pihak. Setelah itu tarian mempelai perempuan ditemani oleh kaum ibu-ibu dari kedua belah pihak. Setelah Tari Memanjo, Tari Nappa dilakukan oleh perwakilan laki-laki dari kedua belah pihak. Tari ini memiliki ciri khas seperti adu gaya dan gerakan saling gertak dalam pencak silat, namun dibatasi oleh jambar (nasi kuning dan ayam). Tari ini juga diiringi oleh serunai dan tembang. Setelah itu barulah diadakan acara jamuan, atau disebut dengan menjamu mendah kulo (menjamu pihak perempuan oleh pihak laki-laki).Â
Kulo semendo masuak kampung berbeda dengan kulo semendo merdiko. Kulo semendo masuak kampung memiliki makna bahwa pihak laki-laki tidak sanggup mengadakan syarat lemang 20 buah, sebuah utaran, dan tanci pelapiak Rp. 20.000 sehingga terjadi Rasan kulo semendo masuak kampung yang syarat-syarat kulo tersebut dipenuhi oleh pihak perempuan itu sendiri. Rasan kulo semendo masuak kampung ini bermakna bahwa setelah pernikahan, mempelai laki-laki harus tinggal di tempat perempuan. Sebagai hukuman atas terpenuhinya syarat kulo, maka apabila terjadi perceraian, pihak laki-laki tidak mendapatkan harta maupun anak dari pernikahan tersebut. Istilah dalam bahasa setempat yaitu Pegi sayak, baliak tempurung. Namun, dalam perjanjian ini pihak perempuan harus menyediakan lahan usaha berupa sawah, kebun, atau ladang usaha lain untuk menjamin kehidupan kedua mempelai. Hal ini dikarenakan biasanya laki-laki yang mengambil perjanjian ini adalah laki-laki yang tidak berada dan tidak memiliki modal. Menariknya perjanjian ini jarang dilanggar oleh masyarakat hingga saat ini. (Catatan : sayak = tempurung, rasan = negosiasi) #OSKMITB2018 *Foto-foto berikut diambil langsung melalui kamera saya
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja