|
|
|
|
Abo’ Mamongkuroit Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Pada waktu itu Abo' Mamongkuroit ini mendirikan sebuah rumah ditengah-tengah hutan. Abo' Mamongkuroit ini kawin dengan Buwa (putri) Monondeaga. Rumah tangga mereka sangat berbahagia. Mereka saling harga menghargai satu dengan yang lain. Berapa lama berselang dari pergaulan mereka, pada suatu hari Abo' Mamongkuroit memanggil istrinya lalu berkata, "Jika sekiranya diijinkan baiklah aku pergi merantau untuk mencari nafkah bagi kita berdua. Tidak lama aku bepergian."
Istrinya menjawab, "Terserah kepadamu, jika ingin merantau aku tidak melarangmu, rela hatiku asalkan jangan terlalu lama." Sesudah itu suaminya bergegas-gegas lalu disuruhnya membuatkan bekal ketupat dan telur ayam rebus.
Belum berapa lama kemudian suaminya berangkat dari rumahnya, datanglah si Tulap. Melihat si Tulap datang istrinya takut. Tetapi si Tulap melihat ia takut berkatalah ia, "Jangan takut padaku karena aku tidak memakanmu."
"Bagaimana caraku agar supaya aku tidak dibawa oleh si Tulap." Pikir putri itu. Pada waktu yang bersamaan si Tulap mengatakan bahwa putri itu akan didukung dan dibawa ke rumahnya. Tetapi putri itu berkata, "Hari ini jangan dulu aku dibawa ke rumahmu sebab aku akan mencuci rambut dulu. Alangkah baiknya besok sore saja baru engkau datang ambil padaku ditempat ini. Mendengar perkataan demikian si Tulap pulang lagi, dan putri itu masuk ke rumahnya. Malam itu putri berpikir, bagaimana lagi caranya memperdaya supaya besok ia belum dibawa oleh si Tulap. Sampai kesiangan ia tak tidur karena memikirkan nasibnya.
Keesokan harinya waktu petang, datanglah si Tulap untuk mengambil putri Monondeaga yang akan dibawanya ke rumahnya tempat tinggalnya. "Bagaimana akalku lagi supaya belum dibawa oleh si Tulap," kata putri itu dalam hatinya. Setibanya si Tulap di tempat itu, ia berkata kepada putri itu, "Kini aku telah datang untuk mendukungmu dan membawamu ke rumahku sesuai dengan janjimu kemarin."
Putri menyahut, "Hari ini jangan dulu aku dibawa ke rumahmu, karena aku belum mandi. Baiklah nanti besok karena kini hari sudah hampir malam. "Mendengar ucapan itu si Tulap kemudian pulang ke rumahnya. Putri itu membuat siasat demikian agar supaya sambil menunggu suaminya kembali dari perantauan. Tetapi sampai sekarang itu suaminya belum juga muncul-muncul.
Keesokan harinya datang lagi si Tulap, menepati janji putri itu, dan berkata, "Kini aku sudah datang kembali untuk menjemputmu. Marilah karena telah tiga hari aku datang mengambil padamu tetapi engkau selalu menundanya". Putri itu tak dapat akal lagi untuk menghindari agar supaya tidak dibawa oleh si Tulap.
"Tunggulah," kata putri "Sementara ini aku menyisir rambutku dan mengenakan baju yang bagus dan menghias diriku. selesai menghias dirinya, Buwa' Monondeaga keluar dari rumahnya lalu didukung oleh Tulap dan dibawa ke rumahnya. Setibanya di rumahnya, terus dimasukkan ke dalam kandang besi di bawa kolong rumahnya.
Putri tidak tahu lagi apa yang akan diperbuat oleh Tulap terhadap dirinya. Ia berpikir dalam hatinya, "Mungkin aku ini akan dibunuh atau dimakan oleh si Tulap karena langsung dikurungnya dalam kandang besi. Suamiku tidak mengetahui dimana aku berada." Putri ini bertambah takut dan hilang semangatnya serta berdebar-debar jantungnya.
Seminggu berselang, kembalilah Abo' Mamongkuroit turun dari perantauan. Setibanya di rumahnya, ia melihat rumahnya sunyi dan istrinya tidak ada di dalam rumah. Sedih sekali hatinya karena hanya dialah satu-satunya yang mempunyai rumah ditengah-tengah hutan. Ia berpikir, "Karena istriku ini telah dilarikan oleh iblis dan tidak ada yang melihatnya. Ataukah baru pergi ke sungai lalu hanyut?"
Kemudian ia mencarinya di sekitar rumahnya, tetapi tidak juga nampak istrinya yang tersayang itu. Karena tidak ada disekitarnya maka ia lalu menyediakan bekal dan keluar mencari istrinya. Dalam hatinya berkata bahwa, seandainya dia belum menemukan istrinya dia tidak akan kembali ke rumahnya. Dia baru akan kembali jika istrinya telah ditemukannya.
Kini berangkatlah ia pergi mencarinya. Tidak berapa lama ia berjalan, tibalah ia pada suatu perkampungan. Di sini ia bertanya tentang istrinya yang hilang.
"Hai orang kampung.......... tidaklah lewat di sini Buwa Monondeanga, istriku?"
Mereka menjawab, "Kami tidak melihat "Buwa Monondeaga" Dari situ Abo' Mamongkuroit melanjutkan perjalanan, tidak lama kemudian tibalah pada kampung yang kedua. Di situ ia bertanya pula tentang istrinya yang hilang.
"Hai orang kampung........ tidak lewat disinikah Buwa Monondeaga istriku.....?"
Mendengar pertanyaan itu mereka menjawab. "Ada lewat tadi di dukung oleh si Tulap."
Kemudian ia meneruskan perjalanan, tibalah ia pada suatu kampung dan bertanya lagi katanya,
Hai orang kampung...... tidak lewat disinikah Buwa' Monondeaga, istriku.....?"
Mendengar itu mereka menjawab, "Hai Abo' Mamongkuroit, tadi si buwa' (puteri) melewat di sini bermandikan peluh. Dimasukkan oleh Tulap ke dalam bungkusan yang didukungnya." Dari situ ia meneruskan perjalanan, walaupun sudah letih ia berjalan terus juga. Tidak berapa lama, tibalah ia pada sebuah rumah yang besar.
Terus ia naik ke rumah itu, sebab ia melihat istrinya berada di bawah kolong rumah dan dalam kandang besi. Bangkitlah marahnya tetapi diusahakannya supaya tidak tampak oleh si Tulap. Setelah Tulap melihat wajahnya, segera ia menegur, "Hai Abo' Mamongkuroit datang!"
Abo' Mamongkuroit menjawab, "Ya, saya datang bertemu" Tulap berkata. "Jangan dahulu lekas-lekas pulang, karena aku mau layani dengan air panas (kopi), nanti selesai minum barulah engkau pulang ke rumahmu."
Sesudah itu Tulap mengajak Abo' Mamongkuroit, "Marilah kita turun ke tanah untuk membuat ketamaian, adu betis!" Jawab Abo' Mamongkuroit, "Baiklah, aku yang pertama bersiap menerima serangan, sudah itu baharu ayah (Tulap) yang aku serang."
Selesai berkata demikian turunlah keduanya ke tanah. Kini Abo' Mamongkuroit menunggu pukulan (adu betis). Begitu Abo' Mamongkuroit menunggu, begitu serangan si Tulap. Abo' Mamongkuroit yang menahan serangan tidak terasa sedikit pun sakitnya, sebaliknya si Tulap yang menyerang, dialah yang terpelanting sejauh-jauhnya.
Kata Abo' Mamongkuroit, "Ternyata aku yang lebih kuat ayah, karena aku tidak terpelanting."
Sesudah itu si Tulap yang menunggu pukulan dari Abo' Mamongkuroit Begitu kena serangan begitu pula si Tulap terlempar terpelanting ke angkasa hingga puncak pohon yang tinggi, menggelepar-gelepar lalu mati. Melihat itu istri si Tulap turun membawa pisau untuk membantu suaminya. Begitu ia mendekati Abo' Mamongkuroit, begitu ia mendapat pukulan. Tidak diketahui dimana terlempar badan tangan dan kaki istrinya. Hanya kepala yang tinggal terletak di tanah dan matanya melotot keluar.
Abo' Mamongkuroit yang masih berada di dalam kurungan, segera dikeluarkan. Setelah Tulap dan istrinya mati, naiklah pula ia ke dalam rumah dan tampak olehnya manusia tahanan banyak sekali, yakni sisa-sisa dari mereka yang telah dimakan lebih dahulu. Puteri Momondeaga istri Abo' Mamongkuroit yang masih berada di dalam kurungan, segera dikeluarkan. Semua orang yang dikurung dilepaskan, lalu ia berkata, "Pulanglah kamu sekalian ke kampung masing-masing, jangan lagi takut/khawatir akan Tulap dan istrinya pemakan orang itu, karena aku telah menamatkan riwayatnya. Pulanglah kamu sekalian berkebun supaya kita semua tidak mati kelaparan."
Setelah itu masing-masing pulang ke tempatnya dengan perasaan gembira. Istri dari Abo' Mamongkuroit pun kini telah dibawa pulang ke rumahnya.
sumber:
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |